8.

3.2K 254 1
                                    

K • I • R • A • N • A •

Akibat tangisan Khavindra dan Khevandra yang saling menyahut membuat suana rumah menjadi ramai, Kaindra berlari cepat menggunakan jurus seribunya. Keano yang melihat itu ikut berlari pendek untuk mengejar Kaindra, tujuannya untuk menemui kedua cucunya itu. Walaupun bukan cucu kandung, Keano dan Kaile sangat menyayangi mereka berdua. Bahkan Keano dan Kaile membagi harta mereka kepada Khevandra, Khavindra dan Khavanio sama rata tanpa ditambah dan dikurangkan.

"Ada apa, mengapa kalian sangat berisik. Ingat ini rumah bukan hutan." Kaindra menatap Khevandra dan Khavindra yang berpenampilan acak acakan seperti anak singa, lantas Kaindra memegang perutnya yang kram akibat berlari ke kamar anaknya, Kaindra takut ususnya pada lecet karena terombang ambing.

Khevandra turun dari kasurnya dengan susah payah karena kasurnya itu terlalu tinggi menurutnya. "Tadi Apin gigit paha Epan sampai jadi walna melah melah, Papa." Adunya dengan berjalan gontai kearah Kaindra yang menatapnya curiga.

Setahu Kaindra anaknya ini bukan hewan Karnivora si pemakan daging tapi Kaindra lupa bahwa Khavindra sejenis hewan Omnivora atau bisa dibilang Khavindra ini bersaudara dekat dengan hewan jenis Omnivora, si pemakan segalanya. Contohnya saja Khavindra sangat menyukai sayuran dan daging.

"Ohong itu doca, Apin nda didit tati Epan kok, suel telkewel kewel!" Sanggahnya dengan mata menyipit. Jangan lupa kan tangan gendutnya yang ada didagu, Khavindra sedang berfikir keras apakah ia melakukan perbuatan itu?

"Itu kan merah merah bekas digigit nyamuk, bukan bekas digigit gorila." Keano menyahut obrolan antaran Papa dan Anak itu dengan sedikit menjahili Khavindra dengan menambahkan kata Gorila karena badan gendut Khavindra. Khevandra yang melihat kakeknya yang yang sedang bersedekap dada pun langsung bertepuk tangan heboh.

"Kakek menggunakan sihir santet!" Mata Keano melotot.

Keano menatap cucu pertamanya kesal. "Bukan santet, tapi teleport." Ucap Keano tertekan akibat ulah cucunya.

"Telselah Epan dong, mulut mulutnya Epan juga."

Keano menatap cucu pertamanya sengit tapi kedua tangannya meraih badan Khevandra lalu menggendongnya. Walaupun sudah tua, tenaga seperti anak muda. Apalagi Kaile selalu ingin melihat Keano tampil rupawan dan mempesona. Keano waktu itu pernah lomba makan bersama Kaile karena gabut, alhasil perut Keano menjadi buncit dan berlemak yang membuat tidak cocok dengan parasnya yang rupawan, jangan lupakan janggut tipisnya itu.

Keano menggendong Khevandra sedangkan Kaindra menarik kerah baju Khavindra agar anaknya tidak lari kesana kemari karena Khavindra masih bau iler. "Pa elek, Apin cucah napas!" Ucap bocah itu dengan menggoyangkan pantat mulusnya kekanan dan kekiri seraya bernyanyi lagu balonku ada satu.

"Baiklah, tapi jangan nakal oke? Nanti kalau Apin nakal kakinya digigit sama setan." Ucap Kaindra dengan wajah seriusnya. Khavindra yang mendengar itu hanya menganggukan kepala polos dengan melompat lompat kearah kolam ikan yang ada dihalaman samping. Kaindra memang sengaja membuat Kolam ikan untuk Khavindra yang memang suka memelihara ikan hias.

"Ma, Papa orangnya brewokan. Pasti waktu mama masih gadis nyapunya ga bersih sampai dapet suami brewokan." Kaile menutup mulutnya agar buah kismis itu tidak meluncur keususnya. Lalu Kaile menatap Kirana dengan anggukan kepala. Dulu sewaktu masih perawan ting ting Kaile sering disuruh menyapu oleh ibunya, tapi Kaile tidak menyapu hingga bersih.

Sampai nikah sama Keano yang brewokan.

"Walaupun sekarang brewokan, waktu muda papa masih tampan yang membuat para gadis terpesona oleh paras papa yang rupawan." Keano mengelus janggut tipisnya perlahan.

Khevandra memasang wajah jelek saat mendengar ucapan konyol kakeknya. "Kakek ndak punya uang buat beli alat pencukul kumis, mama." Ucap Khevandra melengos dengan berjalan lambat kearah Kolam renang. Saat berjalan badan Khevandra meliuk meliuk bak model terkenal saat berjalan dipanggung.

Saat sedang enaknya mengobrol Kirana mendengar suara aneh dari arah kolam renang. "Mas, kesana bentar yuk. Aku denger suara aneh dari halaman samping." Ucap Kirana. Biasanya saat masih hidup menjadi Leana, Ia sering memanggil pemuda didesanya dengan sebutan mas yang membuat Kirana tidak canggung saat ia memanggil Kaindra dengan sebutan Mas Kai.

Kaindra mengangguk dengan berpamitan kepada kedua orang tua Kirana lalu menarik tangan Kirana dengan erat. Dan sekarang gantian Kirana yang menarik tangan Kaindra karena semakin penasaran akan suara ketawa ketiwi dari arah samping.

"Khevandra, Khavindra. Kalian berdua sedang apa sampai bisa basah seperti ini?" Tanya Kaindra kaget saat melihat wajah kedua anaknya yang sudah dipenuhi oleh lumpur. Apalagi baju yang dikenakan keduanya sudah basah karena bermain air.

"Kita beldua?" Tanya Khevandra yang membuat Kaindra mengangguk dengan wajah bodohnya.

"Kita beldua sedang mandi, papa." Jawabnya dengan berusaha membuka kancing baju yang dipakainya. Kirana yang melihat kenakalan mereka berdua hanya geleng geleng kepala seraya membantu Khevandra untuk membuka kancing bajunya itu.

"Kenapa kalian mandi disini?" Tanya Kaindra gemas.

"Disini ada ailnya, jadi kita beldua mandi disini! Badan kita sudah bau kelingat kalena habis bobo. Dan disini ada ail jadi kita mandi, ailnya hangat sekali papa." Ucap Khevandra polos.

Kirana yang sedang membuka baju Khavindra hanya terkekeh karena merasa lucu. Dulu saat menjadi Leana, ia sering memanjat pohon pohon yang ada buahnya karena sangking pinginnya jajan diluar desa. Didesa Lea tidak ada yang menjual jajan, itu pun terbatas sehingga biasanya Leana hanya memakan buah buahan.

"Nak, itu air kolam ikan. Kalau air kolamnya kotor bagaimana?" Kirana mengangguk saat mendengar omelan Kaindra. Lalu Kirana mengambil handuk yang memang dijemur didekat kolam ikan.

"Papa, ikanna abok!" Seru Khavindra khawatir dengan menunjuk ikan koinya yang sudah mengambang, ikannya mati. Kaindra menepuk jidatnya lelah seraya memakaikan handuk kebadan Khevandra yang sudah gemeteran seperti orang nahan berak.

Akhirnya Kaindra menggendong Khevandra yang kedinginan sedangkan Kirana menggendong Khavindra yang sedang menatap ikan koinya yang sudah mengambang dengan tatapan yang sulit diartikan. "Itu ikannya bisa mati kenapa?" Tanya Kaindra penasaran dengan mencoba menarik nafas perlahan.

"Ikannya diinjek sama kaki endut Apin, papa."

Khavindra menatap kakaknya dengan tatapan marah. "Ish! Tadi Apin tan dah biyang kayo Epan ndak boyeh biyang biyang anti dimalahin ini tan katana lahasia." Serunya tak suka.

"Haha, Apin sama Epan bau amis. Kalian berak tapi belum cebok ya?" Keano yang sedang bermesraan dengan Kaile tiba tiba dikejutkan oleh penampakan kedua buntut anak perempuannya.

Apalagi kedua bocah itu saling melempar tatapan permusuhan.

"Ini anak anak pada berenang dikolam ikan," Ucapan Kirana membuat Kaile tersedak buah kismis yang ia makan.

Sedangkan Keano sudah tertawa terbahak bahak dengan menatap cucunya heran. Dirumah ini ada kolam renang, tapi kenapa cucunya ini malah berenang dikolam ikan? Mau cosplay jadi ikan dugong kembaran ikan duyung?

"Papa, Apin tadi pipis di kolam ikan." Adu Khevandra tiba tiba.

"Epan cepu,"


Apin menangis,
Epin pun jadi bahagia.

Sô MôtherWhere stories live. Discover now