"Lo kenapa jadi lesu gitu, deh? Doi ikut lomba harusnya seneng, semangatin kek sana!" suruhnya seraya mengetuk kepala Summer menggunakan pulpen.

Summer menegakkan tubuhnya. "Malu, dong. Di sini sekarang pasti banyak murid dari sekolah lain. Kalo dilihatin ba-"

"Bodoh, tinggal lo tarik aja tuh pembalap ke gedung belakang yang sepi, cipokan dah tuh lo berdua di sana!"

"Ih Sunny, mulutnya!" Summer mencubit lengan temannya dengan kesal. Sontak membuat perempuan dengan rambut sebahu itu meringis. Cubitan temannya ini memang tak pernah main-main.

"Udah sana temuin, kasih dia semangat. Olim dimulai beberapa menit lagi." Sunny bangkit menarik lengan Summer untuk bangkit. "Siapa tahu dia juga sekarang lagi nyariin lo. Gak mungkin, kan, dia gak tahu lo sekolah di sini."

Summer merenggut dan bangkit. Tatapannya jatuh pada tumpukan berkas yang begitu menumpuk. Sunny mengikuti tatapan itu lalu menghela napasnya.

"Gak usah dipikirin, nanti gue minta bantuan Archive."

"Gak papa?" Summer menggigit bibir bawahnya menatap Sunny tak enak hati.

Sunny menarik Summer keluar, dan mendorong bahu gadis itu. "Udah sana ah, lama amat, bye!" Pintu ruangan tertutup begitu kencang. Summer lantas mendelik kesal.

Matanya mengedar, memperhatikan banyak siswa berkeliaran. Di antara banyaknya peserta Summer tidak menemukan keberadaan pria itu. Kakinya entah mengapa tertuju menuju gedung di belakang dekat lapangan basket yang biasanya selalu sepi dan jarang dilewati banyak orang. Summer merasa pria itu berada di sana. Jika benar ia sungguh merasa bangga akan feelingnya yang begitu kuat.

Rahang Summer merenggang diikuti langkah kaki yang melambat. Pemandangan di depannya sungguh membuat dirinya bingung harus bereaksi seperti apa.

Di sana, di ujung lorong, sosok pemuda tengah duduk santai dengan hoodie hitam. Terlihat asap mengepul di wajahnya, sebuah rokok terapit di jari tengah dan telunjuk, mata kelamnya menatap datar kedatangan Summer.

"Kakak ngapain di sini?" Summer berjalan tergesa dan berkacak pinggang begitu mereka berhadapan.

Pria itu mendongak, menyesap rokok dan mengepulkannya ke samping. Kembali menatap perempuan di depannya begitu tenang, raut wajah menggemaskan itu sangat mengganggu pikirannya.

"Kenapa gak bilang kalau kakak ikutan lomba?" Manik itu kini memicing, mengundang kekehan pelan dari pria di depannya.

"Why?" tanya Anta rendah begitu serak. Tangannya bergerak menarik pinggang Summer untuk mendekat. Gadis itu berjengit kaget.

"Lepasin, nanti ada orang yang lihat." Summer berujar dengan gugup. Bagaimana tidak, pesona seorang Antartika selalu membuatnya mati kutu.

"Beautiful," gumam Anta seraya mengecup pinggang Summer yang terbalut jas biru tua.

Summer memejamkan matanya menetralisir detak jantung yang semakin menggila. Tapi lebih gila pria di depannya!

"Kakak sebaiknya masuk ke ruangan sekarang. Lomba bentar lagi mulai." Summer menangkup rahang tegas itu. Anta menatapnya datar. Namun Summer tahu maksud dari tatapan itu.

"Ck, iya semangat. Padahal gak aku kasih semangat juga Kakak bakal tetep juara." Summer merapikan rambut pria itu. Tapi kembali ia acak, karena Anta lebih tampan dengan rambut berantakan. Oh sial! Summer semakin terpesona.

Anta akhirnya bangkit, tak henti-hentinya memandang wajah manis Summer begitu dalam. Puntung rokok sudah ia matikan dan membuangnya asal. Kepalanya lalu menunduk, mengecup pipi gadis itu cukup lama. Lalu menjauh, mengacak rambut Summer dan berlalu meninggalkan senyum tipis.

Tubuh Summer melemas. Pesona pria itu, oh Tuhan! Tolong berikan Summer napas buatan.

...

Summer terlonjak kaget karena sebuah tepukan dibahunya. Gadis itu menoleh, mendapati teman satu kelasnya, Archive.

"Yang lain udah balik, lo kenapa masih di sini?" tanya pria itu.

"Lagi buat surat izin buat besok."

Archive menaikkan satu alisnya. "Izin? Tumben banget? Ke mana, tuh?" Membungkuk dan mendekatkan wajahnya.

Summer mendorong wajah itu menjauh. "Jangan kepo, deh. Sana pergi."

"Ck, kasih tahu dulu. Lo besok izin ke mana?" Archive terus mendekatkan wajahnya pada Summer. Raut wajahnya begitu kentara bahwa ia tengah dilanda penasaran.

Summer memutar bola matanya. Kembali menjauhkan wajah menyebalkan itu ia menjawab, "nonton turnamen balap."

Archive mengernyit. "Balap apaan? Motor?"

"Iya, udah sana ih kepo banget!" Summer menatap kesal Archive.

Tak berhenti disitu, Archive tersenyum lebar dan merangkul bahu Summer. "Kayaknya ada sesuatu, nih? Peserta lomba yang mana yang buat lo jadi tertarik nonton dan bela-belain izin begini?" bisik Archive dengan senyum jahil.

Entah kenapa pipi Summer mendadak merona. Gadis itu memalingkan wajahnya. Sontak membuat Archive semakin semangat menjahili Summer.

"Temuin gue sama dia dong, Sum."

Summer mendelik. "Kamu kenapa, deh? Kukuh banget daritadi. Aku mau nontonin siapa juga bukan urusan kamu. Sana, pulang gak?!"

Archive tertawa lepas melihat pipi gadis itu yang semakin merona. Mencubitnya dengan gemas.

"Archive, ak-"

"Ekhem."

Deheman yang terdengar begitu berat itu membuat kedua manusia tadi menoleh. Di ambang pintu seorang pria bersandar dengan tangan bersidekap dada. Terus menatap Summer dengan tenang. Namun tersirat memperingati sesuatu.

Sunmer sontak bangkit. Matanya mengerjap. "K-kakak masih di sini?" tanganya begitu gugup dengan tangan mengepal.

Antartika, pria itu melirik sekilas Archive yang sedaritadi menatapnya dengan cengo. Lalu berjalan dengan santai menarik pergelangan tangan Summer. Gadis itu hanya bisa pasrah menurut.

"E-eh, S-sum!" Archive kelabakan. Summer menoleh dan menjulurkan lidahnya. Keduanya hilang di balik pintu.

Archive berdecak. "Ternyata dia? Cih, kalo gitu gue nyerah sebelum bertarung!"

...

Vote nd komen jangan lupa!!

Follow Instagram :
@mynoteday_

ANTARTIKA (Pindah ke Fizzo)Where stories live. Discover now