Dua Puluh Tujuh - Pluviophile

282 38 39
                                    

Dependent - Keenan Te



Awan menaruh ponselnya setelah Kanna memutuskan percakapan mereka begitu saja, tanpa menunggunya menjawab terlebih dahulu.

Ada sesuatu yang mengusiknya tadi.

Tentang Gemintang yang tiba-tiba saja berubah perangai. Juga tentang telinganya yang ia yakini tidak salah dengar.
Yaitu, Gemintang menangis sambil menyebut memanggil Ayahnya.

Awan masih ingat sekali, kala Kanna berkata bahwa Nanda tengah menghadiri acara jumpa Penggemar saat ini. Namun mengapa ada laki-laki itu tadi?
Atau mungkin Nanda sudah pulang, lalu menganggap sambungan video-nya bersama dengan Gemintang bukan lah sesuatu yang patut dikhawatirkan?

Kalau begitu adanya...

Berarti...

Awan menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

Jangan coba-coba untuk memulai lagi, oke?

Awan berusaha sekali menahan hatinya agar tak lagi lari dari pasungan, meloncat keluar tidak tahu diri, mencoba menemukan kembali kesempatannya bersama dengan Nanda, lalu meminta kembali hati laki-laki itu untuk kembali ramah kepadanya.

Satu tahun sudah ia lalui dengan susah payah.

Menekan perasaannya yang putus asa tentang hatinya yang masih dihuni oleh Nanda dengan semena-mena. Mencoba melupakan segalanya yang telah mereka lalui.

Bukan hal yang mudah baginya.

Ini bahkan lebih berat ketimbang ia menemukan dirinya sudah tak lagi memiliki orang tua ketika dulu.

Lebih mudah bagi Awan ketika harus melupakan seseorang yang memang sudah pergi dan tak ada lagi di dunia ini, dibandingkan harus mengetahui bahwa seseorang yang jelas ia cintai mati-matian masih bernafas pada belahan bumi yang lain.

Masih tak tergapai.

Tak tersentuh.

Dan tak mengetahui perasaannya yang malah tumbuh kian besar hingga detik ini.

"Mas Awan, mau balik sekarang? Nanti malam jadi ikut, kan, lo?"

Awan menolehkan kepalanya ke arah Dikta yang baru saja kembali dari tugas lapangannya. Kemudian tak berapa lama muncul juga Syifa, yang merupakan karyawan paling senior di kantor cabang mereka ini. Orang yang sama dengan yang tadi sempat menginterupsi obrolannya bersama dengan Gemintang.

Malam ini seharusnya mereka gunakan untuk merayakan sesuatu menyangkut ulang tahun salah satu Karyawan senior lainnya, namun Awan menemukan dirinya tak bersemangat seperti sebelum mendengar tangisan Gemintang.

"Gue boleh skip enggak, sih?" Tanyanya tanpa pikir panjang. "Mood gue tiba-tiba ilang."

Dikta dan Syifa saling berpandangan sejenak. Bukan hal yang baru bagi mereka kalau Awan tiba-tiba berubah pikiran seperti ini. Ada saja yang mampu membuat mood laki-laki itu berubah dengan sangat tiba-tiba. Namun untungnya, Awan bukan lah sejenis teman yang menerima ajakan mereka, lalu memilih bertahan dengan mood-nya yang seperti itu ditengah-tengah perayaan mereka. Akan bagaimana jadinya suasana acara mereka nanti? Tentu saja akan sangat tidak enak.

Jadi Dikta dan Syifa memilih kembali menuruti Awan.

"Lo enggak apa-apa di mess sendirian, Mas? Yang lain juga pada ikut, soalnya." Jawab Dikta. "Kalau butuh apa-apa, langsung telepon gue, ya?"

The Smell of Rain - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang