Sembilan - Retrograd

337 40 32
                                    

Awan menggerakkan kursornya dengan begitu serius, diapit oleh Kiki dan Ernest di sebelah kanan dan kiri tubuhnya. 

Wajah keduanya sama-sama berkonsenterasi penuh mengikuti si yang memiliki hajat siang ini, yaitu Awan, dalam mencari sebuah informasi yang cukup akurat tentang sesuatu.

Ketiganya sepakat untuk datang ke kantor pada akhir pekan begini. Menemani Kanna yang diminta bekerja demi menyelesaikan beberapa deadline dengan orang kreatif dan IT, mengenai Bazaar offline yang akan diselenggarakan pada hari Senin nanti. Yang mana bukan merupakan bagian dari pekerjaan ketiga anggota team-nya yang lain.

Bukannya mereka tidak mau membantu, namun terkadang Awan, Kiki dan Ernest malah akan sangat merepotkan Kanna yang sedang berkonsenterasi penuh dengan bagiannya.
Jadi Kanna memutuskan untuk menyelesaikannya sendiri, hingga malam kalau perlu, karena ketiga laki-laki itu sudah berjanji akan menemaninya ber-malam minggu di kantor saja.

Maka dari itu Awan, Kiki dan Ernest yang siang ini terlihat sangat rakus menyantap makanan ringan yang memang sengaja dibelikan oleh Kanna sebagai tanda terima kasih karena sudah mau menemaninya lembur, kini terlihat asyik entah melakukan apa di hadapan komputer di dalam bilik milik Awan yang berukuran seadanya untuk menampung tubuh mereka yang tidak bisa dikatakan kecil.

Awalnya hanya sebuah ketidak sengajaan.
Awan hendak mencari beberapa keyword yang menghubungkannya dengan informasi pribadi milik Nanda, ketika Kiki mengambil duduk tepat di sampingnya.

Kiki bukan lah teman kantor yang usil. Hanya saja ketika malam tahun baru kemarin itu, dirinya memang sudah mulai penasaran tentang bagaimana sikap Awan memperlakukan Nanda.

Tolong digaris bawahi. Memperlakukan Nanda. Bukan Gemintang.

Jadi kini Kiki memutuskan untuk berterus terang tentang rasa penasarannya itu.

"Dewasa," adalah kata pertama yang Awan tuturkan pertama kali ketika Kiki bertanya mengapa dirinya begitu peduli dengan Gemintang dan Ayahnya, walau sepertinya Awan sempat salah menangkap maksud teman dekatnya itu.

"Siapa yang dewasa? Gemintang?" tanya Kiki lagi dengan lebih jelas.

Namun sepertinya Awan masih terdistraksi dengan banyaknya artikel yang ia peroleh atas keinginannya untuk mengenal Nanda lebih layak, "Ayahnya lah, Nungki ganteeeng... Jangan bikin sange, yak... Diem."

"Sumpah, serem, Wan, asu!"

"Makanya, diem!" Jawab Awan sedikit ketus karena dipaksa membagi perhatiannya yang tengah fokus.

Lalu tak berapa lama kemudian, Ernest pun melakukan hal yang persis sama dengan Kiki, menanyakan sesuatu mengenai, "Kanna udah tau, Mas Awan?" Setelah mendudukkan tubuhnya di sisi yang berlawanan dengan Kiki, dengan kedua tangannya membuka sebuah kemasan kaleng kopi instant yang belakangan menjadi favorit mereka ber-empat.

Awan menggelengkan kepalanya, "gue belum pernah cerita sama Kanna soal gue tertarik sama Nanda. Ngeri Kanna enggak suka," jawab Awan dengan intonasi suara yang lebih kecil dari sebelumnya. Takut-takut kalau Kanna ternyata mencuri dengar obrolan mereka bertiga. Jelas Awan tidak di dalam mood-nya untuk tertangkap basah.
Tidak sekarang.

"Umurnya udah lumayan tua, tapi muka masih kinyis-kinyis, Wan," Kiki mengatakan kalimat barusan dengan mulut yang belepotan remahan, "canda, kinyis~"

"Enggak lucu, Ki," jawab Awan acuh tak acuh, yang lalu ditimpali suara tawa milik Ernest.

"Lagian, diam-diam menghanyutkan, sih, lo..." Kiki masih tidak mau kalah, "pantesan dikit-dikit nanya ke Kanna..."

"Gemintang butuh dijemput enggak, Na?" Selak Ernest sambil menirukan pertanyaan Awan yang belakangan sering Awan utarakan berulang kali kepada Kanna nyaris setiap sore, ketika hampir jam pulang kantor.

The Smell of Rain - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]Where stories live. Discover now