20. Keenan yang labil

1.8K 198 12
                                    

Vote.

Baru banget bisa update. Mood bener-bener ngga banget. Jadi... ayo comment!!!

Selamat membaca🦋

Tidak tahu jika akhirnya akan seperti ini. Diambamg penyesalan serta diapit oleh sebuah kerinduan, Keenan merenung. Laki-laki baik yang bimbang oleh hatinya sendiri, Keenan yang malang. Keenan dengan sosok penyesalan.

"Bunda jangan khawatir, Keenan disini jagain Haza. Bunda baik-baik disana." Sebenarnya lelaki itu malas untuk berbicara lebih dalam, tetapi itu lah Santi, tak akan membiarkan satu kata pun Keenan untuk mengeluh.

"Oke, Sayang. Ngomong-ngomong, Haza tadi Bunda kirim pesan, kok nggak dijawab, ya?"

Keenan mengerutkan dahinya sebelum akhirnya mengerti akan kesalahpahaman ini. "Ponsel Haza di Keenan, Bund. Kenapa?"

"Oh, di kamu. Kamu balikin aja ke Haza, gimana?" jawab Santi. "Kalau nggak gitu, kirim nomor Haza ke Bunda."

"Bunda ada perlu apa sama Haza?" tanya Keenan penasaran.

"Nggak ada apa-apa, sih. Cuma kangen aja."

"Nanti Keenan kirim, sekarang Ken tutup dulu, ya?"

Santi terkekeh ringan di seberang telepon. "Kamu mau kemana, sih? Kayak buru-buru banget."

"Mau ke rumah Haza."

Sebenarnya tadi. Hanya saja, nampaknya Haza pergi keluar dengan Nichol. Gadis itu terlalu jauh untuk melangkah, sampai melupakan sosok dirinya.

"Ken, jaga Haza, ya. Bunda tau kamu nggak bakal bisa hidup tanpa dia," kata Santi diakhiri dengan kekehan kecil.

Keenan ikut tertawa. Tanpa disuruh pun, ia juga akan melakukannya. Namun, hidup Haza tidak lah sepanjang yang mereka kira.

"Ken. Jangan terlalu cinta sama Haza. Bunda yang tau akhirnya."

***

Setetes rintik demi rintik hujan mulai berjatuhan. Langit yang mulai gelap, bahkan ayam yang sudah pergi mencari tempat ternyamannya masing-masing. Haza mempererat genggaman jemarinya yang saling bertaut.

"Keluar, enggak. Keluar, enggak. Keluar, enggak," kata gadis itu mengundi nasib.

Diluar, ada Keenan yang datang. Haza pusing harus melakukan apa, bagaimana pun kesalahan Keenan terbilang fatal. Tidak, mungkin memang benar kata Zahra, dirinya saja yang lebay.

"Oke keluar," final Haza pada akhirnya.

Mata cokelat terang itu memancar, tetapi seketika redup mendapati seorang lelaki yang tengah bersandar di kursi ruang tamunya.

"Ken!" Haza menepuk pundak Keenan pelan, tetapi mampu membuat lelaki itu terbangun seketika.

Mengucek sedikit matanya, Keenan tersenyum. Senyuman yang beberapa hari sudah tidak timbul. Berdiri dari duduknya, Keenan menatap Haza dengan lekat. Mengamati setiap inci ciptaan tuhan yang sangat indah. Haza dengan ketidaksempurnaannya.

"Za, akhirnya lo dat—"

"Lo bisa pulang," kata Haza, mengusir. Raut wajahnya tegas, tidak bisa terbantahkan.

Keenan menggeleng lesu. "Za ... Maaf untuk kemarin. Gue nggak bermaksud, tapi gue mohon jangan buat jarak antara kita, Za."

Mendengar itu, Haza terkekeh sinis. Omong kosong, kebasian, kemunafikan dan kebohongan. Itu semua menjadi satu dan ... lengkap! Waw.

"Buat jarak?" tanya Haza. "Yakin? Bukannya lo yang ngebuat jarak itu, Ken?"

"Kesannya lo malah jadi playing victim, Ken." Menjangkau segelas air putih yang diberikan oleh pembantunya, Haza meminumnya dengan sekali tegukan.

"Jangan buat gue jadi salah disini. Jelas-jelas lo yang salah!"

Keenan membuang napasnya berat. Akan sulit jika menghadapi Haza yang sedang marah, gadis ini terbilang egois, sangat. Jangan berharap akan memberikan kata maaf dengan mudah. Apalagi ia sudah mengulanginya berkali-kali.

"Lo boleh nggak percaya sama gue, tapi jangan jauh dari gue, Za."

Hening. Tidak ada jawaban dari Haza.

"Oke. Gue salah. Gue salah. Terlalu open dan terlalu nggak enakan sama orang lain? Itu kan yang ada dipikiran lo? Tapi, Za, gue murni bantu mereka, bukan buat cari simpati," kata Keenan frustrasi.

Keenan sadar, dia sadar jika keterlibatannya dalam membantu orang akan berdampak pada Haza. Gadis itu selalu terkena imbasnya. Namun, Keenan tetap tidak bisa jika tidak melakukan itu.

"Oke. Kali ini, gue maafin," balas Haza pada akhirnya.

Haza tidak bisa melihat wajah lesu yang ditujukan Keenan untuknya. Gadis itu terlalu takut. Takut akan Keenan yang akan pergi dari hidupnya. Haza takut.

Keenan yang semula menunduk lesu, kini mengangkat kepalanya kaget. "Serius? Nggak bercanda?" tanyanya yang dibalas gelengan geli oleh Haza.

Mengangkat tangannya menuju kepala Haza, Keenan mengelus rambut gadis itu dengan kasih sayang. Di dekatkannya tubuhnya, Keenan memeluk Haza. Pelukan yang beberapa hari ini sudah tidak ia dapatkan.

"Mau beli makanan di luar?" tanya Keenan.

Haza berpikir sejenak. "Boleh," kata gadis itu lalu berniat untuk berganti pakaiannya.

Keenan tersenyum cerah. Dilepaskannya pelukan itu. Namun, dering ponsel dari Keenan membuat kedua insan itu terdiam. Haza sudah menebak.

"Angkat dulu. Siapa tau, penting," ujar Haza, terkekeh.

Keenan mengangkat ragu ponselnya. Dengan sekali tatapan, lelaki itu tampak menengang. Keenan memandang Haza, lagi.

"Za...."

Haza menaikkan sebelah alisnya. "Apa?" tanya gadis itu. "Mau keluar? Silakan, Ken."

Keenan mengembuskan napas gusar. Laki-laki itu mendekat, mengecup Haza dengan terburu-buru.

"Za, maaf."

TBC

Jangan lupa vote and comment dan juga share cerita ini, sebelumnya terima kasih🦋

COMMENT NEXT!!!

TriangleOn viuen les histories. Descobreix ara