𖠾24𖠾

5 2 0
                                    

Andi menghela napas sangat panjang seperti orang yang baru saja melepaskan beban yang selama ini ditanggung. Ia tidak menanggung beban apa pun selain dirinya, ia hanya merasa sangat buruk.

Ketika ia mendengar suara lantang dari Jullia, dari sana ia merasa bersalah pada Evan. Itu salahnya karena membuat suasana menjadi canggung dan aneh. Ia tidak bermaksud demikian, tapi siapa sangka malah menjadi memburuk.

Setelah kejadian itu, sudah hampir lima hari Jullia tidak datang ke studio Evan. Sekolah kembali dilakukan secara daring karena akan disterilisasikan dan akan digunakan untuk ujian dari sekolah lain. Meskipun begitu, seharusnya Jullia tetap datang ke studio Evan walau hanya sebentar.

Gadis itu tidak memberikan pesan apa pun kepada siapa pun. Lalu Andi semakin memikirkannya.

"Terima kasih atas bantuanmu, Andi. Karena dirimu dan Evan kasus guru yang mogok mengajar ini bisa diselesaikan."

Andi menegakkan kepalanya, menatap sosok gadis berkacamata yang tidak lain dan tidak bukan adalah Jihan, sang ketua OSIS. Ia hampir melupakan di mana dirinya berada.

"Karena hal seperti ini, saya merasa sekolah harus meluluskan saya tanpa ujian," balas Andi sembari membantu Jihan merapikan kertas yang berada di atas meja.

Jihan tertawa singkat, lebih seperti terpaksa tertawa pada balasan Andi. "Jika saja bisa, saya akan melakukannya."

Andi mengambil satu kertas terakhir yang bertuliskan laporan pengamatan, lantas meletakkannya di bagian paling depan. "Sepertinya tugas ini adalah tugas terberat di masa jabatan terakhir Kakak," ujar Andi. Ia menatap lamat-lamat lembar kertas yang ia pegang itu, kemudian mengalihkan pandangannya menatap Jihan yang tidak langsung membalas ucapannya.

"Iya. Kemudian pemilihan dari ketua OSIS untuk jabatan selanjutnya. Memang tidak bisa langsung jadi ketua OSIS, tapi bisa jadi kandidat yang kuat. Padahal saya ingin memilih Evan, tapi anak itu sudah memutuskan untuk tidak ingin terlibat dengan OSIS lagi."

Andi mengangguk pelan, mengerti maksud dari Jihan. Andi menundukkan kepalanya. Mengingat apa yang terjadi pada Reina merupakan hal yang menyakitkan untuknya juga. Namun Andi tidak sampai seputus asa Evan. Ia terus bergerak meskipun jarum panjang pada jamnya berhenti.

"Apakah Jullia sama seperti gadis waktu itu?"

Andi terdiam sejenak, perlahan ia mengangkat kembali kepalanya, menatap tatapan Jihan yang penuh penasaran. Ia mengepalkan tangannya, lantas berdiri.

"Saya tidak tahu. Jika tidak ada lagi saya permisi, Kak. Masih banyak yang mau saya urus."

"Jullia mendapatkan undangan untuk pertukaran pelajar ke luar negri. Ini hanya informasi yang saya dengar dari tata usaha sekolah saat meminta cap. Tapi saya tidak tahu apakah Jullia menerimanya atau tidak. Hanya itu saja."

Andi yang sempat terhenti saat membuka pintu, kembali melanjutkan perjalanannya, keluar dari ruangan OSIS yang sedikit menyesakkan untuknya itu. Kakinya melangkah dengan sangat cepat, melewati ruangan demi ruangan yang hening tanpa suara apa pun.

Informasi yang keluar dari mulut ketua OSIS itu sungguh membuatnya kaget. Gadis yang selama beberapa minggu membantu Evan itu tidak pernah menceritakan apa pun. Bahkan jika diingat lagi olehnya, Jullia tidak menjawab apa pun atas pertanyaan Nana ketika ditanya apa yang ingin mereka lakukan setelah lulus.

Langkah kakinya terhenti. "Apa selama ini dia tidak datang karena mengurus surat-surat pertukaran itu? Kenapa nggak ada ngabarin sama sekali?"

Napasnya yang sedikit menderu karena terhalang masker itu perlahan mulai merasakan aliran udara dengan sangat nyaman. "Emangnya kita siapa? Mungkin di pikiran Jullia, kami hanya pegawai lainnya di insdustri tempatnya bekerja. Tentu saja, untuk apa memberitahu kami?"

Terpaksa Melanjutkan Komik Karena Salah Akun✅Where stories live. Discover now