Bima mengepal hebat tangannya sendiri. "Jangan mentang-mentang Pak Rasya saudara lo, lo seenak hati ngaduin Hanun supaya dia keluar dari GT---Garuda Trijaya." Pak Rasya adalah pamannya Sabina, beliau lah sang pemilik dari SMA Garuda Trijaya.

"Itu hak gue, urusan lo apa?"

"Sebenci itukah lo terhadap Hanun?" Bima kembali menatapnya penuh dengan kebencian.

"YA! GUE BENCI DIA! GUE GAK SUKA KETIKA DIA ADA DI SINI, GUE GAK SUKA KETIKA DIA HARUS BERSAMA LO," teriak Sabina. Ia sangat marah, wajahnya terlihat garang, uneg-unegnya telah ia keluarkan di depan orang yang dicintainya.

Mendengar itu, Bima menatapnya sendu. "Kalau saja lo gak egois, mungkin saja kita bisa seperti dulu lagi."

"Menjadi sahabat bukanlah hal yang buruk Sabina," lanjutnya dengan suara lirih.

"Pilih Hanun keluar dari sekolah, atau menerima cinta gue?" tegas Sabina mengalihkan pembicaraan.

Deug.

Hati Bima berdegup keras.

"Kenapa diam?" tanya Sabina disaat Bima terdiam membisu.

Bima kembali tersadar dari lamunannya. "Sampai kapanpun Hanun takan pernah keluar dari Garuda Trijaya."

"Ternyata memang benar apa yang diucapkan Om Hanz, kamu itu tidak pernah valid dalam membuat keputusan," lirih Sabina sambil berjalan melewati Bima. Hatinya rapuh sekali disaat Bima tidak memilihnya.

Sabina berlari untuk kembali ke mobilnya. Tangisannya terus menderas membasahi pipinya.

Bima sedikit merasa bersalah terhadapnya. Ia mulai mengejarnya. "Sabina tunggu!" teriak Bima.

Akan tetapi Sabina telah lebih dulu masuk ke dalam mobilnya, Bima sedikit terlambat mengejarnya. Kemudian, Bima berbalik arah menuju mobilnya untuk mengejar Sabina.

Dari kejauhan Hanun melihat mereka bertengkar, ditemani oleh Mang Sobri si tukang sate langganannya. Hanun bersedih hati, wajahnya ia tekuk ke bawah.

"Cinta tak selamanya indah, Dek," ujar Mang Sobri sambil menepuk pundak Hanun.

Hanun mendongak dengan senyum tipis-tipis. Padahal hatinya kecewa. Bima meninggalkannya sendirian di tempat. Oh kasihan ... oh kasihan ...

***

Mpssh

"Neng," sapa tukang ojeg.

"Iya, Bang?" balas Hanun.

Tukang ojeg tersebut melambatkan laju motornya.

"Lho, kenapa berhenti, Bang?" tanya Hanun.

"Kayaknya bannya kempes, Neng." Abang-abang Tukang ojeg tersebut berhenti di tengah perjalan.

"Maaf, Neng, Abang coba lihat dulu, ya," sambungnya kemudian melirik-lirik ban depan-belakangnya.

Keduanya pun turun dari motor, si abang tukang ojeg melihatnya dengan teliti.

"Yaaaah... Neng, beneran bocor, nih, bannya," keluhnya sambil menekan ban belakang.

"Terus gimana dong?" tanya Hanun.

"Kudu di tambal ini mah," balasnya dengan suara kecewa.

Abang tukang ojeg melirik jalanan mencari tukang tambal ban, kebetulan sekali, di pandangannya melihat tukang tambal di depan.

"Tuh di depan ada, Neng!" Tunjuknya mengarah ke tukang tambal ban.

Hanun mendongak melebarkan senyumnya. "Syukur lah," batinnya dalam hati.

RUNTUHWhere stories live. Discover now