#11 Merah, Kuning, dan Kelabu

123 6 0
                                    

Sedikit singkat, tapi ini untuk kamuuu yang udah sabar.

Selamat Berfantasi

***

Jikalau manusia dilambangkan dengan warna, maka warna itu akan menjadi merah, kuning, dan kelabu. 

Si merah. Tempatnya semangat, berani, dan gigih. Apinya tidak pernah surut, walaupun hujan datang dan membasahi semua yang menyala. Tidak ada hari tanpa gembira, hidupnya penuh dengan bumbu sukacita. Semua akan jadi indah kalau ia ikut serta. 

Beralih dari merah, ada kuning yang selalu ceria. Hidupnya diwarnai banyak seru dan senang. Sama seperti warnanya yang cerah, hari-harinya juga begitu. Menjunjung tinggi kedamaian dan percaya diri. Kuning adalah mereka yang selalu bergairah untuk menjalani hidup. 

Walaupun kuning tidak seberani merah, ia tetap spesial dengan caranya sendiri.

Di antara dua warna itu, nyatanya ada satu lagi. Satu warna yangh tidak bisa dijelaskan. Warna yang terlihat membosankan, dengan dua percampuran warna lain yang sama-sama tak menarik. 

Kelabu namanya. 

Kala putih dan hitam menyatu, kelabu akhirnya tercipta. Mereka adalah manusia-manusia setengah harap yang mati rasa dan raga. Manusia yang hatinya penuh dengan hampa. Tidak punya banyak semangat, kelabu hanya bisa diam di tempat. Menerima semua hal yang tidak disukainya, mentah-mentah. 

Di tengah padatnya kota Jakarta yang penuh dengan sorot  terang milik lampu jalanan, Marco menjadi kelabunya. Laki-laki setengah asa itu menyandarkan tangannya pada tralis jembatan layang di tengah jalan. 

Rambut hitamnya menjadi berantakan. Tidak beraturan karena terkena terpaan angin malam. Obsidian pekat miliknya meraja rela, menyusuri apapun yang dapat dijangkaunya kali ini. Mulai dari lampu jalanan yang setengah redup, sampai pada kendaraan yang berlalu lalang melintas di bawahnya. 

Tidak lama setelah itu, Marco merogoh kantung kemejanya. Mengambil satu kotak benda nikmat pendosa dunia dari dalam sana, bersamaan dengan satu pemantik berwarna hitam yang ia dapatkan di supermarket beberapa waktu lalu. 

Tumpukan lelah yang menggunung berhasil lenyap sejenak, kala Marco menghidupkan pemantiknya dan mengarahkannya pada satu batang rokok. Gumpalan-gumpalan khawatir yang membekas erat dalam benaknya pergi berlalu, tepat ketika ia mengisap dengan dalam dan mengembuskan asap rokoknya menjadi kepulan abu yang tak bernyawa. 

Pikirannya melayang pada berkas skripsi bab pertama yang baru saja ia kerjakan hari ini. Rasanya lega, tetapi takut juga. 

Marco tidak siap menerima fakta, kalau setelah skripsi menyebalkan ini sampai pada kesudahannya, ia harus beranjak. 

Ia harus pergi menjemput sebuah pasti di tempat yang tidak ia ketahui. Memastikan kalau ia akan jadi orang, bagaimana pun caranya. 

Sulit. Marco kesulitan. Ekspektasi Jayden mengenai masa depannya begitu membumbung. Marco takut akan berakhir menjadi kecewa untuk sang papa. 

Laki-laki berumur dua puluh dua itu menyugar surai hitamnya ke belakang, lalu meneguk ludah satu kali. Merenungi hal-hal yang sempat ia lewatkan beberapa hari ini. 

Kala bulan semakin benderang, satu nama terlintas dalam benak Marco. 

"Adek," gumamnya pelan. 

Kejadian dua hari lalu, di mana ia berlaku sedikit kasar pada Kencana berlalu lalang dalam pikirannya. Membuat batinnya dilandah gundah. Terlebih lagi ketika menyadari, bahwa Kencana akhir-akhir ini memang lebih banyak berdiam diri. 

Kita dan SekatWhere stories live. Discover now