#5 Awal yang Buruk

121 10 0
                                    

Lagu yang di mulmed bener-bener random. Tapi aku rasaa, cukup cocok untuk jadi temen kalian pas baca bagian ini hehe. 

⚠ Contains a lot of cursing word ⚠

Selamat berfantasi!


***

"Ini pacarnya Papa kenapa pakai seragam begini? Kan, sudah dibilangin. Hari ini nggak usah sekolah dulu, Sayang," ujar Jayden, dengan kedua tangan yang sibuk mengikuti anaknya yang hendak melangkahkan kaki keluar dari kamar. 

Pukul enam di pagi hari, gadis dengan surai hitam itu sudah bersiap dengan balutan seragam putih abu. Kencana terlihat cukup kerepotan membawa tas ransel dengan tangan kanan, membuat Jayden bergerak untuk mengambil alih tas anaknya. Batinnya mendadak panik kala Kencana berjalan terpincang-pincang untuk menuruni anak tangga. 

"Sebentar-sebentar, Papa gendong dulu." Tanpa menunggu persetujuan, Jayden mengangkat tubuh mungil Kencana ke dalam gendongannya. Menuruni tangga dengan super hati-hati. Menulikan kedua indra pendengarannya dari runtutan tutur sang anak yang meminta untuk diturunkan. 

"Adek bisa sendiri, Papa! Turunin aja, ih!" Suara nyaring Kencana terdengar sampai ke lantai bawah, di mana Marco dan Javas sama-sama fokus dengan rutinitas pagi masing-masing. 

Di dekat ruang keluarga, Javas terlihat memanfaatkan paginya dengan melakukan beberapa kegiatan olahraga. Laki-laki berambut kecoklatan itu tengah melakukan push up, tanpa sehelai benang pun melapisi tubuh bagian atasnya. Kedua telinga Javas tersumbat AirPods berwarna hitam dengan volume suara cukup keras. Tidak mau diganggu oleh siapapun untuk saat ini. 

Berbanding terbalik dengan Marco. Laki-laki itu terlihat tidak bersemangat dan masih setengah mengantuk. Ia duduk di meja makan sembari menatap lukisan bergambar buah yang terletak di dinding. Dalam balutan kaus putih dan celana jogger abu, Marco berusaha mengumpulkan kesadarannya dalam diam. 

Kehadiran Kencana dalam gendongan Jayden dan betapa gaduhnya suara mereka, membuat kesadaran Marco meningkat seratus persen. Ia bahkan berpindah untuk duduk tepat di sebelah sang adik. Memperhatikan penampilan Kencana dari atas sampai bawah. 

Alisnya mengernyit heran. "Sekolah? Ngapain?"

"Belajar, lah, Kakak."

"Bukannya Papa bilang jangan sekolah dulu?" Marco melirik Jayden sekilas untuk meminta kejelasan. Jayden hanya geleng-geleng kepala dan menjawab, "Adikmu ini. Susah sekali dikasih tau. Papa ke kamarnya tadi pagi, anaknya sudah pakai seragam. Sudah tenteng tas mau ke bawah. Tolong dimarahin aja, Kak."

Wajah Kencana merengut kesal mendengar jawaban sang Papa. Kalau Marco sudah turun tangan langsung, ia sedikit segan dan takut. Peringai Marco ketika marah benar-benar menyeramkan di matanya. 

Alasan satu-satunya yang membuat Kencana tetap bertekad untuk berangkat adalah tugas Fisika milik Sasa dan kawan-kawannya. Ketiga orang itu masih mempertahankan tabiatnya untuk menyerahkan seluruh tugas sekolah pada Kencana. Membiarkan gadis itu mengerjakan tugas mereka dengan cuma-cuma. Kencana bahkan mengorbankan diri untuk bangun pukul tiga pagi dan menyelesaikannya dengan cepat. 

Semuanya hanya untuk hidup tenang. Hanya untuk mendapatkan satu hari tenang tanpa perlakuan kasar dan kata-kata terlampau menyakiti dari ketiga orang itu. 

Kita dan SekatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang