#19 Maaf Pun Tak Akan Cukup

31 7 0
                                    

Haloo! Selamat Berfantasi!🫶🏻

***

Kencana mengerjapkan matanya pelan. Cahaya matahari khas pagi masuk perlahan menerobos indra penglihatannya. Menghasilkan bias cahaya berwarna kuning yang hangat.

Tubuh ringkihnya terasa sangat sakit. Rasanya seperti jatuh dari ketinggian 2 meter. Remuk sana sisi. Kencana sampai meringis berulang kali, kala menggerakkan tubuhnya sedikit ke arah kanan.

"Adek?"

Samar-samar, suara berat milik Javas masuk ke dalam indra pendengarannya. Membuat Kencana tidak ragu untuk mulai membuka matanya.

"Ab-abang,"

"Iya, Abang di sini. Mana yang sakit?" tanya Javas, sembari mengusap kepala Kencana.

Kencana meringis sekali lagi, saat berusaha untuk mengubah posisinya menjadi duduk. Ia refleks memegang kepalanya yang terbalut perban berukuran sedang. Javas mendadak khawatir.

"Adek? Kenapa? Pusing? Kepalanya pusing, ya?"

"Ssshhh..." lirih Kencana, sembari memegangi kepalanya.

"Abang panggil Kakak, ya?"

Kencana menggeleng, sembari masih sedikit meringis. Javas yang berada tepat di sampingnya, langsung merangkul pinggang sang adik dan membantunya untuk duduk.

Walaupun kepalanya terasa nyeri, Kencana masih terbayang-bayang dengan ucapan Jayden tadi malam. Kata-kata Jayden kemarin, bahkan lebih menyakitkan dari semua sumpah serapah yang Kencana dapatkan dari Sasa dan kawan-kawan.

Kata Jayden, Kencana harus hapus sedihnya rapat-rapat supaya tidak membuat semuanya sedih. Kencana sudah tidak boleh ingat-ingat Anya lagi.

Dan ketika ia bangun beberapa waktu lalu, bukan hanya tubuhnya saja yang menderita, tapi hatinya juga. Bahkan, luka-luka lebam yang ia dapatkan dari Jayden tidak berarti apapun. Batinnya jauh lebih hancur dari apapun yang remuk saat ini.

"Masih pusing?" tanya Javas. Laki-laki bertubuh kekar itu sedikit menunduk untuk melihat raut wajah adiknya. Melihat Kencana menggeleng kecil, Javas sedikit lega. Ia mengusap kepala Kencana dengan lembut.

Setelah tidak membuka suara sejak tadi, kali ini, Kencana memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu pada Javas. Sesuatu yang Javas sebenarnya tidak mau dengar. Namun, Kencana juga tidak mau menang sendiri lagi. Tidak mau Jayden kembali menyalahkannya karena ia begitu egois tentang perasaannya perihal kehilangan seorang ibu.

Hubungan Jayden dan Javas harus baik dan Kencana tidak mau Javas menjadi anak durhaka karena menaruh dendam pada Jayden.

"Abang,"

Mendengar panggilan terlampau lembut itu, Javas kembali menunduk untuk mengarahkan atensi sepenuhnya pada sang adik. "Kenapa? Sakit lagi kepalanya? Sini Abang usap-usap lagi."

"Nggak kok, Abang. Nggak papa. Udah." Kencana mengambil tangan Javas dari kepalanya, lalu bergerak untuk mengusap tangan itu dengan penuh kelembutan. Melihat bagaimana Kencana menatapnya, Javas sudah tahu arah pembicaraan mereka setelah ini.

Kencana menghela napas dan berujar, "Abang, ini bukan salah Papa."

Mendengar Kencana menyebut nama papanya, rasa marah dalam diri Javas memaksa untuk naik ke permukaan. Tapi, kala melihat wajah Kencana dan merasakan usapan lembut gadis itu pada tangannya, Javas mengaku kalah.

Ia dipaksa untuk mundur telak. Emosinya meredam seketika. Alih-alih meluap, Javas justru memperhatikan wajah adiknya dengan seksama. Menunggu kalimat selanjutnya yang akan keluar dari bibir ranum Kencana.

Kita dan SekatNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ