#7 Jumat untuk Kanaka

120 7 2
                                    

Halo! Happy weekend temen-temen!

Selamat Berfantasi

***

"Bang, Papa minta tolong panggilin adeknya, dong. Kok, lama sekali mandinya, ya?" pinta Jayden, dengan raut wajah yang terlihat gusar. Sudah lebih dari setengah jam, ketiga perkasa Kanaka ini menunggu Kencana selesai dengan urusannya di ruang tamu. Ditemani dengan sebungkus kuaci, mereka duduk dengan sabar di atas sofa. 

Jayden, Javas, lalu Marco. Begitulah kira-kira urutan tempat duduk mereka saat ini. Papa dan anak-anak ini sudah siap dengan pakaian cukup santai, tetapi masih terhitung rapih. Terlebih lagi Jayden. Sekalipun usianya sudah sampai pada angka empat, ia tidak pernah ragu untuk menyamakan gaya berpakaian dengan kedua putranya. 

Tanpa banyak kata, Javas bangkit dan melangkahkan tungkainya menuju lantai atas. Mendekat ke arah kamar Kencana yang terletak di pojok ruangan.

"Adek," panggil Javas, kala kakinya sampai tepat di depan pintu bercorak putih milik kamar sang adik. Tidak mendapatkan repson, Javas memutuskan untuk mengarahkan tangannya ke depan pintu. Mengetuk pintu kamar tersebut beberapa kali.

"Udah belum? Papa udah bete nungguinnya."

Di balik pintu, Kencana terlihat menggunakan kemampuannya untuk bergelut dengan alat rias. Mengoleskan krim berwarna cokelat terang pada bagian bawah matanya. Berusaha keras menghapus kantung mata yang membengkak di sana. 

Sesekali, ia berhenti sembari memandangi diri di kaca. Untuk memastikan kalau wajahnya tidak terlihat seperti mayat hidup lagi. 

Sama seperti hari-hari sebelumnya, Jumat milik Kencana dipenuhi dengan sakit dan sedih. Gadis itu kembali mendapatkan cacian, hinaan, dan perlakuan kasar di sekolah. Kembali merasa tak berdaya, tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong dirinya sendiri. 

Namun, hari ini, bukan lagi raga yang mereka incar sebagai bahan hiburan, melainkan jiwa Kencana. Sasa dan kedua orang temannya berhasil menghancurkan mental gadis ringkih itu dengan beberapa kalimat terlampau keji. Kalimat yang sukses membuat Kencana pulang dengan perasaan kacau, bersembunyi di balik selimut selama berjam-jam untuk menangis dan mengadu pada Tuhan tentang ketidakadilan yang ia dapatkan selama ini. 

Sore ini, menjadi sore yang cukup panjang untuk Kencana. Ia membiarkan angkasa menyaksikannya berduka. Membuka celah untuk dunia melihat putri bungsu Jayden Raja Kanaka dalam keadaan patah. Meraung dengan sendu di balik bantal. Enggan terisak keras-keras karena tidak mau keluarganya ikut berduka. 

Dan sampailah pada saat ini. Kencana terlihat berusaha keras menutupi mata bengkaknya dengan berbagai cara. Dengan gerakan tangan yang terburu-buru, ia menggapai produk serta alat rias yang tersebar secara berantakan di atas meja. 

"Iya, Abang! Sebentar!" jawabnya dengan suara sedikit keras. Wajahnya menunjukan gurat panik, kala pintu kamarnya terbuka cukup lebar dan melihat tubuh Javas berjalan pelan untuk mendekat. 

"Lama banget. Ngapain, sih?" Tepat ketika Javas menunduk untuk melihat wajah adiknya lebih jelas, Kencana langsung menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Tidak mau kalau kakaknya ini melihat mata bengkak super buruk rupanya. 

"Abang, ih! Jangan masuk dulu!"

"Orang Abangnya penasaran. Kenapa nggak boleh?"

"Ya, Ya, po-pokoknya jangan! Sana dulu!"

Sepertinya, semesta sedang berpihak pada Kencana untuk kali ini. Alih-alih curiga akan hal lain, Javas malah menunjukkan senyum jahilnya. Ia mencolek dagu sang adik, bermaksud untuk menggoda setelah melihat tampilan paras Kencana.

Kita dan SekatWhere stories live. Discover now