#14 Realitanya Bukan Begitu

118 8 0
                                    

 Halo! Ini ada bagian baru supaya Sabtunya makin seru. 

Selamat membaca!

***

Lampu berwarna putih terang mulai terlihat. Bias cahayanya membuat netra Kencana sedikit mengerjap. Dengan dahi yang berkerut, ia mengerjapkan matanya berulang kali untuk menyesuaikan sinar yang masuk ke dalam penglihatannya. 

"Kencana." 

Kencana sontak membuka matanya lebar, ketika suara cukup berat itu terdengar. Ia bergerak untuk bangun segera, membuat laki-laki disampingnya mendadak ikut repot untuk membantunya duduk. 

"Nggak papa? Udah enakan?"

Raut wajah Kencana berubah menjadi terkejut. Ia tidak menyangka kalau laki-laki ini yang akan menolongnya. Mata Kencana berpendar. Melihat sekitarnya yang terlihat asing. Kamar yang ia tempati saat ini pasti kamar laki-laki itu.

"Kak Niel?" Kencana menatap Niel yang saat ini sedang duduk di tepi tempat tidur. Tangan laki-laki itu masih menahan punggung Kencana. Jaga-jaga saja kalau-kalau Kencana tumbang lagi. 

Gadis tujuh belas tahun ini semakin terkejut, kala melihat bahwa baju yang ia kenakan sudah berbeda. Ia sudah sepenuhnya bersih dan harum. Tidak ada lagu bau amis yang menyisa pada daksanya. 

"Kak." Dengan suara sedikit bergetar, Kencana sedikit menarik hoodie abu dan celana training panjang yang ia kenakan. 

"Kak Niel ..."

Menyadari bahwa ada kesalahpahaman, Niel langsung berujar, "Lo dimandiin sama bibi gue. Digantiin baju juga sama dia. Sorry nggak izin dulu. Lo masih setengah lemes soalnya."

"Kok, aku bisa di sini?"

Niel mengembuskan napasnya, lalu berucap, "Gue mau balikin bola ke gudang belakang sekolah. Terus ketemu lo berantakan banget dan pingsan di halaman belakang. Tapi itu nggak penting. Sekarang gue mau tanya ke lo. Siapa orangnya?"

"Hah?"

"Siapa yang ngerjain lo? Kasih tau gue."

Kencana termengu dan menggeleng pelan. "Nggak ad-ada, kok, Kak Ni-"

"Jujur. Gue nggak suka dibohongin." Kali ini, Niel menatap kedua obsidian Kencana dengan intens. Pupil hitam pekat milik gadis itu membawa Niel untuk hanyut lebih dalam. Tidak tahu, hanya dengan menatapnya, Niel merasa hangat. 

"Sasa sama temen-temennya. Tapi tenang aja, ya, Kak," Kencana cepat-cepat melanjutkan kalimatnya karena melihat rahang Niel yang mengeras. Wajah laki-laki itu sontak terlihat tidak bersahabat dan Kencana tidak mau Niel marah. 

"Mereka niatnya baik, kok. Soalnya aku ulang tahun hari ini. Kan, wajar aja kalau semisal ditepungin. Iya, kan?" jelas Kencana, sembari memandangi wajah Niel dengan senyum lebar. 

Di depan Kencana, Niel terlihat ikut larut. Ia ikut memandangi wajah Kencana, walaupun batinnya masih dikuasai amarah. Namun, melihat bagaimana gadis ringkih di hadapannya ini tersenyum, Niel jadi pasrah. Laki-laki delapan belas tahun ini akhirnya menghela napas dan menuntun Kencana untuk bersandar pada kepala tempat tidur. 

"Nggak ada alesan yang bisa lo pake untuk bohongin gue. Gue tau semuanya, Kencana. Jadi stop, ya," Tubuh Kencana sontak meremang, kala Niel mengusap kepalanya dengan lembut. 

Dalam kamar bernuansa hitam ini, Niel dan Kencana sama-sama terhanyut dalam sunyi yang cukup lama. Niel sesekali mengusap surai Kencana dan memandangi wajah gadis itu. Memastikan kalau Kencana sudah baik-baik saja. 

Kita dan SekatМесто, где живут истории. Откройте их для себя