(1) • Davenziel's World

9.5K 1.7K 1.8K
                                    

Jangan lupa spam
comment setiap paragraf ❣

Jangan lupa spam comment setiap paragraf ❣

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Brak

"Fuck!"

Lapangan sekolah yang terlihat sangat ramai itu terasa begitu hening. Hanya suara umpatan dan pukulan keras yang terdengar.

Murid lainnya hanya bisa diam, menonton pertunjukan yang sudah biasa terjadi setiap hari itu. Mereka hanya bisa meringis diam-diam.

"Heh!"

Seseorang laki-laki dengan tampilan berantakan itu menyeringai puas saat menatap lawannya yang terlihat sekarat. Ia meludah ke samping, saat merasakan rasa asin di lidahnya.

"Kenapa? Nyerah?" tanyanya dengan sarkas.

Ia berdecih sinis. "Hidup lo segabut apa, sampe mau ngurusin hidup gue, heh?"

"Lain kali, kalau mau nguping, jangan sampe ketahuan gue. Atau gue potong telinga lo."

Cowok itu menyeringai puas.

Berbalik pada lawannya yang berusaha mengatur napasnya, akibat cekikan paksa yang ia dapat. Dalam hati ia menyesal dan berdoa agar laki-laki dihadapannya ini pergi secepatnya.

Matanya membulat, saat laki-laki yang terkenal arogan itu merebut paksa ponselnya yang sudah terjatuh di sampingnya.

"Dev gue——"

Altazeeir Davenziel Alexander. Laki-laki yang kerap dipanggil dengan sebutan Dev, itu adalah orang yang paling disegani semua warga sekolah. Tidak ada yang berani berhadapan dengannya, apalagi melihat catatan kasus dalam buku konseling sekolah. Dev berada dalam urutan pertama, dengan banyaknya surat peringatan dan surat panggilan orang tua dalam satu minggu ini.

Cowok itu membuang ponsel itu dengan kasar, dan menginjaknya hingga hancur.

"Davenziel!"

Rahang Dave mengeras mendengar panggilan tersebut.

"Jangan panggil saya dengan sebutan itu." Ia berdecak. Lalu menoleh, ke arah si pemanggil. Ia mendengus malas, saat melihat kepala sekolah sudah berdiri dengan surat digenggamannya. Ia menatap malas surat tersebut. "Sampe seribu kali, anda ngasih surat itu ke saya, percuma. Nggak akan ada yang dateng."

Kepala sekolah itu terlihat menghela napas. Ia menatap seluruh murid yang masih terdiam ditempat, tanpa berniat meninggalkan lapangan. "Kalian semua kembali ke kelas masing-masing! Sekarang!"

DavenzielWhere stories live. Discover now