Chapter 14: Duduk sebangku

69.3K 7.3K 1.5K
                                    

Mau jadi penulis hebat? Jangan Plagiat!!

_

_

_

Setelah sekian lama derita menyiksaku, apakah kau datang untuk melindungi ku atau justru juga ingin ikut menorehkan luka ku yang semakin melebar?

_________________________________________

Di tengah padatnya kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya pagi ini. Seorang gadis dengan wajah pucatnya terus berjalan dengan langkah pelan yang terpincang-pincang.

Gadis malang itu adalah Aletta, lengkap dengan seragam sekolah, ransel yang tersampir di kedua pundak, sepatu Converse yang entah sudah berapa bulan tak kunjung di ganti dengan yang baru, kaos kaki putih panjang selutut sengaja ia gunakan untuk menutupi luka memar yang terdapat disana, juga jaket sweater abu-abunya ia gunakan untuk menutupi luka bekas pukulan di lengan tangannya.

"Mengapa kamu ikut duduk di meja ini?"

"Aletta lapar, Ayah. Semalam tidak makan apa-apa."

"Lalu? Kamu mau apa?"

"Aletta izin makan sesuap nasi saja sebelum berangkat ke sekolah-"

"Enak saja! Tidak! Kamu tidak perlu sarapan."

"Tapi Ayah-"

"Mau Ayah pukul lagi kamu?"

Air mata Aletta mengalir begitu saja saat kembali mengingat bagaimana Wijaya memperlakukannya tadi pagi.

Ayahnya itu tidak membiarkannya sarapan walau sesuap nasi saja dan segelas susu, padahal Wijaya jelas-jelas tahu tak ada sepeserpun makanan yang mengisi lambungnya sejak semalam.

Wijaya mengusirnya saat ia ikut duduk di meja makan, sementara Shena dan Selena dapat merasakan duduk tenang menikmati sarapannya. Benar-benar tidak adil.

Apotek indah permata.

Aletta menghentikan langkahnya tepat di depan bangunan apotek. Tepat sekali, Sejak semalam Aletta tidak meminum obat pereda nyeri karena persiapannya sudah habis.

Sambil terus menahan sakit, Aletta melangkah mendekati Apotek tersebut. Soal uang, ia mempunyai sedikit uang jajan di saku seragamnya. Semoga saja cukup untuk membeli 10 tablet obat.

"Permisi, Mbak." Aletta tersenyum ramah, meski wajah pucatnya tidak bisa berbohong. Tapi ia tetap ingin terlihat baik-baik saja.

"Iya, ada yang bisa saya bantu?"

"Obat pereda nyeri Asam Mefenamat nya masih ada?" Aletta bertanya, ia sangat berharap jika obat yang ia butuhkan masih ada.

"Iya, Kak. Butuh berapa?"

"Sepuluh tablet aja, Mbak."

"Tunggu ya, Kak. Saya ambilkan dulu."

Aletta tersenyum tipis sambil mengangguk pelan. Syukurlah, obat yang ia butuhkan masih ada. Setidaknya, bisa meredakan rasa nyeri dan sakit di sekujur tubuhnya.

"Sepuluh tablet, harganya sembilan ribu."

"Sembilan ribu?" Tanya Aletta.

"Iya."

Aletta berusaha untuk terlihat tenang, meski dalam hatinya ia merapalkan doa berkali-kali, semoga saja sisa uang jajannya cukup.

Aletta merogoh pelan saku seragamnya. Pas sekali, uangnya masih tersisa dua puluh ribu dan sisa kembaliannya akan ia gunakan untuk membayar uang bensin mobil Regan hari itu.

ALASKALETTA (Tersedia di Gramedia)Where stories live. Discover now