Kenapa ia tak memikirkan itu tadi?

Emosinya benar-benar tak terkontrol sampai dirinya tak bisa memikirkan segala kemungkinan.

Selama ini ia telah menyembunyikan A Yuan dari Wangji, dan Lan Wangji yang terlihat begitu menyukai putera mereka, ia takut pria itu akan membawanya menjauh dan tak membiarkannya bertemu kembali.

Tidak, itu tidak boleh terjadi.

Wei Wuxian meraih kembali mantelnya dan memakainya, ia tak boleh kehilangan Sizhui!

Baru saja ia hendak membuka pintu, Lan Wangji sudah berdiri disana dengan Sizhui dalam gendongannya.

"A Yuan." Bisiknya lemah.

"Mama~" bocah itu segera menghambur kedalam pelukannya.

Tangis Wei Wuxian pecah, merasakan segala kekhawatirannya yang akhirnya runtuh. Ia mendekap puteranya dengan sangat erat.

"Maafkan mama, sayang. Mama berjanji tidak akan membentak A Yuan lagi."

"Yuan juga minta maaf karena sudah membuat mama menangis."

Lalu, selama beberapa menit beirkutnta Wangji hanya berdiri menyaksikan dua kesayangannya menangis dengan cara yang menggemaskan.

Sampai Wei Wuxian yang melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya, "mama sangat menyayangi A Yuan." Katanya.

"Yuan juga sayang mama."

Bocah itu mengecup pipi sang mama lalu menunjukan cengiran khas bocah miliknya.

"Mama Yuan lapar."

Wei Wuxian tertawa, mengusak kepala bocah kesayangannya dan mengecup hidung mancungnya, "mama sudah memasak makanan kesukaan A Yuan."

"Benarkah?"

"Mn."

"Horeee!!"

"Tapi sebelum makan, A Yuan cuci tangan dan kaki, lalu ganti baju, A Yuan bisa melakukannya sendiri kan?"

Bocah itu mengangguk lalu berlari masuk kedalam kamarnya, menyisakan dua orang dewasa yang berdiri canggung.

Wei Wuxian melirik Wangji dan menatapnya sekilas, "Masuklah jika kau ingin." Katanya dingin.

Dan tentu saja itu tak disia-siakan Wangji.

Pria itu tersenyum dan mengekori Wei Wuxian kearah dapur.

"Duduklah dan jangan menggangguku."

Wangji menurut, ia duduk dikursi meja makan, memperhatikan Wei Wuxian yang tengah menyiapkan makan siang dan menatanya diatas meja.

"Wei Ying."

Wei Wuxian tak merespon.

"Apa kau tau jika A Yuan mendapatkan waktu sulit disekolahnya?"

Mendengar nama puteranga disebut, barulah ia memberi perhatian pada Wangji.

"Apa maksudmu?"

Wangji menarik Wei Wuxian untuk duduk disampingnya, dan anehnya pemuda itu tak menolak sama sekali.

"Kau tau jika A Yuan sering diejek oleh beberapa temannya? Mereka bilang, A Yuan adalah anak nakal makanya ia tak mempunyai papa."

Jantung Wei Wuxian mencelos, ia menutup mulutnya dengan gemetar, "tapi dia tidak pernah mengatakan apapun padaku. Dia selalu terlihat baik-baik saja, dia-" suaranya tercekat.

"Kenapa A yuan tidak pernah mengatakan apapun padaku?" Suaranya melemah.

"Dia terlalu menyayangimu, A Yuan bilang dia tidak suka melihat mamanya menangis."

Wei Wuxian menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menyembunyikan tangisnya yang kembali pecah.

Ia merasa menjadi ibu yang gagal karena tidak tau kesulitan apa yang dihadapi puteranya.

Selama ini, ia yang terlalu egois, selaku mengatakan bahwa A Yuan tidak membutuhkan siapapun selain dirinya.

Akan tetapi, pada kenyataannya, ia tetaplah bocah yang membutuhkan sosok ayah disisinya, dan itu yang tak pernah bisa Wei Wuxian berikan.

"A Yuan juga sering mendengar beberapa orang tua siswa menggunjing tentang dirimu."

"Aku tidak tau apapun tentang puteraku sendiri, apa yang harus kulakukan?"

Ini benar-benar membiatnya frustasi, Wei Wuxian merasa buntu sekarang.

"Wei Ying."

Wri Wuxian terperanjat ketika sebuah tangan hangat menyelimuti tangannya, ia menatap Wangji yang tengah memandangnya intens.

"Apa kita tidak bisa mencobanya kembali? Aku berjanji akan menjadi orang yang lebih baik, untukmu dan A Yuan. Aku tau apa yang aku lakukan wakti itu sangat salah dan akan sukit untuk dimaafkan, tapi, demi A Yuan, maukah kau memberiku kesempatan kedua?"

.
.

Kasih kesempatan kedua apa jangan nih? Wkwk

Chateau de WangxianWhere stories live. Discover now