Kudeta

831 26 0
                                    

Alessia tidak bisa memejamkan matanya. Berulangkali ia memaksa untuk terlelap, tapi berulangkali juga ia gagal. Akhirnya ia menyerah dan duduk dengan bersandar ke kepala ranjang. Firasatnya berkata buruk. Ia memutuskan untuk mengunjungi ayahnya. Siapa tahu ia jadi lebih tenang. Sudah lama juga ia tidak mengobrol dengan ayahnya dari hati ke hati.

"Mengapa sepi sekali? Tidak ada pengawal yang berjaga, aneh," gumam Alessia heran saat berjalan menuju kamar ayahnya.

"Pintu kamar ayah juga terbuka," lanjutnya.

Alessia membuka pintu lebih lebar dan melenggang masuk. Tidak ada siapapun di sana, baik ayahnya maupun Queen Huffryn.

"Ayah.." panggil Alessia sembari mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan ayahnya.

Terdengar suara dari balik almari yang di baliknya merupakan ruang pribadi ayahnya. Alessia segera melangkah mendekat dan masuk ke ruangan tersebut.

BRUK!

Bunyi seperti benda berat yang jatuh ke lantai saat Alessia baru saja tiba.

"Ayah!" jerit panik Alessia. Ternyata benda itu adalah benda hidup, yakni ayahnya sendiri. King Felix terkapar tepat di sebelah kakinya.

Alessia segera memangku kepala ayahnya, "Ayah! Bangun, Ayah! Apa yang terjadi?" Air mata sudah tak dapat dibendung lagi. Pandangan Alessia terpaku pada pedang panjang yang tertancap pada perut ayahnya.

"Nnggh.."

Alessia menatap kembali ayahnya yang hendak mengucapkan sesuatu. Ia menangkup wajah ayahnya.

"Ada apa, Ayah? Ada yang ingin kau sampaikan?" tanya Alessia dengan air mata yang terus berjatuhan. "Ayah bertahan dulu ya. Aku akan memanggil para pengawal dan tabib Izhar. Kumohon jangan pejamkan matamu, Ayah."

Tangan King Felix membelai lembut pipi Alessia, "A-Ale.." lalu matanya terpejam dan tubuhnya melemas.

"AYAH!!!!" Alessia menjerit pilu. "Ayah jangan tinggalkan Ale!!"

Alessia menundukkan wajahnya di dada Ayahnya. Ia menangis sesenggukan. Tidak ia pedulikan bercak darah King Felix yang menempel di tubuhnya.

Ibu sudah pergi dulu. Jika ayah pergi meninggalkanku juga. Lantas, aku akan hidup bersama siapa? Batin Alessia pilu.

"Ayah kumohon bangunlah!" serunya dengan mengguncang-guncangkan tubuh King Felix.

"Dia tidak akan terbangun lagi!" sahut suara dingin yang menusuk.

Alessia menoleh ke sumber suara.

"Edkrum? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Alessia dengan nada menuduh yang menusuk.

Edkrum tersenyum jumawa. Nampak beberapa bercak darah di tubuhnya.

"Kau yang membunuh Ayah?!" Berang Alessia.

"Pria tua ini memang pantas mati, Ale," jawabnya dengan angkuh. Alessia terbelalak tak percaya memandang Edkrum.

"Beraninya kau?! Dia juga ayahmu, Edkrum!" Alessia menggeram, "Apa salahnya hingga kau tega membunuhnya?! Bukankah dia sangat menyayangimu, Edkrum.."

"Dia terlalu banyak bicara, Ale. Dia juga tidak mendukung gagasanku," jawabnya santai, lalu menyeringai.

"Ale, sebaiknya kau ikut mematuhiku kalau kau ingin selamat."

Alessia menatap nyalang Edkrum, "Berhenti memanggilku Ale! Aku tidak sudi dipanggil seintim itu oleh orang jahat sepertimu!"

Edkrum sedikit tersentil hatinya saat mendapat penolakan dari Alessia. Ia juga baru kali ini melihat Alessia begitu menyedihkan dan emosi sekaligus.

A Red RoseWhere stories live. Discover now