Perjodohan

2.5K 31 0
                                    

Alessia mengerjap membuka matanya. Ini adalah kamarnya. Bagaimana bisa ia sudah berada di kamarnya sendiri? Bukankah semalam-

"Akh!" Alessia memegang kepalanya yang sakit karena berpikir terlalu keras. Atau memang ia hanya bermimpi ?

Alessia duduk bersandar di kepala ranjang. Tubuhnya terasa remuk. Ia memejamkan mata kembali untuk menenangkan diri, berusaha menjernihkan pikiran. Tanpa sengaja tangannya menyentuh sesuatu yang bergerigi. Ia lantas menoleh dan menemukan setangkai mawar merah di sampingnya. Alessia meraihnya dan memandanginya dengan seksama.

Alessia melempar asal mawar itu. Tidak! Yang terjadi semalam bukanlah mimpi! Ia melihat ke bawah, namun ia masih memakai gaun yang semalam ia pakai. Gaunnya masih utuh dan tidak ada robekan sama sekali. Lalu, ia menyingkap selimut untuk melihat kakinya yang semalam terluka. Namun, luka itu tidak ada sama sekali, bahkan bekasnya pun.

Alessia beranjak berdiri, tetapi sedetik kemudian ia jatuh terduduk di atas ranjangnya. Inti tubuhnya terasa sakit. Dengan perlahan ia bangkit kembali dan berjalan tertatih-tatih menuju meja riasnya. Ia duduk dan menyingkap rambut untuk melihat lehernya. Sama, tidak ada bekas gigitan dan darah.

Seketika mata Alessia membulat. Tepat di tengah dadanya, ia melihat bercak kemerahan. Ia tahu betul itu apa. Itu bukanlah hasil gigitan serangga atau alergi makanan.

Tes!

Satu buliran air mata menetes dari ujung matanya. Lambat laun semakin banyak. Alessia tersedu dan menutup wajahnya. Ia merasa gagal, gagal menjadi anak yang baik, gagal menjadi panutan untuk rakyatnya, dan gagal menjaga kehormatannya. Apakah seluruh orang istana sudah mengetahui kejadian semalam? Jujur, Alessia takut dan tidak sanggup melihat kekecewaan di wajah ayahnya.

Tok! Tok! Tok!

Alessia terperanjat, "Siapa?"

"Saya, Princess," jawab orang di balik pintu.

Alessia segera menghapus air matanya, "Masuk saja, Sasti."

"Maaf mengganggu, Princess, sebentar lagi sarapan dimulai. Saya diutus untuk mempersiapkan Princess Alessia."

Sebenarnya Alessia ingin sarapan di kamar saja. Tapi ia yakin, ketidakhadirannya di ruang makan pasti akan menimbulkan tanda tanya.

"Aku akan bersiap dan merias diriku sendiri, Sasti."

Sasti terkejut, "Mengapa, Princess? Apakah saya telah membuat kesalahan?"

Alessia tersenyum menenangkan, "Tidak, Sasti. Aku hanya ingin merias sendiri. Anggap saja itu bonus dariku untukmu. Kau bisa beristirahat atau melakukan pekerjaan yang lain."

"Apakah tidak apa-apa, Princess?" tanya Sasti dengan mimiki khawatir.

"Kau jangan khawatir, Sasti. Ini kemauanku sendiri. Tidak akan ada yang memarahimu. Mengenai riasan, aku masih bisa melakukannya dengan baik," kata Alessia diakhiri dengan tawa.

"Kalau itu saya tidak meragukan, Princess," jawab Sasti tersenyum. "Baiklah kalau itu mau Princess, saya pamit undur diri."

"Mmm, Sasti," panggil Alessia.

"Ya, Princess?" jawab Sasti kembali menghadap Alessia. "Ada yang bisa saya lakukan?"

"Tidak," Alessia menggeleng. "Aku hanya.." Alessia berulang kali meneguk ludahnya. Ia ragu untuk mengutarakan sesuatu. "Emm.. semalam siapa yang membawaku ke sini, ke kamarku?"

"Bukankah Princess langsung masuk ke kamar seusai makan malam?" ucap Sasti dengan kening berkerut.

"Oh," jawab Alessia singkat. Ia merasa sedikit lega karena sepertinya orang istana tidak mengetahui kejadian semalam.

A Red RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang