Sean menurunkanku pada ranjang berseprai satin berwarna biru tua, aku sekarang sudah berbaring nyaman diatas ranjang, aku tersenyum kearahnya dan dia hanya membalas senyumanku dengan senyuman tipis. Aku menenggelamkan wajahku pada bantal dia membelai rambutku satu kali lagi lalu menarik selimut hingga menutupi sebatas pinggangku.

"Saat aku kembali dari kamar mandi aku harap kau sudah tertidur" dia berkata sambil beranjak dari kamar mandi.

Aku melihat punggungnya menghilang tepat saat pintu kamar mandi tertutup, aku sejenak memejamkan mataku, kemudian aku menggeliat tidak nyaman dibalik selimut yang menutupiku, aku tidak bisa tidur bahkan untuk menutup mataku saja rasanya sangat sulit, kamar ini sangat membuatku gelisah, ini adalah kamar yang indah sungguh, tapi entah kenapa kamar ini membuatku tidak nyaman, aku bersumpah saat itu aku benar-benar ingin kembali kekamarku sendiri, tapi aku tahu itu mustahil, Sean tidak akan membiarkanku.

Aku belum tertidur saat Sean keluar dari kamar mandi dengan celana piyama dan bertelanjang dada, aku berpura-pura memejamkan mataku dan mengatur nafasku agar dia tidak mengetahui jika aku telah tertidur. Aku merasakan ranjang bergerak ketika dia duduk disebelahku, aku merasakan jemarinya membelai lembut rambut dan wajahku, sesekali dia juga mencium bagian belakang telingaku dengan lembut, dia meraih kepalaku secara perlahan seolah takut jika aku terbangun dan dia menyandarkan kepalaku pada lengannya sebagai bantalan kepalaku, dia mengatur tubuhku agar aku berbaring menghadapnya, dia sama sekali tidak membaringkanku secara kasar tapi dia benar-benar membaringkanku secara lembut, seperti dia sudah sering melakukannya pada wanita lain. Dia meraih beberapa kertas yang berada diatas meja disampingnya, dan dia membacanya dengan tenang, sesekali dia juga membelai punggung dan rambutku mengunakan lengannya yang kugunakan sebagai bantalan tidurku.

***

Seperti biasa pagi-pagi sekali aku sudah terbangun, aku memang punya kebiasaan untuk bangun pagi, aku berjalan kearah walk in closet milik Sean, disana banyak terdapat jas, kemeja dan baju santai milik Sean, aku memutar helaian rambutku yang masih tergerai berantakan dengan jari telunjukku masih melihat pakaian-pakaian Sean, dan aku melihat beberapa pakaian olah raga dan beberapa gaun yang tergantung di walk in closet itu, aku mengambil t-shirt, celana pendek dan aku mengganti langsung mengganti pakaianku, setelah selesai mengganti pakaianku, aku meraih sepatu kets warna putih dan memakainya, aku berjalan melewati Sean yang masih terlelap di ranjang dan keluar dari penthousenya, aku memutuskan untuk jogging dijalanan New York yang masih lenggang, tanpa sadar aku lupa dengan waktu dan aku memutuskan untuk mampir ke café untuk membeli kopi untukku dan untuk Sean.

Aku membuka pintu Penthouse dan melihat Sean mondar-mandir dengan tegang didepan perapian marmer, telepon menempel ditelinganya, Sean berhenti dan melihat kearahku.

"Lupakan, dia sudah ada disini!" katanya, mulutnya ditekan keras dan menatap kearahku.

"Darimana saja kau?!" tanyanya, tulang punggungnya kaku dalam nada yang menuduh, Sean berjalan kearahku , matanya bersinar penuh amarah seperti api yang meliuk-liuk.

"Jogging" jawabku, sambil melirik pakaianku seolah-olah berkata 'Halo, bukankah ini sudah jelas?'

"Kau tidak meninggalkan pesan!"

"Astaga, aku hanya jogging di sekitar sini, aku pikir kau tidak akan terbangun sebelum aku kembali jadi..." aku berseru ,terkejut dengan kemarahan Sean yang tidak terkendali.

"Ada apa denganmu Sean!" otot-otot wajah ian menegang saat dia mendengar perkataan ku.

"Aku bertanggung jawab terhadapmu, aku lebih suka kalau kau tidak pergi begitu saja seperti itu" bentak Sean, berbalik dan berjalan mendekatiku.

"Sean, itu konyol" seruku, aku tidak bisa percaya Sean begitu tidak rasional, apa yang sebenarnya ada dalam pikirannya?, apakah dia tidak memperbolehkanku mengambil keputusan spontan, seperti lari pagi?.

"Kau tidak mungkin benar-benar marah padaku karena aku jogging"

"Aku marah karena kau pergi tanpa meninggalkan pesan, aku tidak bisa menemukanmu dimanapun, jika kau memberitahuku sebelumnya mungkin akan berbeda, meskipun aku akan mengatakan bahwa aku lebih suka kau tidak berkeliaran di kota ini sendirian, bagaimana jika ada  pemabuk yang mengganggumu Ash!, apa yang sebenarnya kau pikirkan!!!" Sean mengacak rambutnya.

"Aku hanya pergi selama satu jam Sean" aku menjelaskannya dengan suara memohon

"Aku tidak suka itu, sungguh Ash, aku sama sekali tidak menyukainya!" katanya melalui rahangnya yang kaku,aku hanya terdiam mendengar suaranya, aku benar-benar tidak memiliki kekuatan untuk menjawabnya.

"Mandilah" dia berkata dengan begitu tegas, sebelum mengambil tanganku dan membawaku kedalam kamarnya.

***

Aku menggenakan gaun berwarna peach saat aku keluar dari kamar Sean, aku tidak melihat Sean diruang tamu, dan saat aku berjalan menuju dapur, aku melihatnya sedang duduk di kursi bar sambil melahap sarapannya, aku menundukkan kepalaku saat aku memutuskan untuk mendekatinya, dia menyadari keberadaanku karena dia menoleh kepadaku dan beranjak dari tempat duduknya untuk menarik kursi untukku, aku menggigit bibirku dengan keras saat aku duduk dikursi dan Sean menariknya kedepan, bahkan saat dia sedang marahpun dia masih berperilaku seperti gentleman, aku semakin merasa bersalah padanya.

"Siapa yang memasak semua ini?" tanyaku memulai pembicaraan ketika dia dengan sigap mengoleskan mentega di roti panggangku dan menyuapkannya padaku, aku meraih bacon yang ada dipiringku dan melahapnya, ini renyah, kesukaanku, ternyata dia tahu bagaimana kesukaanku, dia kembali menyuapkan roti panggang padaku lalu menjawab.

"Aku memesannya, Richard yang mengantarkannya kemari"

"Ini enak" aku berujar sambil menyuapkan bacon kearahnya, dia menatapku sejenak kemudian melahapnya.

"Aku senang kau menyukainya" dia berujar sambil mengecup ujung bibirku.

"Sean, maafkan aku" dia seakan termangu ketika dia mendengarku, dia melahap potongan roti panggang yang ada ditangannya sebelum meraihku dan menempatkanku kedalam pangkuannya.

"Jangan melakukan hal itu lagi, aku merasa seperti aku hampir gila memikirkanmu berada diluar sana tanpa pengawal" dia berkata sambil membelai rambutku dengan lembut.

"Aku tahu, aku tidak akan melakukannya lagi"

"Aku benar-benar akan merantaimu dikamarku jika kau melakkukan hal iitu lagi!" dia menjawab, tapi tidak ada nada gurauan dari suaranya, dan itu membuatku takut, apakah dia akan benar-benar melakukan hal itu padaku.

Aku mendekat kearah Sean lalu memeluknya dengan hangat, aku merasakan harum khas tubuhnya saat memeluknya tapi aku hanya memeluknya dan terus memeluknya sambil menahan air mata yang mengancam untuk menetes. aku tidak mengerti kenapa aku sangat ingin menangis dengan semua ini, aku pikir aku hanya perlu waktu untuk membiasakannya, tapi aku sama sekali tidak diberi waktu, meskipun itu hanya sedikit waktu, aku perlu waktu untuk semua ini, aku perlu waktu menerima semuanya. Semuanya seakan datang dan pergi dengan terlalu cepat.

 ***

Forever MineWhere stories live. Discover now