Para siswa-siswi yang awalnya ramai perlahan mulai sedikit sepi. Mirai yang ditunggu Hanun tak kunjung datang juga.

Di tengah keheningan, terdengar suara berat para lelaki yang membuat kebisingan suasana, awalnya Hanun tak memedulikan itu, tapi suara tersebut semakin dekat di pendengarannya.

Brak!

Tendangan dari kaki yang mengenai tempat sampah membuat Hanun terkejut, para gerombolan itu berbuat rusuh di koridor. Hanun semakin ketakutan, di ruangan ini hanya ada dia dan mereka.

"Stttt! Cewek noh!" seru salah satu dari mereka yang sadar keberadaan Hanun.

Lari, itulah yang harus Hanun lakukan sekarang. Menghindar dari mereka adalah keputusan yang tepat, mereka adalah para si Biang Rese.

Respon mereka teralihkan setelah melihat Hanun membereskan ponselnya yang ia masukan ke dalam tas. Hanun berlari dari tempat dan meninggalkan mereka.

"KEJAAAAAARRR!" teriak mereka mulai berhamburan mengikuti langkah Hanun berlari.

Hanun berlari dengan tergesa-gesa menjauhi mereka, akan tetapi mereka lebih cepat dalam mengejarnya. Hanun terjatuh disaat kakinya terkilir, mereka tertawa puas melihatnya tersungkur di lantai.

"Mampus!"

"Rasain lu!"

"Cara lari yang benar itu bukan seperti itu goblok!"

"Dasar cewek miskin, cewek tolol-- Hiaaakkk!"

Brugh. Salah satu dari mereka menendang kepala Hanun sampai membentur tembok.

Pusing, yang saat ini Hanun rasakan, matanya terpejam, kepalanya serasa mau pecah.

Thabit, ia adalah sang ketua dari geng tersebut. Thabit mencoba mendekatkan diri ke wajah Hanun, kemudian tangannya meraih dagu Hanun. Hanun berusaha menyingkirkan tangan Thabit, akan tetapi, cengkraman lelaki itu lebih kuat sehingga membuat Hanun kesakitan.

"Aww sakittt!" rintih Hanun sambil menahan rasa sakit di dagunya.

"Cantik juga lu." Thabit tersenyum smirk menatap wajahnya. Tangannya ia lepaskan dari dagu Hanun, kemudian pindah mencengkram kuat rambutnya. Hanun kembali meringis kesakitan.

"Lepasin, sakit." Hanun berusaha untuk melepas tangan Thabit yang menjenggut kuat rambutnya.

"Toloooooong!" teriak Hanun. Semua orang tertawa. Tidak ada satupun yang mendengarkan teriakannya. Kemana orang-orang, pikirnya.

"Gak akan ada yang nolongin lu, para murid udah masuk ke kelas." Orang itu tertawa menatap Hanun tersiksa.

"Apa salahku ...." Hanun menggantukan bicaranya karena menahan rasa sakit yang amat berat akibat cengkraman Thabit di rambutnya.

"Kenapa kalian begitu jahat," sambungnya kemudian. Ia tak berani menatap wajah Thabit, Hanun hanya bisa meringis meminta perampunan.

"Lo ingin tau kenapa kita jahat?" Thabit memasang wajah garang. Sedari tadi Hanun terus menahan cengkraman Thabit di rambutnya.

"Karena lo lemah!" tegas Thabit tepat di telinga Hanun.

Pasrah. Tak ada yang harus Hanun lakukan lagi selain menangis dan mendapat keajaiban dengan datangnya sang penolong.

"Gue ingetin sekali lagi, kalau lo ketemu gue, lo kudu sungkem dulu, jangan lari." Ucapan lantang dari Thabit membuat Hanun bergidig ngeri, ia tak berani menatapnya. "Paham, lo?" Hanun kembali terdiam.

RUNTUHWhere stories live. Discover now