Bagian 7 - Sanksi [3 ~ Wanita itu]

17 5 0
                                    

"Aku tahu cara keluar dari sini, Senior."

...
...

Aku meringkuk di lantai pualam dingin, melakukan berbagai gerakan kecil untuk menunjukkan aku masih di bawah kontrol kesadaranku.

"Senior," telingaku menangkap getaran suara Ellen yang sudah berulangkali memanggilku.

Aku berdehem pelan, berharap Ellen masih bisa mendengarnya.

"Aku berada tepat di balik cermin."

Deg.

Benar. Bocah cerewet ini benar-benar sudah terdengar persis dari di balik cermin.

Sungguh payah. Aku bahkan tak menyadari hal itu sebelumnya. Ini mengerikan mengetahui betapa payah diriku.

"Tolong bertahanlah sebentar lagi, aku akan ke situ."

Decakan keluar dari mulutku, "Bertahan apanya, aku baik-baik saja."

Rasanya harga diriku terinjak. Miris sekali, aku berada di sini untuk memastikan keselamatannya, tapi justru aku yang sekarat.

"Berhenti berbohong, Senior."

Aku berdecih. Perasaan khawatir terus saja menghantuiku, membuatku segera mengiyakan perkataan Ellen.

Bisikan-bisikan terus terdengar di telinga, kejadian sekian tahun lalu terus ditayangkan di kelopak mata, membuatku tak berhenti gemetar dalam ringkuk ketakutan.

Kau pikir karena yang kau bunuh orang bejat kau tidak berdosa?

"Seharusnya kau yang mati dasar anak sial!"

Nafasku tercekat. Pekikan wanita itu cukup membangkitkan seluruh ingatan. Alasan semuanya terjadi, wanita itu.

Sejenak kurasa degup jantungku terhenti selama sepersekian detik.

...
...

Aku ingat sesuatu. Aku tidak tahu siapa dia sebenarnya, tapi aku ingat, wanita itu... pernah memarahiku habis-habisan. Lebih kejam dari Ketua Besar, membiarkanku meringkuk dalam pedih seluruh badan dan demam akibat infeksi luka.

Aku sakit dan dipukuli. Sebuah pisau berkali-kali diarahkan ke leherku, nyaris menembus kulit jika saja tidak karena anjing tetangga yang entah bagaimana selalu berhasil menolongku dari kematian.

Aku tidak ingat siapa, tapi aku paham, saat usiaku menginjak 7 tahun, aku ingat, mama selalu menyebutnya sambil menyisir rambutku sebelum berangkat ke sekolah.

"Wanita itu," itu yang selalu mama katakan.

Ah, aku ingat, semuanya, wanita itu, wanita yang sama. Saat usiaku 5 tahun, aku dipukuli dan dibiarkan kedinginan akibat tampias hujan di beranda rumah dan mama dikurung di basement rumah papan itu. Berkali-kali. Setiap hari tak pernah kulitku bersih dari bekas pecut, memar, bahkan luka menganga akibat pisau daging dan gunting tajam.

"Hey! Apa kau baik-baik saja? Maafkan aku, mamaku tidak jahat! Aku tidak tahu tapi mama marah padamu. Aku minta maaf!" suara manis itu, aku ingat, gadis manis dengan rambut coklat kemerahan. Aku tidak ingat wajahnya, tapi aku ingat, itu pertama kalinya kami bicara.

Aku menggeleng, "Maafkan aku karena aku menjijikkan!"

"Kau ini bilang apa? Kau luc-"

"HEI ANAK SI*ALAN! SUDAH KUBILANG JANGAN PERNAH BICARA PADA ANAKKU, YOU SON OF BEACH**!"  sebuah teriakan berhasil membuatku terperanjat, gemetar ketakutan.

Sejak itu sesekali gadis berambut coklat kemerahan itu diam-diam mengajakku bicara, bahkan membagikan makannya.

Lalu kecelakaan terjadi..

AlLen - Izinkan Aku MengenalmuWhere stories live. Discover now