Bagian 5 - Sanksi [1]

8 9 2
                                    

Pusing, kepalaku terasa nyeri. Pandanganku berkunang-kunang, perutku terasa diaduk-aduk.

Sekelilingku dipenuhi bayangan-bayangan yang tak ingin kulihat, nampaknya aku mulai berhalusinasi dengan keadaan sekitar sebagai penyebabnya. Aku tidak menyangka aku sepayah ini dalam hukuman yang kupilih.

Dadaku sesak, nafasku tersengal satu-dua. Kakiku bergetar, berusaha tetap menahan berat tubuhku untuk tetap berdiri dengan berpegangan pada dinding cermin.

Rasa takut menggerogoti diriku, bisikan-bisikan mengerikan terdengar seakan memenuhi setiap sudut celah pikiranku.

Labirin cermin. Terdengar sederhana, tapi inilah penyebab kondisiku sekarang.

"Ellen, apa kau baik-baik saja?" teriakku dengan sisa tenaga yang ada.

Selang beberapa detik jawaban Ellen terdengar di telingaku, "Ya, Senior!"

"Syukurlah.." gumamku pelan dengan bibir bergetar, sebelum kemudian ambruk terjatuh ke lantai pualam labirin, "kau harus tetap baik-baik saja.." gumamku pelan.

Aku masih sadar sepenuhnya, hanya saja aku tak mampu melakukan apapun.

Aku meringkuk di lantai pualam dingin, melakukan berbagai gerakan kecil untuk menunjukkan aku masih di bawah kontrol kesadaranku.

...
...

Flashback on

"A-anda.. Anda yakin, Tuan Alton?"

"Apa aku tampak bercanda, Ten?" tanyaku tajam menatapnya, "Kau lihat wajahku, apa aku tampak bercanda?!"

Ten tampak menelan ludahnya menggeleng patah-patah.

"Aku memilih hukuman yang sama dengan Ellen."

"Apa? Tapi-"

"Aku memilih hukuman yang sama dengan Ellen. Apa itu masih kurang jelas, Objek 010?" ucapku penuh penekanan, bahkan kali ini aku mencengkram kerah Ten, menyebut panggilan yang sudah lama tak kugunakan saat memanggilnya.

Ten tampak ketakutan mengangguk paham, membuatku perlahan melepaskan cengkeramanku pada kerahnya.

"Bagus kalau kau mengerti. Sudah itu saja. Kau bisa pergi."

Ten mengangguk paham, tak bersuara lagi, dia menutup pintu, membuat sistem otomatis menguncinya.

Aku menghela nafas, mengusap wajah begitu pintu terkunci, sebelum kemudian berjalan ke arah setumpuk buku sanksi, mencari buku mana yang merupakan buku peraturan hukuman, membukanya.

Baru saja aku membaca bagian daftar isi, hendak mencari peraturan sanksi yang kupilih, pintu ruangan terbuka lebar, menimbulkan bunyi bantingan pintu, menampakkan Ranmaru dengan wajah mengerikannya.

"APA-APAAN KAU ALTON?!" dia menghampiriku, berteriak tepat di depan wajahku, "AKU TAHU KAU BODOH TAPI AKU TIDAK TAHU KALAU KAU SUDAH GILA! APA-APAAN HUKUMAN PILIHAN KAU ITU HAH?!" kerahku ditarik kasar. Wajah Ranmaru memerah dengan urat di pelipisnya yang tampak, menandakan dia tidak main-main.

Aku menatapnya datar, "Kenapa? Aku baik-baik sa-"

Buagh!

Sebuah bogeman keras mendarat di pipi kiriku.

"Sadar diri, BODOH! KAU PUNYA CATOTROPHOBIA!"

AlLen - Izinkan Aku MengenalmuWhere stories live. Discover now