Bagian 4 - Ruangan Terakhir [2]

14 9 0
                                    

"Periksa dia," suara yang tak asing di telingaku terdengar dari depan pintu.

"Baik, Ketua."

Seseorang berpakaian serba putih dengan tas penuh alat kesehatan memasuki ruangan tempatku berada, menghampiriku.

Aku kenal cukup baik dengan orang ini. Dia dokter khusus pasukan elite. Sering berbincang denganku ketika aku datang ke ruangannya untuk pemeriksaan rutin atau saat aku cidera karena latihan.

"Apa kabarmu, Alton?" tanya orang itu terkekeh.

Aku meringis sakit sebagai jawaban, "Seperti yang kau lihat, Maru."

"Kau babak belur, heh?" orang itu terkekeh lagi, "Bagaimana kepalamu? Apa kau pusing?"

"Sedikit."

"Sebaiknya kau tak terlalu banyak bergerak. Ada beberapa luka sobek yang baru saja dijahit. Jadi istirahatlah. Serius, aku baru pertama kalinya melihatmu seperti ini. Rasanya aku ingin membawamu ke jurang dan membuangmu saja. Mengerikan sekali penampilan kau."

"Si Alan kau, Ranmaru," ucapku menatapnya sinis.

Ranmaru tergelak, "Bercanda, Kawan. Dan omong-omong.. maaf tak bisa membantumu soa-"

"Bukan apa-apa. Aku memang berniat undur diri.." ucapku pelan.

Ranmaru melebarkan matanya, "K-kau bercanda. Iya kan? Haha kau lucu sekali.. aku tidak akan tertipu denganmu."

"Kau ini selalu benar ya.. bahkan tebakanmu tidak pernah salah selama ini bukan?"

"Haha, benar kan. Kau bercanda.. aku tahu itu."

Tawa Ranmaru memenuhi ruangan itu, membuatku tersenyum miris, ikut tertawa kecil.

"Sayangnya kali ini kau salah, Maru."

Hening. Tawa Ranmaru terhenti.

"A-apa?"

"Aku tahu persis kau mendengarku dengan sangat jelas, Maru.." kekehku.

"Hey, Si Alan, kau menipuku, iya kan? Tidak lucu, Kawan," ucap Ranmaru dingin menatapku dengan tatapan tajamnya. Aku lupa dokter hanyalah pekerjaan sampingan baginya. Tatapannya itu, aku tahu persis itu tatapan yang sudah lama sekali sejak terakhir ia gunakan. Terakhir dia menggunakannya saat sebelum melawan musuh bebuyutannya - Rocky - sekitar 1 tahun lalu. Saat itu adalah pertama kalinya aku melihat tatapan itu, dan sekarang tatapan mengerikan yang sulit diartikan itu tertuju kepadaku.

Aku menggeleng, "Aku tidak berbohong, Kawan. Hentikan tatapan mengerikanmu. Aku sungguh tidak berbohong."

Ranmaru menggeram kesal, berdiri dari duduknya, menuju salah satu sisi ruangan, menghantamkan kuat tinjunya berkali-kali.

"Hoy, beritahu aku hasil pemeriksaanku, jangan malah memukul dinding itu. Kau akan meruntuhkan gedung ini," sungutku.

Ranmaru menoleh dengan death glare-nya, "Kau mau aku memukulmu sebagai ganti dinding putih ini, hm?"

"Si Alan, hentikan tatapanmu itu kau bisa membuatku takut sungguhan atas tatapan membunuh penuh intimidasi darimu itu."

Ranmaru menggeram pelan sebelum kemudian memaksa mengubah tatapannya. Si maniak merah ini tak pernah bisa menyembunyikan perasaannya. Mudah sekali ditebak lewat ekspresinya.

"Kau baik. Tak ada patah tulang, hanya saja lebammu cukup buruk. Ada jahitan di kepala  belakangmu, aku sudah menjahitnya sebelumnya. Istirahatlah yang cukup, dan ini obatmu. Aku sudah menaruh catatan di dalamnya untuk waktu minumnya. Pastikan kau makan dan istirahat. Dan.."

AlLen - Izinkan Aku MengenalmuWhere stories live. Discover now