KEHADIRAN KETIGA PENARI MISTERIUS

Začít od začátku
                                    

"Nenek," panggil kedua cucunya serempak.

"Iya, Sayang ...," jawab Mirna.

"Kenapa, sih, Nenek bilang ke Ayah kalau kita lagi sakit. Doain yang enggak baik, 'kan, Ayah jadi lupa beliin kita mainan."

Deg—

Mirna membungkam seribu bahasa. Pasalnya, dia tak pernah menelepon siapa pun. Karena untuk menyentuh layar ponsel Aurel dan Radit saja dia sangat kebingungan. Sementara pengaduhan kedua cucunya mengatakan, kalau si nenek telah membuat gelisah keadaan Jefri di Kota Jakarta.

Lamat-lamat, wanita tua itu mendudukkan badannya di atas dipan, dia seakan berpikir keras dan merumuskan pertanyaan yang datang. Sementara Mirna tak tahu harus menjawab apa, dia mengerling bingung.

"Bu, kenapa seperti orang bingung gitu?" tanya Jefri mengawali pembicaraan.

"Ini, loh, Jef. Perasaan ibu enggak ada nelepon kamu. Tapi ... kata anak-anak kenapa ibu nelepon kamu." Mirna menatap Jefri—putranya.

"Ah, mana mungkin saya bohong, Bu. Jelas-jelas itu suara Ibu, pakai nomor baru lagi. Makanya Jefri pulang buru-buru," papar Jefri menjelaskan panjang kali lebar.

"Astaghfirullah ... ibu jadi bingung dengan semua ini. Sedangkan memegang ponsel mereka saja ibu takut, Jef." Mirna pun semakin melas ditimpali nada suara yang semakin parau.

Menggunakan tangan kanan, Jefri pun mengelus pundak Mirna, lalu dia menengahi, "ya, sudah. Jangan dibahas lagi, soalnya ... anak-anak juga enggak kenapa-kenapa."

Mereka pun saling bercokol dan menghabiskan kudapan di dalam nampan. Sementara Radit dan Aurel tampak senang karena Jefri—ayah mereka telah tiba dan menemani kesunyian di rumah. Sementara Siska—ibu mereka, telah berada di luar kota.

Pasalnya, Siska tidaklah pernah dirindukan kedua anaknya. Karena wanita berambut sepinggang itu suka kasar kepada buah hati, salah satunya dalam memberikan hukuman. Sekarang kehidupan itu terasa sangat nyaman, tanpa ada hiruk pikuk seperti biasanya.

Malam pun telah tiba, suara burung hantu terdengar sejurus dari luar jendela. Tempat pergantian sirkulasi udara itu terbuka ketika arloji sakana klasik menunjukkan tengah malam. Suara riuh pun datang dari luar kamar, ditimpali tapakkan kaki yang mondar-mandir sedari tadi.

Aurel terbangun dari tidurnya, dia seakan mendapatkan bisikan gaib melalui kedua telinganya. Lamat-lamat, gadis kecil berusia 6 tahun itu melompat dari atas dipan dan dia membuka pintu kamar sembari tertegun menatap ruang tamu.

Musik piano dan biola berbunyi seperti ada yang memainkan, tepat arloji menujukkan tengah malam. Dengan membawa boneka berbusana adat Jawa di tangan kiri, Aurel pun beringsut menuruni anak tangga. Kerlingan netra sejurus pada ruang minimalis yang berada di samping dapur itu.

Setelah sampai di ruang tamu, netranya terbelalak ketika mendapati wanita-wanita cantik bersanggul—menari di atas permadani karpet merah. Akan tetapi, alat musik itu bermain dengan sendirinya tanpa ada yang menyentuh. Kemudian Aurel mendekat ke sumber bunyi dan menatap mantap wanita yang mengenakan tusuk konde itu.

"Tante," panggil Aurel spontan.

Kehadiran gadis kecil itu membuat bunyi alat musik pun berhenti, mereka menemui Aurel dan menggandeng tangan kanannya. Alat musik kembali berbunyi, setelah menjeda beberapa saat untuk menyambut anggota baru dalam grup tari mereka.

Pengantin KutukanKde žijí příběhy. Začni objevovat