Negosiasi

632 100 15
                                    

Sebenarnya apa yang kau cari? Sosok yang tak ada di kenangan atau jati diri yang tak pernah didapatkan?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Aku sungguh kecewa, Akaime." Ucap seseorang yang tiba-tiba datang, bersamaan dengan dia menggunakan kekuatan buah iblisnya untuk membunuh para pasukan kerajaan yang siap merobohkan istana Alabasta kapanpun itu.

"Minna!" Teriak Vivi.

Chaka menatap kaget, tak mampu berkata-kata.

(Name) melirik ke belakang. "Mundur, Vivi." Bisiknya lalu berbalik menghadap tamu yang sudah dia tunggu. "Sesuai dugaanku. Dimana Raja Alabasta, Crocodile?" Tanyanya dengan sebelah tangan memegang gagang pedangnya.

Vivi dan Chaka yang mendengar hal tersebut terdengar kaget.

"Kau! Jadi kau dalang dari hilangnya Raja Cobra?!" Teriak Chaka, mencengkram erat gagang pedangnya.

Mata Vivi membelalak kaget sekaligus ngeri. "Nani? Tou-san ...."

Crocodile menyeringai. "Tidak perlu buru-buru begitu, Tuan Putri, Pengawal." Kata Crocodile. Dia menghembuskan rokoknya. "Raja Alabasta masih aman. Bukan begitu, Miss All Sunday?"

"Ya." Ucap Robin yang datang sambil menyandera ayah Vivi.

"Tou-san!"

"Yang Mulia!"

"Tenang, prajurit, Vivi." Ucap (Name) sembari mencegah mereka maju, tatapan matanya begitu fokus pada Crocodile.

Alis Crocodile terangkat. "Mencari siapa, Akaime? Mugiwara? Dia-"

"Raja Bajak Laut tidak akan kalah oleh butiran debu seperti mu, Crocodile." Wajah Crocodile terlihat menahan marah. "Tapi aku punya urusan sedikit denganmu."

Crocodile tertawa. "Aku tahu. Kau penasaran kenapa aku tidak membunuhmu padahal aku punya kesempatan, bukan?" Jeda sejenak. "Bagaimana bisa aku membunuh seorang iblis?"

Sring.

Sebuah proyektil tebasan berwarna merah mengenai pipi Crocodile, sukses membuatnya terluka.

"Aku tidak ingin ikut campur pertarungan mu dengan Luffy karena." (Name) menyeringai. "Dia masih hidup."

Crocodile tertawa, merendahkan. "Apa-apaan kepercayaan dirimu itu, Akaime? Apakah lupa ingatan membuatmu lupa perbedaan kelas antara aku dan Mugiwara?" Crocodile menyeringai lebar. "Dia sudah mati di dalam pasir selayaknya sampah."

Alis (Name) berkerut tidak suka tapi dia tidak menyerang lebih jauh. Dirinya justru menatap dalam mata Crocodile.

Yang entah kenapa malah membuat Crocodile teringat akan kejadian lama.

Sedari dulu mata darah itu memang membuat tidak nyaman. Seolah-olah dia bisa mengetahui semua rencanaku. Pikir Crocodile.

Apa yang menjadi tujuannya? Kerajaan Alabasta adalah satu-satunya keluarga dari 20 aliansi Raja yang membentuk Pemerintahan Dunia yang tidak menetap di Marijoa. Kerajaan kuno dan kuat pasti memiliki sesuatu yang berharga kan? Matte, berharga? Kuno? Masaka .... Pikir (Name) sebelum menyeringai.

Crocodile merasa tidak nyaman dengan seringai tersebut.

Alih-alih melawan, (Name) justru kembali menyarungkan pedangnya lantas berbalik dan hendak terbang.

"Mau kemana kau, Akaime?!" Seru Crocodile.

(Name) menoleh dan tersenyum. "Bukankah itu yang kau cari, Crocodile?"

Crocodile langsung mengirim badai pasir besar ke arah (Name) namun (Name) balik mengendalikan pasir tersebut agar berpindah keluar ibukota Alabasta.

"Sepertinya kau lupa dengan kekuatan buah iblis ku, ya, Crocodile?" Tanya (Name) dengan seringai main-main.

Crocodile menggeram marah. Dia lalu merubah wujudnya menjadi badai pasir dan membawa (Name) keluar dari jangkauan istana. Setelah agak jauh dari istana, dia pun menyerang (Name) bertubi-tubi kendati (Name) dengan mudah menghindari semua serangan acak itu.

Menyerah menggunakan buah iblisnya, Crocodile berganti menyerang dengan kait besar di tangannya.

Kait milik Crocodile beradu dentingan dengan pedang milik (Name). Keduanya saling tatap dalam diam.

"Kau tahu apa tujuanku." Itu bukan pertanyaan tapi pernyataan.

(Name) mengangguk membenarkan. "Salah satu senjata kuno. Benar kan?"

Crocodile menyeringai. "Benar. Apa yang terjadi selanjutnya bisa kau bayangkan sendiri, Akaime." Ucapnya.

"Aku tahu tapi aku tidak mengajakmu menjauh untuk itu." Ucap (Name). Jeda sejenak. "Apa yang hendak kau lakukan pada negri ini untuk mencari benda tersebut, Crocodile?"

"Menurut mu?" Tanya Crocodile balik.

Mata (Name) membelalak kaget kala dia menyadari rencana selanjutnya.

"Kau-ugh."

(Name) lengah. Crocodile berhasil menusuknya dengan kait beracunnya.

Tubuh (Name) ambruk tapi Crocodile tahu bahwa hanya perlu hitungan menit atau bahkan detik bagi sang surai Dwi warna untuk pulih mengingat kemampuan buah iblisnya.

Sebelum benar-benar pergi, Crocodile menatap wajah yang menahan sakit itu.

"Ayo buat taruhan. Dalam 3 kali kesempatan, jika Mugiwara berhasil mengalahkan ku, akan kuberitahu kau rahasia masa lalumu yang aku tahu, Akaime. Sebaliknya, jika dia kalah, kau pergilah dari semua rencanaku." Ucap Crocodile.

(Name) memegangi perutnya yang mengeluarkan sinar hijau, gadis itu menyeringai. "Menarik. Aku juga ingin tahu masa lalu apa yang kau punya tentangku."

Alih-alih menjawab pertanyaan, Crocodile justru berkata. "Kau sendiri, sebenarnya apa yang kau cari, Akaime? Ingatan dari masa lalu atau jati diri yang tak pernah kau miliki?"

Entah kenapa (Name) merasa tersinggung. "Kau berkata seolah-olah aku di masa lalu adalah pengkhianat." Cibirnya.

Tapi Crocodile merubah dirinya menjadi pasir, pergi begitu saja meninggalkan (Name) yang keracunan dan terluka.

(Name) menyeka darah yang sempat keluar dari mulutnya. "Crocodile sialan. Yang paling penting, sekarang aku perlu menjauhkan bomnya. Sialan, tempat tinggi mana yang kira-kira cocok untuk meletakkan bom yang bisa meratakan seisi ibukota, ya?"

Hola! I'm back!

Sad amat, sih disini. Gak ada yang nanya kapan ini lanjut?

Well, aku tahu ceritanya mulai agak membosankan. Tapi tolong tahan! Sebentar lagi kita akan kedatangan tamu spesial!

Btw aku kasih pict khusus. Hanya sebuah clue untuk hubungan (Name) dan Crocodile.


Disini (Name) kelihatan tomboy, ya? Well, rancangan awla (Name) emang tomboy aslinya.

Ada yang bisa menebak hubungan keduanya?

Akaime no (Name) (One Piece x Reader)Where stories live. Discover now