Tawaran

973 171 31
                                    

Terkadang yang dilupakan justru selalu terkenang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Saat ini, (Name) sedang berjalan seorang diri di tengah Padang pasir yang luas.

Tadi pagi setelah berhasil lolos dari badai pasir, kehilangan sebagian perbekalan akibat kebodohan Luffy, dan mendapatkan tunggangan untuk Nami dan Vivi, mereka melanjutkan perjalanan dengan (Name) yang berjalan di samping Ace namun entah sejak kapan, mereka jadi terpencar-pencar seperti sekarang ini.

(Name) menyeka peluh di dahi. Kendati sudah mengendalikan angin agar suhu udara sedikit sejuk tetapi, panas gurun pasir masih saja terasa.

Jika kalian tanya kenapa (Name) tidak memakai tandu yang ia temukan kemarin, itu semua karena tandunya rusak terkena badai pasir.

Kini hari sudah sore menjelang malam, gadis itu menyipitkan mata saat dia melihat bebatuan yang menjulang tinggi.

(Name) memutuskan beristirahat sejenak.

Baru saja gadis itu memejamkan mata, hembusan angin bercampur pasir yang amat kencang menerpanya.

Sontak (Name) menurunkan tudung jubahnya dan terbatuk-batuk berusaha menyingkirkan pasir yang sempat masuk ke mulutnya.

"Bisakah kau langsung bicara tanpa melakukan hal seperti ini, Crocodile?" Tanya (Name) sambil membersihkan pasir di wajahnya.

Crocodile merubah dirinya menjadi manusia lagi. Dia lalu menunduk menatap wajah (Name) dalam keremangan senja. "Aku punya tawaran bagus untukmu, Akaime."

(Name) menatapnya tidak paham.

"Saat ini teman-teman mu sudah berpisah dengan Hiken no Ace dan sedang menuju ke sebuah Oasis yang malang yang hanya ditinggali seorang kakek tua ren-"

"Intinya, Crocodile. Intinya." Potong (Name) dengan wajah lelah. Gadis itu capek dan ingin secepatnya tidur meskipun tadi siang hingga sore, dirinya sudah puas tidur.

"Intinya, huh?" Crocodile menyeringai lantas tanpa aba-aba dia menarik tengkuk (Name) dan berbisik tepat di samping telinga gadis itu. "Aku menawarimu untuk menjadi pasanganku, Akaime."

(Name) meliriknya. "Oyaji dan Big Mom akan langsung membunuhmu jika mereka tahu."

"Itu jika mereka tahu." Balasnya, hendak menjilat telinga (Name) tapi gadis itu lebih dulu mendorongnya kasar.

"Aku tidak tertarik, Crocodile." Ucap (Name) dingin. Dia lalu bangkit dan membersihkan pasir yang menempel di bajunya lantas memunculkan sepasang sayap, hendak terbang.

Dia harus segera menyusul Luffy.

"Oasis yang mereka tuju bernama Yuba. Jika kau mau, aku bisa mengantarmu." Tawar Crocodile. Tatapan matanya sekilas terlihat tulus walau sekejap kemudian berubah datar dan acuh.

"Apa ini basa-basi untuk menjebak ku?" Sinis (Name) sambil bersendekap dada.

Crocodile menggeleng. Dia mengacak pelan rambut (Name) yang langsung gadis itu tepis.

Crocodile terkekeh lantas menghembuskan asap rokoknya. "Yah, aku tidak peduli jika kau menolakku, sih. Setidaknya sekarang." Diam sejenak. "Kali ini aku tulus menawarkan bantuan. Anggap saja sebagai ungkapan bela sungkawa atas kematian komandan divisi keempat pak tua itu." Dia lalu merubah sebagian tubuhnya menjadi pasir dan terbang.

(Name) masih menatapnya curiga namun gadis itu memilih terbang mengikutinya.

Perjalanan itu berlangsung dalam hening.

"Kau bukan orang yang akan berbela sungkawa untuk bawahan orang yang telah mengalahkan mu, Crocodile." Ucap (Name) memecah keheningan.

Crocodile terkekeh. "Benar." Dia membuang cerutu yang hampir habis lantas merogoh saku jasnya dan mengambil cerutu baru, menyalakannya. "Tapi Thatch adalah orang yang baik, sangat malah. Dia juga pernah menolongku saat aku kelaparan sehabis melawan pak tua itu yang sialnya seluruh perbekalan ku saat itu dicuri oleh para bandit. Sedangkan kau, aku memang tertarik padamu, Akaime. Anggap saja ini promosi spesial."

(Name) menatapnya terkejut. "Aku tidak tahu jika kau punya kisah seperti itu dengan Thatch-nii." Ucapnya, mengabaikan kalimat terakhir Crocodile.

Crocodile menghembuskan asap rokoknya. "Itu cerita yang sangat lama. Tidak seperti si kepala nanas, Thatch tidak berkata bahwa aku tidak bisa mengalahkan pak tua itu." Tatapan mata Crocodile melembut. "Selicik-liciknya diriku, aku masih tahu hutang budi. Tapi bukan berarti aku menyerah untuk membunuh pak tua itu."

(Name) terkekeh. "Sepertinya kau benci sekali dengan Oyaji."

Crocodile tidak menjawab. Dia justru menatap sinar matahari yang kian tenggelam.

"Hei, Akaime. Menurutmu, apa definisi sejati dari kebencian?"

Kini giliran (Name) yang diam. Matanya memandang jauh ke garis ufuk yang telah diliputi kegelapan malam.

Segelap hatinya kala mengetahui kematian Thatch.

"Aku juga tidak tahu, Crocodile. Apakah keinginan untuk membunuh orang yang sudah membunuh saudaramu dan mengkhianati keluarga, bisa dianggap sebagai kebencian? Tapi bagaimana jika keinginan itu tak bisa disampaikan karena sebuah amanat?"

Hembusan angin gurun kembali menerpa.

"Sungguh, aku tidak tahu definisi sejati dari kebencian, Crocodile. Jadi, bolehkah aku balik bertanya?"

Crocodile menatap gadis itu penuh penasaran.

Mata Semerah darah itu berkilau ditimpa cahaya bulan purnama, bak berlian Ruby yang amat langka.

Untuk sejenak Crocodile hanyut dalam pesona mata darah itu namun di sisi lain dia merasakan sesuatu yang familiar, seperti pernah melihat mata itu jauh di masa lalu namun dia tidak ingat pernah melihatnya dimana.

Hingga suara (Name) memecahkan lamunannya.

"Apa definisi sejati dari hilang?"

Akaime no (Name) (One Piece x Reader)Where stories live. Discover now