BAB 1

16.6K 984 94
                                    

-Selamat Tidur Jean|BAB 1-

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

"REINAND, JOE, DAN NARENDRA"

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

"Gak usah, biar saya sendiri yang akan mengabari keluarganya nanti."

Samar-samar sebuah suara masuk ke indra pendengarannya, mata Jean yang terpejam perlahan terbuka sayu. Beberapa kali laki-laki itu mengerjapkan matanya, mencoba untuk menetralisir cahaya matahari terang yang menusuk mata. Jean tidak tahu dimana ia berada sekarang, tiba-tiba saja ia sudah ada di dalam ruangan bernuansa putih dan cahaya terang tadi berasal dari jendela kaca yang ada di samping kanannya.

Bukankah tadi malam dia ada di sebuah halte?

"Lo di rumah sakit."

Sebuah suara masuk lagi ke pendengarannya, suara itu berasal dari pintu, seolah bisa membaca pikiran bingung Jean karena obsidian kecoklatan itu bergerak kesana kemari untuk mencari tahu dimana ia berada saat itu. Suara itu juga yang terdengar di awal tadi.

"Bang Rei?" lirih Jean tidak ada tenaga. Bahkan suaranya hanya terdengar seperti bisikan.

Orang dipanggil Rei oleh Jean itu mendudukkan tubuhnya ke kursi yang ada di sebelah ranjang rawat Jean. Aura dingin menguar dari tubuh yang lebih pendek dari remaja tersebut, melemparkan tatapan menuntut pada laki-laki yang hanya bisa terbaring lemah dengan jarum infus yang menancap di tangan.

"Tadi malam, di halte bus, lo ditemukan dalam keadaan gak sadarkan diri sama seseorang," ucap Rei memulai pembicaraan. Jean diam mendengarkan. "Lo mau cari mati, Jean Yogi Arcelio?"

Jean mengalihkan tatapan matanya dari seseorang yang sudah menganggap Jean sebagai adik kandung. Padahal hubungan darah pun mereka tidak punya.

"Untungnya orang itu langsung bawa lo ke rumah sakit dan hubungin nomor gue, bukan ke nomor Ayah lo karena nomor Ayah lo gak aktif. Coba lo bayangin kalau nomor Ayah lo aktif dan Ayah lo mengangkat telfonnya, rahasia yang lo simpan selama ini bakal terungkap gitu aja."

Jean memejamkan mata sejenak, menelan ludah susah payah karena tenggorokannya kering.

"Tadi malam lo kemana? Sampai-sampai bisa pingsan di halte kaya gitu? Lo tau kan, kondisi lo kaya apa sekarang? Lo itu gak boleh kecapekan, harus istirahat yang banyak."

"Jean kerja, bang."

"Udah gue bilang gak usah kerja, Jean."

"Kalau Jean gak kerja, Jean gak bisa beli obat lagi."

Rei tak habis pikir dengan jalan pikiran anak satu ini. Justru jika ia kerja dan membuat fisiknya lelah, obat yang masuk ke dalam tubuh kurus itu tidak akan ada gunanya diminum. Tubuhnya akan selalu digerogoti oleh penyakit. Menelan salivanya, Rei terus memberikan tatapan dinginnya pada Jean.

"Gagal jantung. Itu penyakit yang saat ini lo derita, kalau lo lupa."

Jean tau itu. Tak perlu diingatkan lagi.

"Dokter sendiri yang bilang kalau lo harus banyak istirahat dan gak boleh kecapekan."

"Tapi Jean kerja untuk diri sendiri, untuk beli obat." Jean tatap mata yang lebih tua, "kalau Jean gak kerja, pakai apa Jean tebus obat yang dikasih Dokter? Pakai apa Jean periksakan diri ke Dokter? Bang Rei sendiri yang bilang kalau Jean harus bisa sembuh."

"Tapi gak harus kerja banting tulang kaya gini, Jean. Ayah lo itu orang terpandang, pengacara terkemuka di negeri ini. Lo bisa minta uangnya ke Ayah lo, gak perlu kerja. Lo juga bisa gunain uang jajan yang dikasih Ayah lo."

Jean: Selamat Tidur Jean (S1, end) & Pulanglah Jean (S2, on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang