Noda 8

423 26 3
                                    

"Apa kamu puas?" Aku bertanya dengan suara parau.

Di samping tempat tidur Edgar duduk sambil terus memperhatikanku. Sesekali tangannya terulur ingin mengusap pipiku yang basah, tapi secepat kilat kutepis gerakannya.

"Tertawalah penuh kemenangan, Edgar. Kamu sudah berhasil menyakitiku melalui kehancuran pernikahan ini," ucapku lagi.

"Aku tidak bermaksud menyakitimu, Citra. Semua ini kulakukan demi kebaikanmu," sahut Edgar.

Dadaku sakit luar biasa mendengar ucapan Edgar barusan. Tapi bibir ini justru melantunkan tawa sumbang yang mengandung kepahitan.

"Ya ampun, kebaikan apa yang kamu maksud?" tanyaku dengan suara serak dan mata kembali berembun. "Bagimu semua memang terlihat baik karena telah berhasil mencapai obsesimu selama ini, benar kan?"

"Setidaknya kamu terbebas dari laki-laki brengs*k seperti Jonathan." Edgar mengucap pembelaan yang menurutku tidak masuk akal sama sekali.

"Justru kamulah yang brengs*k!" teriakku dengan nada tinggi. "Kamu adalah penyebab kehancuran rumah tanggaku!"

"Tenanglah, Citra. Pelankan suaramu," ujar Edgar panik.

"Aku tidak bisa tenang sebelum Mas Jo kembali padaku!"

"Kupastikan dia tidak akan pernah kembali padamu!"

"Kamu jahat! Kamu tega sekali! Aku ... aku membencimu, Edgar!" 

Aku memekik histeris sambil terus menangis. Tiba-tiba pintu dibuka dan Ibu muncul sambil menenteng plastik di tangannya. Alisnya sedikit menukik saat melihat aku yang sedang marah.

"Ada apa ini, Ed?" tanya Ibu sambil berjalan mendekat.

Edgar mengangkat bahu sekilas. "Biasalah, Bu. Emosi calon istriku ini sedang tidak stabil," jawabnya.

"Siapa yang jadi calon istrimu, hah? Aku tidak sudi!" sahutku ketus. Air mataku luruh diiringi rasa sakit di dalam dada.

"Jangan terlalu menguras energimu dengan emosi berlebihan begitu, Citra. Berhentilah menangis, semuanya sudah terjadi dan tidak bisa diubah lagi," tukas Ibu.

"Tuh, dengar apa kata Ibu. Kamu jangan nangis terus, dong. Nanti cantikmu luntur gara-gara terkikis air mata," timpal Edgar. 

Dia masih sempat menggodaku dengan seringainya yang terlihat menyebalkan. Jemari Edgar berhasil mengelus pipiku, tapi secepat kilat kutepis menjauh.

"Cobalah untuk menerima kenyataan yang ada. Kamu hanya kehilangan satu orang laki-laki yang tidak mencintaimu, sementara di sini masih ada Edgar yang siap menjagamu," ujar Ibu lagi. Laki-laki di sampingku mengangguk membenarkan ucapan Ibunya.

Sementara itu Ibu mengeluarkan beberapa barang dari dalam plastik dan menyusunnya di atas nakas. Kemudian menyodorkan sebuah wadah makanan beserta sendok ke arah Edgar.

"Suapi Citra, Ed. Dia belum makan sejak pagi," perintah Ibu pada anaknya.

Edgar mengangguk paham, lalu dia menaikkan sandaran tempat tidurku.  Aroma sup menguar ke indra penciumanku, tapi tidak lantas membangkitkan selera. Kemudian Edgar menyodorkan sendok berisi nasi dan potongan daging ke hadapanku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 07, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Setetes NodaWhere stories live. Discover now