Pindah atau menetap?

7 0 0
                                    

"Makasih ya Pak," ucap Yuna ramah pada Pak Udin, selaku sopir yang telah lama bekerja pada keluarganya.

"Iya Non, sama-sama," jawab Pak Udin dengan senyum hangat.

Yuna keluar dari mobil dan melangkah menuju rumah mewah berlantai dua, berwarna putih dengan desain modern yang telah lama menjadi tempat tinggalnya. Huft, mungkin tahun ini akan menjadi tahun terakhirnya di rumah ini. Kali ini, ia tak ingin buru-buru masuk. Ia ingin menikmati suasana dan kenyamanan yang khas dari rumahnya.

"Apa iya aku bakal ninggalin rumah ini? Dan teman-teman? Dan semua yang ada di kota ini? Aku belum siap," ucapnya bermonolog, sambil mengusap air mata yang enggan berhenti mengalir.

Setelah beberapa saat, Yuna mencoba menghibur dirinya sensiri dan memutuskan untuk masuk ke dalam eumah sebelum kakaknya pulang dari sekolah. Oh, apa dia sudah pulang? Semoga saja belum, jika tidak, alasan apalagi yang akan Yuna gunakan untuk menyembunyikan mata dan hidungnya yang semerah tomat itu?

"Assalamualaikum," ucapnya setelah memasuki rumah.

"Waalaikumussalam," sahut Bi Inah, asisten rumah tangga dirumahnya. "Non, kenapa tadi ga pencet belnya aja. Nanti kan Bibi bukain," ujarnya.

"Gapapa Bi, Yuna gamau ngerepotin. Lagian juga cuma buka pintu. Oh iya, Ka Iky udah pulang belom yah?" tanyanya.

"Oh, Den Iky udah pulang dari tadi Non. Tadi juga nanyain Non Yuna."

"Aduh, mampus. Semoga aja kakak ga nyariin," batinnya.

"Gitu ya Bi, makasih. Yuna ke kamar dulu yah," ucapnya ramah.

"Iya Non, kalo mau makan turun aja yah. Udah Bibi siapin," teriak Bi Inah.

🕊🕊

Ditempat lain, ada seorang remaja tampan yang tengah mondar-mandir bak setrika rusak, bedanya yang ini jauh lebih tampan dan dapat dijadikan pasangan hidup pula.

"Gabisa dibiarin nih, gua harus jemput Yuna. Aduh, kenapa tadi ga jadi jemput sih. Kan repot kalo gini jadinya," ujarnya, selaku Kakak dari Yuna.

Tanpa menunggu lama ia keluar dari kamarnya menuju tempat Sang Adik menimba ilmu.

Setibanya ia di depan gerbang, ada sosok pria yang bertanya. "Aden mau kemana ini teh? Kok buru-buru gitu?" tanya pria tersebut. Oh, dia adalah satpam di rumahnya.

"Mau jemput Yuna, Mang. Tolong bukain yah."

"Maaf Aden, bukannya Mamang teh gak mau bukain. Tapi tadi teh Non Yuna udah dijemput sama Pak Udin," jelasnya.

"Mamang serius? Terus Yuna udah balik belom?" tanya Iky penasaran.

"Udah Den, ga lama ini Non Yuna sama Pak Udin teh udah balik."

"Gitu yah Mang, yaudah makasih yah. Iky ga jadi keluar yah. Maaf juga Mang," ujarnya sopan, kembali memarkirkan mobilnya.

🕊🕊


"Huft, alhamdulillah akhirnya Yuna bisa rebahan. Capek banget hari ini," batinnya. Ia merebahkan diri masih menggunakan jilbab rabbani sekolahnya. Dan yah, jangan heran jika seorang Yuna merebahkan diri tanpa mengganti pakaian terlebih dahulu.

Tok tok tok..

Sepertinya hari ini keadaan tidak ingin memberinya sedikit waktu untuk istirahat, menyebalkan sekali. "Masuk, ga dikunci," jawabnya.

Sang pengetuk pintu mulai melangkah masuk diikuti wajah yang rasanya asam semacam mangga muda. Bagaimana tidak? Ia begitu cemas, dan yang sedang dicemaskan? Sungguh tidak tahu diri. Siapapun tolong ajari Sang Adik cara menghargai Kakaknya ini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 24, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Imperfect LifeWhere stories live. Discover now