Prolog

12 1 0
                                    


Kantin ramai dipenuhi oleh suara gemuruh dan kegembiraan para pelajar yang sudah kelaparan. Bau harum makanan yang menggugah selera tercium sejak memasuki ruangan. Langit-langit kantin yang tinggi dan dindingnya yang dilapisi dengan cermin menciptakan kesan luas dan terang. Cahaya alami dari jendela-jendela besar di sepanjang sisi ruangan memberikan sentuhan hangat pada suasana.

Di meja-meja yang tersusun rapi, terlihat siswa-siswa yang duduk berkelompok, sibuk mengobrol dan tertawa riang. Terdengar pula suara riuh dari langkah-langkah cepat para siswa yang berjalan bolak-balik antara meja makanan dan tempat duduk mereka. Rangkaian aroma makanan yang beragam, mulai dari nasi goreng yang wangi, mi kuah yang menggoda, hingga aroma manis dari kue dan roti, mengisi udara dan memikat selera siapa pun yang berada di dalam kantin.

Suara dengungan mesin kopi dan suara mesin pembuat jus semakin menambah kehidupan di kantin. Para siswa berdesakan di depan konter makanan, memilih hidangan favorit mereka dengan antusias. Terdapat pula para penjual makanan yang ramah, siap untuk melayani permintaan pelanggan dengan senyuman di wajah mereka.

Di sudut kanan kantin, terlihat empat gadis tengah terlibat dalam percakapan yang serius. Suasana kantin yang riuh seakan lenyap, menandakan mereka tengah fokus pada topik yang sedang dibicarakan.

"Na, lu jadi pindah?" tanya Meisya dengan tatapan penuh   keingintahuan. Ia gadis bermata bulat dan hitam pekat, dengan tanda lahir di dagu yang seakan menambah keunikan dan kecantikannya.

"Iya, jangan pindah Na. Nanti kalo lu pindah gua sama yang lain gimana?" tambah Rahma dengan ekspresi cemas di wajahnya. Ia gadis dengan kulit sawo matang yang khas, memberikan sentuhan hangat pada penampilannya. Hidungnya yang mancung memberikan keanggunan tersendiri pada wajahnya, sementara bulu matanya yang lentik seakan menambah daya tarik pada matanya yang indah.

Yuna menatap teman-temannya haru yang terlihat dalam matanya.  Ia menundukkan kepala, mencoba menyembunyikan kesedihannya yang mendalam. "Hm, aku juga gatau. Aku juga gamau pindah, yah tapi mau gimana lagi. Tunggu aja nantinya, aku jadi pindah apa enggak," ucapnya dengan suara lembut. Dalam kalimatnya, Yuna merasa bingung dalam situasi tersebut. Karena ia tidak dapat mengatakan dengan pasti apakah ia jadi pindah atau tidak.

Menyadari situasi rumit tersebut, sahabat-sahabat Yuna memilih untuk diam dan saling berpelukan satu sama lain. Mereka merasakan kekhawatiran dan harapan yang sama, yaitu semoga Yuna tidak jadi pindah. Baru-baru ini, mereka bahkan telah merencanakan libiran bersama untuk mengisi libur panjang usai kenaikan kelas beberapa hari lalu.

"Udah yuk balik, bentar lagi bel masuk. Nanti kita kerumah Yuna aja buat bujuk orang tuanya biar ga jadi pindah. Gimana?" usul Raisa, memberi secercah harapan yang membuat ketiga sahabatnya mulai mengukir senyuman.

"Setuju!" jawab mereka bersamaan, dengan senyum bak bunga yang tengah merkah.

Terdapat secercah harapan yang membuat para gadis meninggalkan kantin dengan sukacita. Padahal, tiada hari  terlewati tanpa rasa malas saat kembali ke kelas. Mungkin itulah arti persahabatan, saat salah satu sedih semua akan sedih. Dan begitulah sebaliknya.

Kringggggggggg
Suara bel berdenting keras, menandakan waktu istirahat telah usai.

"Nah bener kan apa gua bilanng? haha," ucap Raisa bangga setibanya di depan kelas.

"Dih, kebetulan aja sih," protes Rahma tak membiarkan Raisa besar kepala tentunya.

"Udah ya ampun, buat hari ini aja jangan mulai debat ga guna kalian. Kalo enggak liat aja nanti" lerai Keysha. Entah apa yang akan terjadi bila tak ada sosok bernama Keysha ditengah persahabatan mereka. Dialah yang tak pernah bosan melerai dua makhluk yang tidak tahu waktu dan tempat yang tepat untuk suatu yang unfaedah.

"Haha yaudah yuk, hari ini jamnya Pak Hasan. Jangan sampe kita kena masalah lagi," ucap Yuna.

"Nah, bener tuh, jangan sampe kita dihukum karena kalian ribut lagi," tambah Keysha. Megingat terakhir kali mereka berempat dihukum oleh Pak Hasan, diminta keluar kelas dan tidak diizinkan mengikuti pelajaran Matematika.

"Ehm, iya deh. Siapa juga yang lagi ribut. Ya kan Ma?" tanya Raisa. Ia berkedip memberi kode.

"E- eh iya, apa sih lu berdua. Ayo Sa," ajak Rahma masuk kelas, diikuti Raisa dan juga dua orang yang tak habis pikir dengan tingkah mereka berdua.

                          🕊🕊

"Gila, yang bener aja Pak Hasan. Ngasih tugas ga mikir dulu apa ya. Sekali pertemuan udah dikasih segitu banyaknya. Gabisa tidur nyenyak dong," keluh Yuna panjang lebar. Bagaimana tidak? matematika adalah musuhnya sedari x dan y menyerang.

"Iya tuh, mana gua ga paham sama penjelasan Pak Hasan tadi," tambah Raisa, mengungkapkan kebingungannya.

"Don't worry guys, masih ada Keysha cantik yang bakal bantuin kita. Nah, kalo bahasa indonesia kan ada tugas juga tuh. Ada Nana yang akan mengatasi. Masalah pun selesai," celetuk Rahma yang tiba-tiba membuat Keysha dan Yuna kesulitan bernapas untuk sejenak.

"E-eh aku?" tanya Yuna memastikan. Ia memang kerap dipanggil Nana oleh orang terdekatnya.

"Iyaaa," jawab Keysha dan Raisa bersamaan.

"Okay, no problem. Gua bakal bantu ngerjain tugas bejibun dari Pak Hasan," sahut Keisya selaku murid terpintar matematika sekaligus teman terbaik dari mereka.

"Siip. Gimana kalo besok kita kerjainnya di rumah Nana aja. Terus kita jalan keluar gitu, besok kan libur," ajak Raisa.

"Em, boleh. Gimana kalo sekalian bujuk orang tua Nana biar ga jadi pindah," tambah Keysha.

"Bagus tuh, gua setuju Key." Rahma menatap Yuna penuh harap. "Na, lu gimana?" tanyanya.

"Setuju, besok Mama sama Papa juga dirumah," jawabnya. Ia menatap teman-temannya haru. "Thanks guys, kalian baik banget. Kalo semisal aku jadi pindah, aku ga bakal lupain kalian," tanpa aba-aba, air mata mulai membasahi pipi Yuna.

"Udah Na, jangan mikir gitu. Kita positif thinking aja yah," ucap Keysha.

Setelah beberapa saat mereka kembali bersedih, akhirnya ada yang membhka suara. "Hey, apaan jangan sedih mulu dong. Lagian kalo nangis kita bakal jadi jelek. Gua gamau kalo kita jelek. Senyum yah, para sahabatku yang cantik," celetuk Raisa membuyarkan kesedihan temannya. Oh, sepertinya Raisa yang senantiasa memperhatikan penampilan dan kecantikannya telah kembali.

Yuna mengusap air matanya, tersenyum. "Hahaha, yaudah yuk balik. Aku juga udah laper banget,"

Dan tanpa mereka sadari, sepasang mata telah lama menatap mereka penuh kekaguman.

"Kalian memang beda," gumam seseorang, tak terlihat dari sudut mana suaranya berasal.










Hai, semoga karyaku ini bisa menghibur kalian. Maaf klo masih ada typo atau feel yang kurang dapet. Masih penulis amatiran🥰.
Jangan lupa kasih vote dan saran kalian yaa *-*

Imperfect LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang