13. Faal Vahlok (The Sentinel)

8 2 0
                                    

Usai Heejin si Dewi Kelinci membagikan ingatan tentang masa lalunya, sang adik, Doyum, turut mengaktifkan kekuatan dan melanjutkan cerita sang kakak.

.
.
.
.
#####

Bulan sabit tiba setelah kepergian kakak Heejin. Ibunda dan aku duduk di meja makan berukuran besar yang terbuat dari kayu. Meja makan ini cukup untuk tempat kami makan, namun sedikit luas karena kakak Sehun mengembara. Sekarang sudah tersedia makanan yang telah dimasak Ibunda. Aku dan Ibunda makan, walau tidak terlalu lahap akibat memikirkan kakak Heejin.

Sedangkan Ayahanda cuma berdiri melipat tangan menghadap luar jendela. Kebetulan jendela menghadap arah dimana kakak Heejin pergi.

"Suamiku, makanlah."
Panggil Ibunda.

"Nanti saja."
Jawab Ayahanda tanpa melihat kebelakang.

"Suamiku, tenanglah, Heejin pasti akan baik-baik saja."

"Baik-baik saja bagaimana?! Ini sudah larut malam dan dia belum kembali!"
Jawab Ayahanda dengan nada tinggi. Kali ini beliau membalik badan.

"Saya tahu kekhawatiranmu, suamiku. Heejin juga anak saya, mana rela saya membiarkan anak perempuan satu-satunya di keluarga kita keluar malam-malam begini? Di luar sana berbahaya, hanya pemburu berpengalaman dan pemberani saja yang bisa berkeliaran di luar sana."

Balas Ibunda panjang.

Ayahanda cuma terdiam. Aku tak berani mengeluarkan sepatah kata pun, yang ku lakukan cuma mengunyah kentang hasil panen tetangga kami. Sebenarnya Ayahanda mau saja melacak kakak Heejin, namun karena luka lama di dada beliau membuat Ayahanda enggan berburu di alam liar lagi. Akupun demikian, aku terlalu takut untuk mencari kakak Heejin. Cahaya terbatas, bahkan obor pun bisa menarik perhatian penjahat.

Ayahanda duduk di sebelah Ibunda, kemudian Ibunda mengambil nasi dan diletakkan di piring Ayahanda. Aku bingung, kondisinya sekarang canggung. Cuma aku satu-satunya anak di keluarga.

Aku berdiri dari meja makan.

"Ibunda, terima kasih makanannya. Ayahanda, Ibunda, izinkan Doyum untuk rehat di kamar."
Ucapku.

"Doyum."
Panggil Ayahanda sebelum aku beranjak.

"Iya, Ayahanda?"

"Apa kamu tahu kemana kakakmu pergi?"

"Hmm, maafkan Doyum, Ayahanda. Doyum tidak mengerti."

"Baiklah. Istirahatlah, anakku."

Aku jalan menuju kamar dengan pikiran kacau.

***

Waktunya tidur. Menenangkan diri dan pikiran. Sembari berpikir kemana kakak Heejin pergi. Dalam larutnya pikiran, aku tertidur.

Saat itu aku bermimpi. Aku berada di hamparan tanah dengan ilalang tinggi, tapi ada pun bagian tanahnya penuh rumput. Langit cerah namun tak menyengat di kulit. Terkadang angin juga bertiup menggerakkan awan. Disitu, aku tak beralas kaki.

"Oh, cuma mimpi."
Kataku.

Tapi, tunggu sebentar. Kenapa aku sadar dan bisa mengendalikan diri? Aku toleh kesana-kesini, mencari tahu dimana keberadaanku berada.

The Dream Founder [Book 5] ✓Where stories live. Discover now