🦄9. Sahabat Baik🦄

157 34 0
                                    

Keesokannya Gendhis ingin bertanya pada Clary apakah bisa membantu mencarikan pasien bagi kakak kelasnya. Dengan riang Gendhis segera pergi ke rumah di depan kosnya. Ia sengaja langsung menuju ke belakang melalui halaman samping. Saat berjalan melintasi tanah yang rumputnya tumbuh subur, ia bisa membaui wangi masakan yang sangat menggugah seleranya.

Seperti biasa Gendhis masuk begitu saja seperti rumah sendiri karena kebetulan pintu dapur terbuka. "Masak apa, Cla?" tanya Gendhis membuat Clary terkejut karena sosok hitam manis ini sudah membaui uap panggangan teflon.

"Mau bikin sampel makanan buat dijual," ujar Clary melanjutkan mencuci alat yang sudah dipakai.

"Wow! Jualan apa kamu?" Mata Gendhis berbinar saat mendengar kata 'sampel'. Itu artinya bisa dipastikan ia tak perlu merogoh kocek untuk membeli makan.

"Ayam panggang kalasan dan bolu pelangi."

Seketika Gendhis menelan ludahnya. Perutnya bergolak membayangkan gurihnya ayam panggang kalasan buatan Clary. "Aku mau! Boleh, kan? Sebelum dijual harus lolos tes tetangga dulu!"

"Boleh! Tapi makannya ntar setelah difoto," kata Clary.

"Ngapain difoto?" Gendhis menyuarakan nada protes cacing perutnya yang minta disejahterakan.

"Mau dimasukin Instagram."

"Yey! Pesta lagi hari ini! Makasih Cla tersayang, aku padamu deh! Eh, ralat. Aku pada ayam kalasanmu, ding." Gendhis girang sekali membayangkan makan gratis.

Clary mengangkat ayam dari panggangan dengan hati-hati lalu menatanya di pinggan dengan hiasan selada, tomat, dan ketimun. Gendhis turut nimbrung.

"Hih, kamu Ndhis girang banget kalau gratisan," gerutu Clary. Si gadis hitam manis cuma membalas dengan nyengir kuda.

Namun, bayangan indah Gendhis mencecap makanan enak dan gratis itu tidaklah bisa terwujud dengan mulus. Saat hendak mengambil sepotong paha yang menggiurkan dimana uap panas masih mengepul menandakan masakan baru matang, seorang wanita bertubuh gemuk sudah berdiri di ambang pintu. Saking gemuknya, tubuh wanita itu sangat pas dengan lebar pintu.

Cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan terhalang oleh tubuh besar itu, memperlihatkan bayangan gelap yang jatuh di lantai ruang makan. Bahkan Gendhis membayangkan yang datang bukanlah sesosok manusia tetapi sejenis ogre seperti di film Sherk.

"Mama?" Clary tersentak, dan Gendhis bisa menyimpulkan bahwa wanita itu adalah mama mertuanya.

Gendhis bisa menangkap raut kejengkelan dan marah dari mama tiri Clary yang bernama Sukmadewi.

"Jadi kalian yang ribut di sini?" Nada suara Tante Suwi membuat Clary dan Gendhis merinding.

Mata Tante Suwi mengerling ke ayam di meja. Gendhis langsung melahap cepat karena takut Tante Suwi yang mulutnya mirip buldozer itu merampas makanan gratisnya.

"Ayam siapa itu?" tanya Tante Suwi dengan gerakan dagu menunjuk paha ayam yang masih mengepulkan uap.

"Ayam saya!" Gendhis menjawab spontan dengan lantang.

Mama Suwi menatap tajam. "Clary masakin kamu?"

"Oh, bukan, Tante. Ini buat pacar saya." Gendhis meringis.

"Aku jual ayam ke Gendhis, Ma," timpal Clary dengan cepat. Tumben otaknya lancar di saat genting begini.

Tante Suwi merengut. "Mama minta dimasakin, kamu nggak mau. Lha kok, kamu malah masakin lokomotif ini!"

"Lokomotif?" Gendhis terheran dengan kernyitan alis.

"Lah iya. Kamu kan item kayak lokomotif."

Sementara itu Clary merasa bersalah karena pernah keceplosan menyebut temannya Lokomotif Eksotis.

Gendhis "Sang Jomlo Legend"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang