🦄6. Melepas Jomlo🦄

Start from the beginning
                                    

"Nggak gitu juga kan, Mi. Hallo? Mi? Mami?" Lud mengerang kesal karena sambungan terputus sepihak.

Pacar? Siapa perempuan yang mau diajak berkencan. Ada beberapa mahasiswi yang terlihat mencoba mendekatinya, tetapi Lud tidak ada minat.

Atau dia sudah menunjukkan penyimpangan? Lud menepuk pipinya berulang, mengusir perasaan aneh itu. Lud memang aktivis peduli HIV-AIDS, dia sering bergaul dengan teman-teman LGBT untuk memberi penyuluhan pentingnya kondom agar tidak menularkan penyakit menular seksual dan yang paling parah terinfeksi HIV-AIDS. Tapi bukan berarti Lud dalam bergerombolan itu.

Lud hanya jengah. Statusnya sebagai anak lelaki di keluarga membuatnya seperti sapi pejantan yang siap membuahi siapa saja asal bisa meneruskan keturunan. Sang Mami juga selalu bilang Lud harus mencari wanita yang subur, agar bisa mendatangkan banyak keturunan bagi garis keluarga Keandra, terlebih keturunan laki-laki. Dan ini sangat membebani Lud.

Bukan Lud tidak menyukai perempuan. Dia hanya tidak suka berinteraksi terlalu dekat dengan mereka. Hidupnya yang dikelilingi perempuan cerewet: mami dan tiga kakak perempuan, membuatnya ingin terlepas dari jeratan perempuan untuk sementara waktu.

***
Dan ini adalah hari terakhir, sebelum besok Lud harus mengajak seorang gadis untuk dikenalkan kepada orangtuanya. Lud hanya bisa mondar-mandir di dalam kamar tanpa bisa memikirkan solusi yang tepat. Saat otaknya berputar kalut, terdengar teriakan dari lantai bawah.

"Lud, ada Jati!!" seru Galang membahana.

"Suruh naik!" jawab Lud yang malas turun.

Tak lama Jati masuk ke kamarnya. Tangannya membawa bungkusan makanan untuk Lud. "Gimana tugasnya, Lud?"

Lud nyengir. Tugas kelompok berdua berasa tugas perorangan, dan Jati membayar rasa bersalahnya dengan sebungkus ayam penyet.

"Nih, aku bawakan requestmu." Jati meletakkan bungkusan itu dan menghampiri meja tulis. "Tugasnya dah selesai?"

"Udah tuh." Lud menunjuk dengan dagu sambil membuka bungkusan ayam penyetnya.

Lelaki itu berdiri untuk mencuci tangannya sebelum melahap bungkusan yang menggiurkan itu.

"Jati, kamu ada temen cewek nggak, buat jadi pacar sehari aja. Yang ancur deh," Jati mengernyitkan alis.

"Cewek kos sebelah itu bukannya ancur juga?" Jati mulai sibuk dengan game di smartphonenya.

"Maksudmu? Gendhis?" Jati hanya menggerakkan alisnya membenarkan. "Nggak ada yang lain?"

"Gini deh, aku bikinin undian nama cewek aja. Kamu ambil satu undian, dan itu yang kamu jadiin pacar sehari. Gimana?" Ide Jati, membuat Lud yang sedang makan menghentikan kunyahan sejenak.

"Boleh."

Dan akhirnya, Jati membuat 5 undian dan menuliskan nama di atas kertas itu.  Setelah kelima nama tertoreh di kertas, Jati menggulung kertas itu dan menaruhnya dalam sebuah mug kecil.

"Nih, ambil. Doa dulu siapa tahu jodoh!"

Lud menggeram dan dengan tangan kirinya yang tak kotor, ia mengambil 1 dari 5 gulungan kertas.

Jati membuka cepat dengan tak sabar dan terkekeh saat membaca siapa nama yang ditulisnya tadi.

"Gendhis."

"Ulang, ulang!!"

"Eitz, ini jodohmu! Tidak ada perulangan!" tolak Jati.

"Aku lagi marahan. Dia ngerjain aku," kata Lud sambil melucuti daging ayam dari tulang.

"Mana HP mu!"

"Buat apa?" Lud masih asyik makan. Ia menunjuk dengan tangan kanan berlepotan sambal dan butiran nasi.

Gendhis "Sang Jomlo Legend"Where stories live. Discover now