23. Ironi Kebaikan

27 15 4
                                    

Rayford pulang setelah jam makan siang. Cuaca siang hari menggigit hidung, dan langit sedang sendu-sendunya. Awan kelabu gelap bergelung padat di langit Kota Stentin. Samar-samar terdengar geluduk dari kejauhan.

Rayford memutar kenop pintu dengan begitu perlahan, berdoa dalam hati dengan harapan Jamen masih terlelap, sebab pria itu punya jadwal tidur yang berantakan. Tetapi, ketika Rayford mencium bau bawang putih dan mentega yang menguar wangi, ia meringis sebal.

"Tuan!" seru Jamen saat Rayford melongok masuk. Si pemuda yang malang menggerutu dalam hati. "Kenapa engkau pergi tanpa memberi kabar?"

Rayford menghela napas. Ia menutup pintu dengan punggungnya. "Aku tidak mau kau melapor kepada Caellan."

"Sayangnya, Tuan Besar lebih tidak suka kalau aku memberi laporan yang tidak lengkap."

"Apa kau sudah melapor?"

Jamen menyeringai. "Keberuntungan padamu hari ini," ujarnya sembari mengacungkan spatula yang mengilap ditimpa cahaya lampu. "Aku menelepon tetapi tidak ada yang mengangkat. Tampaknya Tuan Besar sedang keluar."

"Katakan kepadanya kalau aku pergi membeli selai." Rayford mengacungkan kantong belanjaan kecil. "Dan ... berjalan-jalan untuk menghapal rute trem."

Jamen memerhatikannya dengan heran. "Sebegitu besarnya kau tidak ingin berbohong sampai menumpuk botol selai di lemari, Tuan?"

"Aku Guru Muda. Aku tidak berbohong."

Jamen hanya mengangkat bahu. "Baguslah," komentarnya sekenanya. Ia tak mengatakan apa-apa lagi setelah itu. Ia sekarang menuangkan krim cair ke panci, tenggelam sekali lagi pada menu yang sedang dimasak. Kalau tidak salah, Jamen bilang menu hari ini adalah sup krim jamur dan roti panggang mentega bawang. Terlalu banyak bawang, tapi tak masalah—masakan Jamen memang lumayan enak khas rumahan, meski belum mampu menyaingi menu-menu yang dikirim kekasih Caellan setiap seminggu sekali. Yah, kalau tidak salah gadis itu bekerja di kedai keluarganya. Sudah pasti kehebatannya tidak tertandingi.

Rayford berganti baju dengan cepat, seolah-olah Caellan akan datang di menit itu juga dan menangkapnya basah baru saja keluar rumah. Ini menggelikan. Semenjak Rayford mendapat undangan Elentaire, Caellan mendadak bersikap terlalu protektif. Tentu Rayford bisa saja melumat tubuh dan menghilang dalam sekejap dari kamarnya, tapi ia tak mau mengambil risiko mual seharian karena efek perpindahan yang begitu cepat. Rayford belum terbiasa dengan ini.

Kalau begitu, mungkin butuh waktu bertahun-tahun pula agar Rayford bisa memanfaatkan Energinya melakukan berbagai hal seperti Cortessor tadi pagi.

Tak masalah. Dia tetap akan berangkat menimba ilmu di institut. Dan siapa pun tak boleh memengaruhinya lagi.

Caellan datang selalu di waktu yang sama. Malam ini dia hadir dengan senyum lebar yang mencurigakan. Rayford menyadari bibirnya sempat berkedut saat melihat dua koper dan satu mantel yang tersampir di sofa.

"Malam ini?" tanyanya.

Rayford mengangguk. "Mari makan. Aku takkan bertemu denganmu sampai liburan musim panas."

"Kau banyak lagak sekarang, ya?" Caellan mencemooh. "Awas saja kalau kau terlibat masalah selama berada di sana."

"Memangnya aku dirimu?" balas Rayford, yang membuat sang abang seketika mengangkat alis. Jamen buru-buru menyajikan piring hidangan di meja, kemudian bersembunyi di ruang kerja Rayford dengan makan malamnya sendiri. Sudah pasti perdebatan bakal meletus, sebagaimana kebiasaan baru yang tercipta akhir-akhir ini, dan Jamen lelah mendengar celotehan para pemuda yang mampu menggerogoti kesehatan mentalnya. Jamen sudah mencapai usia di mana perdebatan sama sekali bukan pilihan dalam menyelesaikan masalah.

ANTIMA: The Trial ✓Where stories live. Discover now