Part 7 : Godaan Cinta Pertama

26 4 0
                                    

Gadis bergamis tosca itu melangkah dengan gusar menuju perpustakaan kampus. Berkali-kali ia menolehkan kepalanya ke arah belakang, memastikan perasaannya memang hanya sebatas dugaan. Sejak tadi ia merasa ada seseorang yang memperhatikan langkahnya, lantas membuntutinya. Namun, ketika ia edarkan pandangan ke sekelilingnya, semuanya tampak normal-normal saja. Tak tampak sesosok misterius itu.

'Ya, mungkin hanya perasaanku saja,' pikirnya.

Tepat di depan perpustakaan, ia kembali menarik pandangannya ke depan. Ia bermaksud memasuki perpustakaan tersebut, namun ....

Deg!

Seseorang yang tiba-tiba berdiri di ambang pintu perpustakaan, seketika menghadang langkahnya. Spontan netra bulat milik gadis tersebut membelalak. Jantungnya seolah tak lagi terpasang di tempatnya.

Seseorang tersebut menatap tajam ke arah sang gadis, membuat netra bulat nan cantik di hadapannya seketika terpancang ke arahnya sebelum akhirnya kembali menunduk. Sungguh, ia sangat menikmati masa-masa itu meski hanya terjadi sekilas, sekitar sepersekian detik saja. Di mana ia bisa menatap wajah ayu itu dalam jarak dekat tanpa sekat.

"Permisi, Kak. Saya mau lewat," ujar gadis itu dalam kondisi menundukkan pandangan. Ia berharap seseorang di hadapannya berkenan untuk menggeser posisi, sehingga ia bisa lewat. Ia memang butuh untuk memasuki perpustakaan tersebut guna mencari buku referensi untuk tugas kuliahnya.

Beruntung seseorang tersebut berkenan membeli jalan, meski dengan masih memasang tatapan yang terus menghujam ke arah gadis bergamis tosca itu.

Sang gadis mulai menjelajah di antara rak-rak buku nan tinggi di perpustakaan itu dengan perasaan tak nyaman. Pasalnya, seseorang itu terus saja mengikuti ke mana kakinya melangkah. Ia berusaha menenangkan diri, meski kondisi perpustakaan saat itu belumlah ramai. Selain bapak pustakawan, hanya ada beberapa mahasiswi yang tengah membaca di meja-meja yang berderet itu dan hanya sedikit saja yang tengah mengitari rak sebagaimana dirinya.

Ia berharap segera menemukan buku yang ia cari, lantas pergi meninggalkan perpustakaan tersebut beserta sosok yang terus saja membuntutinya itu. Beruntung, ia segera menemukan buku tersebut. Namun, buku tersebut tersimpan di barisan rak paling atas. Dengan tinggi 165 cm, rupanya tak cukup untuk menjangkau tempat tersebut. Ia pun mencari cara untuk mengambilnya. Tentu meminta tolong pada sosok yang sampai kini masih setia memandanginya dengan tatapan misteriusnya itu bukanlah pilihan. Sosok itu kini berdiri di ujung lorong antar rak tempatnya berada.

Gadis tersebut mendongakkan wajahnya, menatap buku yang ingin ia capai. Tiba-tiba, ia melihat sebuah tangan meraih buku tersebut dengan mudah, lantas diberikanlah buku tersebut kepadanya.

'Tidak! Jangan sampai orang itu yang mengambilkannya.' Gadis itu tampak risau, tak berani untuk sekadar melihat sosok yang telah berbaik hati mengambilkan buku tersebut untuknya.

"Lo butuh ini, kan? Nih ambil!" ujar seseorang tersebut yang membuat gadis tersebut mau tidak mau harus mengarahkan pandangan ke arahnya.

"Thanks," ucap sang gadis dengan perasaan lega. Sesuatu yang ia khawatirkan tak terjadi. Seseorang itu mengisyaratkan agar ia segera meninggalkan perpustakaan.

"Alhamdulillah... Terima kasih, ya, Allah," lirihnya yang langsung menemui pustakawan, lalu bergegas meninggalkan perpustakaan beserta suasana mencekam di dalamnya.

Sementara itu, seseorang yang tadi membantu mengambilkan buku untuk sang gadis masih tertegun di tempatnya. Begitu pun dengan sosok lain yang sejak tadi tak beranjak dari posisinya di ujung lorong antar rak tersebut. Sepasang tatapan keduanya bertemu dan saling menghujam satu sama lain, hingga akhirnya salah seorang dari mereka melipat jarak dengan berjalan menghampiri lawannya.

"Jangan sekali-kali berani mengganggunya! Atau ... lo akan berurusan sama gue!" ancamnya saat Ia berpapasan dengan seseorang di ujung rak itu.

'Ya, apalah gue dibanding lo? Lo ganteng, tajir, idola kampus. Tapi setidaknya gue pernah punya kisah bersamanya yang nggak mungkin dia lupakan dan gue bakal buat dia mengingat kisah itu selamanya,' ucap seseorang itu dalam hati setelah orang yang baru saja meninggalkan ancaman itu berlalu dari hadapannya.

***

'Ya Allah, apakah ini ujian? Di saat hamba berusaha istiqomah di jalan hijrah ini dengan benar-benar meninggalkan masa lalu hamba yang kelam, dan Engkau pun telah tutup rapat aib hamba, mengapa justru bayang-bayang masa lalu itu kembali muncul depan mata?' batinnya seraya terus mempercepat langkah. Tak ia hiraukan sosok pemuda yang sejak tadi mengikutinya. Bahkan pemuda itu telah menanti di depan pintu kelasnya, begitu mata kuliah terakhir usai.

"Nadia! Nadia, tunggu!"

Pemuda tersebut yang tiada lain adalah Reza berusaha menyejajarkan langkahnya dengan gadis bergamis tosca yang berjalan begitu cepat di hadapannya. Spontan ia raih lengan gadis itu, sehingga kini pergelangan tangan kanan sang gadis telah berada dalam cengkeramannya.

"Apa lagi, Kak? Bukankah kita sudah tak punya urusan?" ujar Nadia seraya menghempaskan tangan kekar yang menggenggam erat tangannya.

"Secepat itukah lo berubah, Nad?" Reza menatap nanar ke arah Nadia yang membuang muka darinya.

"Gue cuma mau bilang, gue menyesal pernah mengkhianati lo. Tapi lo juga harus tahu apa yang terjadi di balik semua itu. Gue ...."

"Sudahlah, Kak. Nggak usah dibahas. Itu bukan urusanku lagi," ujar Nadia memotong ucapan Reza. Ia masih enggan menghadapkan wajahnya ke arah sang lawan bicara. Sebaliknya, ia mengedarkan pandangan ke arah tempat  parkir, namun yang ia cari tak kunjung ditemukan.

"Ya, gue tahu. Semua karena hijrah lo. Gue emang pernah memutuskan berhenti untuk ngejar lo dan fokus dengan hidup gue. Tapi ternyata gue nggak bisa. Lo tahu kenapa? Karena lo bagian dari hidup gue," ucap Reza membuat Nadia semakin terpaku dalam geming.

Nadia memejamkan matanya sesaat seraya menggigit pelan bibirnya, berusaha menetralkan gejolak rasa di dalam dada. Kata orang, first love is never die. Apakah itu juga berlaku untuknya?

"Ya, mungkin lo emang udah berubah. Tapi perasaan gue ke lo akan tetap sama. Lo tetap yang teristimewa di sini," ucap Reza lagi sembari meletakkan sebelah tangannya di atas dada bidangnya.

"Nadia!"

Sebuah suara yang tak lagi asing bagi keduanya, segera mencipta rasa lega di hati Nadia. Sementara Reza tampak terperanjat dengan kedatangan Naufan yang hendak menjemput adiknya. Terlebih ketika pemuda itu menatap tajam ke arahnya.

"Ayo pulang!" ajak Naufan pada adiknya. Nadia pun segera mengikuti kakaknya menuju mobil mereka di parkiran dengan perasaan lega.

"Lo tadi ngapain sama si Reza?" tanya Naufan ketika ia mobil mereka mulai melaju meninggalkan kawasan kampus.

"Nggak ngapa-ngapain. Tentunya bukan sengaja berkhalwat," jawab Nadia tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela.

"Dia ngomong apa sama lo?" tanya Naufan lagi seolah menginterogasi. Namun, sejatinya ia hanya ingin melindungi. Perlindungan seorang kakak kepada adiknya. Terlebih ia tahu cerita masa lalu Nadia dengan mantannya--Reza, juga bagaimana gelagat pemuda itu. Tentu ia takkan membiarkan Nadia jatuh ke tangan pemuda itu untuk ke sekian kalinya.

Ya, Nadia memang sudah berhijrah. Namun, Naufan merasa perlu untuk memastikan bahwa hati Nadia memang sudah tak serapuh dulu jika berhadapan dengan pemuda yang kini menjadi salah satu karyawannya di bengkel.

"Dia minta lo balikan sama dia?" tanya Naufan kemudian, namun Nadia tak kunjung merespons. Nadia merasa entah apa yang harus ia katakan.

"Lo udah nggak nyimpen rasa lagi, kan, sama dia?" cecar Naufan berharap mendapat jawaban jujur dari adiknya.

Sekian lama menanti, namun Nadia tak kunjung angkat bicara. Ia masih saja betah mengarahkan pandanganya ke arah jendela.

"Cinta itu fitrah, kepada siapa ia berlabuh memang nggak bisa ditawar. Tapi sesungguhnya cinta dan benci seseorang akan sangat dipengaruhi oleh pemahamannya. So, berdasarkan pemahaman lo sekarang setelah hijrah, lo bisa menilai sendiri, apakah hati lo memang sudah condong ke arah yang tepat?" tutur Naufan memberi peringatan. Seketika Nadia tampak menundukkan kepalanya.

***

Muhasabah Putih Abu 2Where stories live. Discover now