Part 22

1 0 0
                                    

Mata kecil itu memandang objek didepan sana dengan sendu, jemari tangannya saling meremas satu sama lain, pikirannya sedang berandai, jika, jika dan ' jika '.

Tepukan keras bahu kanannya tak membuat sang empu merasa, " woyy bangun lah, ayo main bola " teriak beno.

Devan menatap beno sengit, " berisik " ujarnya.

" lah kenapa pula itu anak? " kening beno mengernyit heran menatap kepergian devan.

Devan terus berjalan tak menghiraukan teriakan teman-temannya yang mengejak bermain, langkah nya yang sedikit tergesa itu tak menyadari bahwa mobil didepannya melesat cepat dan berhenti secara mendadak secara bersamaan.

" woyy hati-hati dongg! "teriak devan tak terima.

Sang pengemudi turun membuat mata devan terbelalak kaget, " kak juann " pekik devan senang.

Juan mengelus dada beruntung dirinya tak menabrak adiknya ini, " kamu ngapain jalan sendirian di jalan raya? " juan mensejajarkan tubuhnya dengan devan.

Devan mengusap air matanya kasar yang terasa keluar dengan sendirinya, " aku pengen main bola " jawab devan terisak.

" terus? " kening juan mengernyit keheranan.

Terlihat devan sedang mengatur nafasnya, " tapi sepatu aku jebol, aku udahkasih tau kak gita tapi dia marah-marah gak jelas " devan menjeda ucapannya.

" udah satu bulan ini ayah gak pulang " sambung devan menunduk.

Juan menatap devan sendu, sungguh pasti hal ini sangat menyakitkan, mengingat dirinya juga dekat dengan sang ayah.

" woy van! kenapa lari sih " seru beno yang sedang berlari menghampiri devan.

Juan menoleh melihat beberapa anak dengan pakaian kotor yang berlari menghampiri nya dan devan.

" buset dah lo kenapa lari si " samsi dengan logat betawinya menatap devan kesal.

" bener tuh, kita ini butuh kamu van penendang handal " bagas menimpali dengan logat papuanya.

" aku gak bisa soalnya sepatu aku rusak " ujar devan memberitahu.

" hahh macam mana pula kau ini, kau tak lihat kita-kita ini tak memakai sepatu, bahkan tak punya " beno menunjuk serta bagas, samsi, dan dirinya.

Juan sedikit terabaikan oleh anak-anak didepannya, namun ada perasaan senang seakan ia mengingat masa kecilnya dulu yang bermain bola dilapangan sehabis hujan.

" van ayolah, aye juga kagak pake sepatu " bujuk bagas tak mau kalah.

" aku gak mau " jawab devan tegas.

Juan yang melihat akan terjadi pemaksaan sengit itu pun segera melerai, " kalian mau kakak beliin sepatu? " juan melihat ada binar bahagia dimata anak-anak itu.

" tidak usah lah kaka, itu merepotkan " jawab bagas sungkah yang langsung disikut oleh samsi.

" bagimane si lu gas rejeqi jangan lu tolak pamali " terang bagas memberitahu.

" mau bang kite mau "  samsi antusias tak memperdulikan teman-temannya yang menatap tajam.

" kak juan serius? " devan mendongakkan kepalanya menatap juan yang telah berdiri.

" iya serius, ayok naik mobil kakak " ajak juan.

" tapi bang, baju kite pan kotor " ucap samsi memberitahu.

" gak apa-apa nanti mobil nya bisa dicuci "

Mereka semua mengangguk berlajan mengikuti juan yang memasuki mobil, suasana dimobil agak awkard karena kesungkanan anak-anak mungkin.

Namun suasana itu hanya terjadi dimobil saja, karena nyatanya ketika mereka melihat sepatu bola yang terpajang apik disebuah rak besar sangat kesenangan, bahkan bagas berkali-kali mengucapkan kata terimakasih terhadap juan, kecuali devan yang hanya diam mengamati semua itu karena dirinya sudah terbiasa dan bahkan bisa dibilang sering membeli sepatu disini, tapi itu dulu.

" devan kenapa diam? " tanya juan penasaran.

" gak papa " jawab devan singkat.

Juan berhasil membuat teman-teman devan senang, bahkan ia sempat ditawari untuk mampir kesalah satu rumah orang tua teman devan yaitu beno karena telah mengatarkan sampai rumah, yang ternyata rumah beno berdekatan dengan bagas, lalu kemudian dirinya melajukan sedikit mobilnya untuk mengantarkan devan serta samsi yang memang berdekatan.

" makasih kak " ucap devan dengan wajah menunduk.

" iya sama-sama, udh jangan nangis van " jawab juan memeluk devan yang ternyata menangis.

" kalo gak ada kak juan mungkin aku perlu beberapa bulan lagi ngumpulin uang buat beli sepatu " terangnya semakin menunduk.

" devan kenapa "

Kedua lelaki itu menatap perempuan yang mengenakan celana jeans sepaha dengan baju sabrina nya berwarna maroon, serta rambut yang ikatannya sudah berantakan, yah itu gita yang menatap juan terkejut karena tahu keberadaan rumahnya.

" kamu kenapa bisa tau rumah aku ada disini? " tanya gita tanpa mempersilahkan juan untuk masuk.

" devan masuk, mandi, abis itu makan " perintah gita yang diangguki devan.

Gita duduk dikursi kayu teras rumah yang diikuti oleh juan duduk disampingnya, " kamu bisa tau rumah aku dari mana? " gita menatap juan penasaran.

Juan terkekeh sinis mendengar pertanyaan gita itu, " kalo lo gak mau ngasih tau kan ada adek lo gita " jawab juan menyeringai.

Gita gelagapan ditempatnya, " ihh juann jangan gitu mending kamu pulang udh  sore " ucap gita yang merasa takut lalu berdiri.

Juan menatap gita yang menjauh ia bangkit mendekati gita, " cium dulu git " pinta juan yang sudah berhasil membawa gita kerungkahannya.

Gita celingukan kekanan dan kiri memastikan bahwa tidak ada yang melihat mereka, dan mengangguk mengalungkan kedua tangannya dileher juan.

Juan tersenyum bahagia, melahap dan menghisap bibir gita seperti orang kehausan, sedikit menjeda karena gita kehabisan nafas, dan kembali menciumnya lagi yang kini lebih menuntut, bahkan sampai menimbulkan bunyi yang sangat jelas, beruntung mereka tertutupi oleh mobil.

" Kak gitaa baju benten nya aku dimanaa " teriak devan dari dalam rumah.

" enghhh.. " gita mengerang saat juan meremas punggungnya kemudian melepaskan  tautan bibir mereka.

" huhh... lain kali jangan kasar gitu " gita merajuk dengan suara manjanya.

Juan tersenyum melihat gita yang sangat menggemaskan dan membuat dirinya bergairah secara bersamaan, " gihh masuk dipanggil sama devan " ucap juan.

Mata juan memandang tubuh mungil gita yang tertutup dibalik pintu, gadis yang membuat dirinya jatuh, sejatuh jatuh-jatuhnya itu adalah perempuan yang modelan gita.

Go To Smile Where stories live. Discover now