P R O L O G

1K 41 19
                                    

"Ayaaahhhh..."

Nanda tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak menyunggingkan senyumnya yang lebar. Seperti hari-hari sebelumnya, rumah keluarga kecilnya tidak pernah sunyi.
Selain karena Nanda sudah harus mulai beraktifitas dari pagi sekali demi menyiapkan sarapannya dan si kecil yang barusan merengek, pun ia juga harus bergegas mengantarkan gadis kecilnya itu ke sekolah.

Kendati begitu, hari ini akan sedikit berbeda.
Karena Nanda sendiri memiliki jadwal pagi ini, maka terpaksa sekali ia meminta tolong kepada Yoga untuk menggantikan tugasnya yang terakhir.

"Om Yoga ngatain aku kentang lagiiii..."

"Lebih enak manggil Kentang daripada Gemintang, tauuu... Kebanyakan suku katanya kalau Gemintang, tuh," jawab laki-laki berhidung mancung itu dengan guyon.
"Kalau Kentang cuma dua, ken-tang. Coba kalau Gemintang, ge-min-tang. Tuh, kan, kebanyakan!"
Namun sudah pasti Gemintang tidak bisa menganggap itu sebagai sebuah guyonan.

Gemintang akan selalu menjawab guyonan itu dengan, "Ayah kasih aku nama Gemintang, om Yoga, bukan Kentang!"

"Tuh, dengerin, om Yoga!" seru Nanda seolah memberikan ekstra semangat untuk putrinya yang langsung memanggut-manggutkan kepalanya dengan lucu.

"Nama lengkap Gemintang siapa, Sayang?" iseng, Nanda melontarkan sebuah pertanyaan yang menurutnya mampu membantu mengasah keterampilan Gemintang untuk berbicara di hadapan banyak orang, walau kenyataannya yang berada di hadapan gadis kecil itu sekarang hanya dirinya dan Yoga.

"Nama lengkapku Ananda Gemintang, usiaku 8 Tahun, aku sudah kelas 3 SD di Sekolah Dasar Telaga Kasih Tuhan," jawab Gemintang dengan raut wajah yang sangat ceria. Lalu berbalik masam ketika kembali menolehkan kepalanya ke arah Yoga.

"Gemintang, om Yogaaa..." rengeknya lagi.

Yoga yang memang pada dasarnya merupakan laki-laki penuh kasih sayang sudah pasti tidak akan tahan dengan raut wajah yang menggemaskan itu. Yoga lalu membentangkan kedua lengannya lebar-lebar, meminta Gemintang untuk mendekat dan membalas pelukannya.
Kemudian keduanya akan menghabiskan waktu untuk saling berpelukan dengan sangat hangat, seolah tak ada lagi hari esok.

"Aku minta tolong ya, Mas Yoga, nanti sore aku bisa jemput, kok," kata Nanda sambil mengangsurkan sebuah cangkir kopi demi Yoga meracik kopinya sendiri, karena kopi hitam, creamer, juga gula bubuk sudah Nanda sediakan terpisah di atas meja makan.

Yoga menganggukkan kepalanya, "santai aja, Nanda," jawab laki-laki itu, "aku juga lagi pas bisa, kok," katanya lagi.

"Aku pikir bakalan Kanna yang nganterin, ternyata kamu."

Rasanya Yoga akan sangat bosan kalau mendengar kalimat Nanda yang berbunyi, "untung rumah kalian persis di perumahan sebelah. Aku enggak ngerti lagi harus kemana untuk minta tolong kalau enggak sama kalian... Makasih banyak ya, Mas Yoga, Kanna..."
Namun untungnya Nanda tidak mengatakan kalimat di atas itu untuk kali ini.

"Tadinya begitu, tapi barusan banget dia diminta buat datang lebih pagi. Karena apa gitu aku enggak terlalu denger pas dia cerita."

Untuk beberapa saat keheningan memenuhi sekitar mereka.

Gemintang tengah sibuk sekali menghabiskan serealnya.
Yoga sedang mengetik sesuatu pada layar ponselnya.
Sedangkan Nanda mencoba mengingat-ingat mungkin saja ada yang terlupa untuk ia bawa serta pagi ini.

"Tulisanmu gimana? Udah ada kemajuan?"

Pertanyaan Yoga menghentikan segala pergerakan Nanda, "pagi ini mau ngomongin soal itu juga sama Jaya. Sama ada janji temu satu majalah. Mau interview."

"Bagus, dong??" tanya Yoga bersemangat. Sudah lama sekali rasanya tidak melihat wajah dan berita tentang Nanda yang dicetak untuk memenuhi satu rubrik penulis dan pembaca pada media cetak mana pun.

The Smell of Rain - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]Where stories live. Discover now