(Isi surat)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Isi surat)

"Ini beneran Mi?" tanya Irgi setelah beberapa menit membaca surat itu.

"Iya, semua bajunya udah gak ada," ucap Yuli menahan isak tangisnya.

"Mi, pasti Athira lagi prank, dia udah sekolah duluan pasti," ujar Irgi menolak menerima semua.

"Mi, Irgi ke sekolah dulu yah, nyusul Athira,"

"Irgi!" telat, tubuh Irgi telah hilang, bertepatan bunyi suara motor di luar rumah.

Tangan kanan Yuli terulur mengambil sebuah surat dari Athira tadi, "Kenapa kamu pergi sayang," cicitnya.

•••

"Duhh, gue harus ke mana si," cicit Athira melirik gedung-gedung tinggi itu.

"Jangan sampe gue nyasar lagi,"

"Punten, Neng. Cari siapa?" ujar bapak-bapak membawa cangkul.

"Gue mau daftar sekolah di sini,"

"Ouhh itu, Neng harus ke ndalem dulu,"

"HAH? NDALEM?"

"Iya Neng, harus melapor di sana dulu,"

"Ndalem apa?"

"Ndalem itu rumah pemilik pondok Neng,"

"Yaudah anterin gue,"

"Oh, tidak bisa Neng, maaf. Bapak ada urusan,"

"Jadi gue gimana dong," Bapak-bapak itu melirik kesekitar. Dia melihat Alvin, pengurus Ndalem.

"Alvin!"

"Ehh, iya Pak ada apa?"

"Ini ada yang mau daftar mondok di sini,"

"Ohh iya, makasih Pak,"

"Iyaa, Bapak permisi,"

"Iyaa Pak,"

Alvin melirik sekilas gadis itu, dia terkejut. Dirinya seperti mengenal gadis di depannya itu.

"Kenapa lo melotot gitu?" decak Athira.

"Tidak, mari," ujar Alvin mendahului Athira.

"Gak sopan banget si, gue di tinggal," cicit Athira berjalan di sampingnya.

"Maaf nih yah, sebaiknya jangan jalan di samping saya,"

"Kenapa?"

"Sebaiknya jangan, di belakang saja,"

"Ribet lo,"

•••

"Anti ke sini sendiri?"

"Emm, sebelumnya gue- maksudnya aku mau tanya,"

"Tanya apa?"

"Nama aku bukan Anti," ujar Athira sedikit aneh ketika lidahnya menyebut kata aku.

Impian Athira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang