••• Bab 20 •••

Start from the beginning
                                    

"Bi, Mi! Saddam minta maaf soal kemarin," ucap Saddam menundukkan kepala.

"Tidak apa-apa, tapi Abi sedikit kecewa,"

Mendengar itu, membuat hati Saddam tergores. Dia sudah berjanji tidak akan mengecewakan keluarganya, terutama kedua orangtuanya.

"Hukum Saddam Bi,"

"Buat apa Dam,"

"Biar Saddam inget agar tidak buat kecewa Abi,"

"Abi tidak bisa,"

"Abi mau anak Abi ini mati dengan perasaan bersalah?" Kiyai Lutfi menggelengkan kepala.

"Hukum Saddam Bi," ujar Saddam.

"Abi tidak tau hukuman yang seimpal untuk kamu," Saddam beranjak dari duduknya.

"Sebentar Bi,"

Selang beberapa menit, Saddam kembali membawa sebuah rotan, lalu memberikannya kepada Kiyai Lutfi. "Sembat Saddam 50 kali Bi,"

"5 saja cukup Dam,"

"50 Bi,"

Dengan berat hati Kiyai Lutfi memukul anaknya itu dengan rotan. Mata Saddam tertutup, tangannya tergenggam sehingga membuat urat tangannya terlihat.

"Maafin Saddam Bi, Saddam bakalan turuti kemauan Abi dan Umi," cicit Saddam disela ringisannya.

"Mungkin ini jalan dari Allah," batin Saddam.

•••

"Makasih Rak,"

"Iya sama-sama. Yakin gak mau diantar sampai depan pintu rumah?"

"Gak, gue bisa kok,"

"Yaudah gue duluan yah, oh iya jangab lupa minum air hangat,"

"Iya, makasih,"

Sepeninggalan Raka, Athira langsung memasuki rumah. Kepalanya sedikit pusing, tapi dia masih bisa menahannya.

"Mami ada Pak?"

"Gak ada Neng, ada arisan katanya. Neng tumbenan jam segini udah pulang,"

"Sakit Pak,"

"Astagfirullah, saya antar yah Neng,"

"Gak papa Pak, saya bisa sendiri," tolak Athira berjalan menuju pintu utama.

"Assalamu'alaikum, Bi!"

"Wa'alaikumussalam," ... "Aduh Non udah pulang,"

"Iya Bi, Athira minta tolong bikinin Athira susu panas yah Bi, antar ke kamar Athira Bi,"

"Iya Non siap, Bibi permisi dulu yah Non,"

"Iya Bi,"

Waktu telah menunjukkan sore hari, kediaman keluarga Dalbert masih saja terlihat sepi. Hanya ada Satpam, Pembantu Athira dan Raka. Sedangkan kedua orangtuanya masih sibuk dengan urusan masing-masing.

Athira menatap langit-langit, dia membayangkan sebuah keluarga yang harmonis, penuh canda tawa, dan menyenangkan. "Percuma gue kaya harta tapi miskin kasih sayang," cicit Athira tanpa sadar.

Ceklek

"Non, minumnya," diam, tidak ada sahutan dari Athira.

"Mi, Athira rindu Mami, kenapa Mami selalu sibuk dengan dunia Mami," ... "Papi juga, Athira rindu sama Papi. Rasanya Athira udah lama banget gak meluk Papi,"

"Dan Bang Erga, Athira juga rindu. Bang Erga selalu dukung Athira kalau dijahilin Bang Irgi, yah walau pun kadang suka jahilin Athira juga,"

"Non Athira," panggil pembantunya.

Impian Athira Where stories live. Discover now