VIII. Ribu-ribu Tangga Penguji [1/2]

Mulai dari awal
                                    

Sekadar Rin mengerjap mendengarnya.

Memang banyak penduduk dewasa baru memilih mengadu nasib ke ibukota yang terletak di ujung utara, sehingga tidak memungkinkan pula bagi mereka pulang setiap petang menjelang. Surat-menyurat ialah satu-satunya cara agar mereka tetap terhubung dengan keluarga.

Elang pos menjadi solusi terbaik perihal surat-menyurat. Tidak hanya cepat dibandingkan merpati, tak disangka jasa elang pos cukup terjangkau. Bagi Huang, jelas ini menjadi bisnis yang cukup menjanjikan pula meskipun ia mendirikannya di kawasan lingkup kecil seperti Desa Harapan Kecil.

Oleh sebab Huang lebih acap menerima penitipan surat untuk dikirimkan ke Kota Xuan, siapa pun berani taruhan kalau pengiriman surat Rin ke Luminesia, merupakan lintasan paling jauh yang pernah dilalui satu dari delapan elang posnya. Jadi untuk apa pula ia mencurangi perak dan perunggu itu, sementara dengan pengalaman si elang pos ia bisa meningkatkan kepercayaan bisnisnya?

Mungkin Ravn benar. Rin tidak perlu khawatir berlebih hingga acap terus-terusan melatah memandang ke atas kala mendengarkan pekik elang.

Sudah saatnya mereka berfokus dalam perjalanan, menikmati hamparan bintang di siang hari—atau begitulah bagaimana Rin menyebut kemilau matahari yang menembus sela-sela dedaunan. Mungkin ia harus lebih sering mengagumi flora yang bertumbuhan di sana sini, juga lebih peka terhadap ciak-ciak burung kecil dan nyaringnya kerik jangkrik.

Maka begitu perjalanan akan terasa singkat.

Mungkin sedikit perbincangan juga dapat membantu.

"Ravn," panggil Rin kemudian.

"Ya?"

"Apa kau pernah ke Kuil Wei Liwei sebelumnya?"

"Ah, tidak." Begitu Ravn berhasil menuruni tanjakan, dia berbalik mengulurkan tangan kepada Rin untuk menuntunnya sebelum melanjutkan, "Namun, ayahku juga salah satu murid dari guru di sana."

Lantas dengan hati-hati Rin melangkahkan kaki, memerhatikan bebatuan yang mungkin tanggal dari tanah basah. "Tuan Jian An juga seorang Aoran?"

Ravn menggeleng.

Demikian mereka berjalan berdampingan tepat mendapati sepasang jalan setapak. Rin menduga satunya diperuntukkan orang yang hendak mengarah ke jalan berlawanan. Padahal jarang sekali akan ada yang mengunjungi tempat ini, tetapi tampaknya para penjaga kuil benar-benar penuh perhitungan.

"Wei Liwei tidak hanya mengajarkan Aoran, tetapi juga seni bela diri asli Heyuan," celetuk Ravn usai menapak beberapa langkah. "Tentu tidak hanya seni bela diri yang berhasil ia peroleh. Pun, ia mendapatkan pelatihan pengembangan spiritual.

"Meski memakan waktu beberapa bulan, dia merasa beruntung dapat diterima menjalani pelatihan. Sepulang dari bukit, sebisa mungkin ia tetap berbuat baik dan mengajarkan orang-orang untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

"Lantas dia ... terus membela dan membantu yang lemah pula."

Suaranya yang kian mengecil tidak lain menumbuhkan apa pun selain rasa simpati di dalam dada Rin. Hendaknya ia menanggapi, tetapi lebih dulu matanya tertarik oleh tangan Ravn yang tak lama terangkat, persis menunjuk kepada anak-anak tangga yang mulai terlihat menghias bukit tepat mereka sampai di sepetak lahan di tengah hutan.

"Kita hampir sampai!" ujar si pria muda sembari mengembangkan senyum kepada kawan seperjalanan.

Satu anggukan segera ia dapat sebagai tanggapan. Bersama-sama mereka melanjutkan langkah, dengan sekian potong-potong cerita yang mengisi sepanjang jalan. Selebihnya? Tentu, keduanya memilih mempersiapkan energi untuk menaiki anak-anak tangga yang sangat banyak itu.

SeeressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang