Rod Monocromacy

77 12 27
                                    

~~***~~

Vega merasa rugi jika bunga lili yang ia terima dari Nebula layu begitu saja, gadis itu menyiapkan vas kaca bening yang sudah ia isi dengan air hingga setengahnya, kemudian menyimpan lili putih yang ia terima dari Nebula di sana.

Gadis bernama bintang itu tak henti mengembangkan senyum indah, tak henti pula mengucapkan terima kasih pada diri sendiri karena telah berhasil menyelamatkan nyawa orang lain hari ini. "Cantik," Ia bergumam sambil berkali-kali menghirup wangi lilinya.

Vega coba menata vas bening itu ke atas sebuah rak kecil yang ada di sudut ruangan, kemudian tangannya secara tak sengaja menyenggol sebuah benda hingga terjatuh, hingga pecah menjadi beberapa bagian. Seketika ketakutan melanda gadis itu. "Astaga, aku sudah merusaknya." Vega berjongkok untuk memunguti kepingan-kepingan kaca itu.

Pintu terbuka, menampakkan sosok pria tinggi dengan kaus abu berlengan panjang, rambutnya terlihat basah, pada beberapa bagian di baju juga menjadi basah akibat tetesan air dari rambut, mungkin ia baru saja mandi, mandi di malam hari sebelum tidur dipercaya dapat meningkatkan kualitas tidur. Siapa lagi kalau bukan Nebula, hanya ia satu-satunya orang yang ada di rumah besar itu selain Vega. "Apa yang terjadi?" cecar Nebula yang sudah berdiri tak jauh dari pacahan kaca yang tercecer, mata pria itu tak henti menatap pada benda yang telah hancur berkeping-keping. Hatinya menahan gejolak untuk tak memarahi dan menyalahi Vega, meskipun sebenarnya ia merasa tak rela benda itu hancur. Benda yang tersimpan dengan rapih bertahun-tahun lamanya.

Menyadari tatapan tak suka Nebula membuat Vega merasa bersalah, seketika ada ketakutan yang melandanya. Vega sudah siap jika Nebula marah karena sudah memecahkan barang yang bukan miliknya. Itu memang salahnya.

"Maaf, ak--aku sunguh tak sengaja, aku menyenggolnya," cicit Vega pelan, suaranya seperti kesulitan untuk menembus kerongkongan. "Aku akan menggantinya. Ya, aku berjanji akan menggantinya." Vega menyentuh pecahan kaca itu, niat hati akan memungut dan membersihkan segala kekacauan.

"Jangan! Jangan sentuh itu!" Nebula setengah berteriak, tak bermaksud untuk membentak. Ia tak ingin gadis itu terluka.

Pada akhirnya Vega tak bisa untuk menahan air matanya, perlahan air dari pelupuk matanya tumpah. Ia menyesal sekaligus ketakutan. Takut Nebula memarahinya. "Aku akan menggantinya."

"A--aw," rintih Vega merasa sakit. Tetesan darah keluar dari ujung jari telunjuk gadis bernama bintang itu, cukup banyak. Jarinya terluka karena serpihan kaca. Cukup membuatnya terkejut dan kesakitan.

Melihat darah yang menetes diatas serpihan kaca membuat gadis itu bergetar hebat, dan sedikit sesak, kepalanya juga terasa sangat sakit. Sekelebat bayangan buruk itu datang lagi, bayangan dimana ia pernah dihantam botol minuman keras oleh suami bibinya yang ia panggil ayah,  hingga kepalanya berdarah, meski Vega tahu kala itu suami bibinya sedang dalam keadaan mabuk berat, Vega tetap trauma. Belum lagi ingatan pada malam mencekam saat tragedi kecelakaan yang ia dan keluarganya alami, dimana pecahan kaca mobil juga melukai kepalanya.

"Sudah aku katakan jangan menyentuhnya, ini sangat tajam. Lihat bagaimana kau terluka sekarang." Nebula marah, membawa Vega untuk duduk di tepi ranjang. Pria itu tak perlu lagi untuk berpikir panjang meletakkan jari telunjuk Vega ke dalam mulutnya, mengecup, menghisap agar darah yang keluar berkurang.

Vega sempat untuk menarik tangannya yang digeggam Nebula, merasa tak enak hati bercampur malu. Vega merasakan seperti ada sengatan listrik bertegangan rendah ymsedang menjalari tubuhnya, dari ujung jari yang terluka, tak mematikan tapi cukup menggetarkan baginya.

"Diam dulu, ini bisa mengurangi pendarahannya," ucap Nebula yang masih menahan tangan Vega, Nebula bahkan tak paham pada diri sendiri. Bagaimana ia sebenarnya marah sekaligus khawatir pada gadis itu. "Darahnya masih mengalir. Pasti sakit sekali."

MOON [SUDAH CETAK]Where stories live. Discover now