Similarity

105 21 10
                                    

Aroma petrichor yang ditinggalkan hujan begitu khas, Lyra selalu suka menghirup aromanya karena itu terasa sangat menenangkan, dan mampu menciptakan kedamaian di hati Lyra. Gadis itu tersenyum sembari mengingat beberapa kenagan masa lalu yang tampaknya sulit dilupakan olehnya.

"Apakah keluarga itu masih tinggal di sana?" Lyra bertanya pada diri sendiri, ingatannya berkelana pada kenangan lama yang kerap kali berputar bak sebuah scene film yang memang begitu membekas karena menurut Lyra itu adalah kenangan yang menarik. Padahal Lyra sendiri hampir kesulitan untuk mengingat kenangannya yang lain, gadis itu hanya akan bisa mengingat beberapa kenangan yang indah saja.

"Kau memikirkan apa hingga tersenyum begitu? Ini, minumlah!" Seirios membawa dua gelas minuman soda, memberikan salah satunya untuk Lyra yang terlihat sedang tersenyum tak jelas.

"Keluarga itu, keluarga yang dulu memiliki anak kembar, yang menjadi tetangga kita di rumah yang lama," Lyra berusaha untuk mengembalikan beberapa ingatannya yang kerap menghilang, ia bersusah payah untuk mengingat nama salah satu dari anak kembar itu. "Rigel. Ya, aku ingat. Anak yang seusiaku itu namanya Rigel, apa mereka masih tinggal di sana?" Lyra tampak bahagia yang teramat ketika dirinya berhasil mengingat nama seseorang dari masalalunya itu.

Seirios diam, terlalu enggan untuk membuka suara.

"Bisakah kita ke rumah itu? Aku merindukan suasana rumah yang tenang," Lyra teramat merindukan rumah yang dulu mereka tempati.

"Tidak, Lyra. Rumah itu sudah aku jual," Seirios mengatakan hal yang sejujurnya.

"Kenapa?" mata Lyra berkaca-kaca, gadis itu menatap pada sosok Seirios, membutuhkan jawaban dari sang kakak. "Kenapa kau menjualnya? Tidakkah kau ingat betapa banyak kenangan di sana?" Lyra nyaris berteriak, Lyra tak terima jika rumah yang menyimpan banyak cerita dalam hidupnya dijual, Lyra ingin di tempat itu, ia ingin bisa mengembalikan beberapa ingatannya yang hilang.

"Lyra! Lyra sadarlah!" Seirios menangkup wajah Lyra dengan panik, gadis itu pingsan ketika mendengar apa yang Seirios katakan. Beruntung Seirios berhasil menahan Lyra untuk tidak langsung tersungkur ke lantai yang keras dan juga dingin.

Sementara itu, di tempat lain, Nebula tampak gelisah, pria bermanik galaksi itu bahkan kesulitan untuk mengunyah sarapan paginya karena tubuhnya bergetar hebat, pikirannya menjadi kalut.

Bukan salah Vega jika gadis itu datang ke kamarnya dengan senyuman dan raut wajah bahagia. Gadis itu memang selalu berusaha terlihat ceria. Tetapi, ketika Nebula melihat senyum dan binar mata Vega justru membuat pria itu mengingat sosok Rigel, dan ketika mengingat Rigel, Nebula justru kerap kali merasakan sesak dan merasa bersalah, Nebula akan mencari cara untuk menyakiti diri sendiri karena rasa bersalahnya yang begitu besar.

"Apa yang kau cari, Nak?" Ellena dan suaminya-Tuan Kim mencoba menahan Nebula yang terlihat berusaha mencari sesuatu di laci kamarnya, pria itu terlihat membuang beberapa barang yang ada di dalam laci, ia tak menemukan benda yang di cari.

Vega tak percaya dengan yang ia lihat pagi itu, ia pikir kondisi Nebula tak seburuk itu, mengingat semalam Nebula terlihat biasa saja, tidak ada yang aneh pada pria tampan tersebut. Bahkan Nebula berhasil memberikan kesan yang baik bagi Vega. Ya, meskipun dingin dan tak begitu banyak bicara, Nebula membantunya semalam, Dan Vega harusnya berterima kasih pada pria galaksi itu.

"Nak, bisa bantu ibu untuk ambilkan obat penenang di kotak obat?" tanya Ellena pada Vega yang masih berdiri mematung.

"Akan saya ambilkan," Vega berlari menuju tempat penyimpanan obat-obatan.

***


"Begitulah kondisinya. Ia akan kehilangan kendali jika mengingat kembarannya yang sudah tiada," Ellena bercerita pada Vega, keduanya sembari menata beberapa tanaman mawar dan aquillegia juga bunga lainnya yang ada di kebun belakang rumah.

"Jadi mereka kembar?" Vega masih tak mengira jika ternyata Nebula memiliki kembaran. "Apakah kamar yang saya tempati sekarang itu adalah kamar putri Ibu?" tanya Rigel, satu tangannya menyentuh kelopak bunga aquillegia yang bewarna ungu muda, dan beberapa saat kemudian gadis itu justru teralihkan pada tanaman lili. Mata Vega berbinar-binar melihat banyak lili yang sedang bermekaran, hampir semuannya bewarna putih, gadis itu menuju deretan tanaman lili untuk bisa menghirup aroma wanginya yang khas.

"Kau benar," Ellena mendekat ke arah Vega, keduanya tampak menghirup wangi lili dengan perlahan sembari memejamkan mata sejenak, "lili adalah bunga kesukaannya," ucap wanita parubaya bernama Ellena itu setelah membuka matanya kembali.

"Jadi itu alasan ada beberapa lukisan bergambar lili di kamar itu?"

"Iya. Itu adalah lukisan yang ia buat sendiri. Kau menyukai lili?"

"Iya. Ibuku memiliki toko bunga yang tidak begitu besar, setiap ke toko aku selalu bahagia bisa menghirup aroma lili seperti ini," ungkap Vega.

"Sepertinya kau banyak memiliki kesamaan dengannya," Ellena menatap Vega dengan sangat tulus, tangan kanannya menyentuh bahu gadis itu. "Matamu, cara kau tersenyum, dan kau juga menyukai bunga ini," Ellena menatap kearah tanaman lili sekilas, "kau sedikit mengobati kerinduan ibu pada Rigel. Kau cantik, sama sepertinya."

Gadis itu hanya megulas senyuman. "mungkin hanya kebetulan terlihat mirip. Aku yakin pasti banyak perbedaan antara putri Ibu dan saya," ucap Vega. "tapi aku senang jika aku mampu mengobati rasa rindu Ibu."

Sebenarnya Vega tak tahu ia benar-benar senang dikatakan memiliki kesamaan dengan Rigel yang telah tiada atau justru tidak. Vega takut jika beberapa kesamaannya dan Rigel justru akan memperburuk kondisi Nebula. Takut pria itu banyak mengingat Rigel dan justru akan kembali merasa bersalah dan gelisah, sampai ingin menyakiti diri sendiri seperti tadi pagi.

Love
AMEERA LIMZ

MOON [SUDAH CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang