2.MENJEMPUT BIRU

68.8K 7K 571
                                    

Happy Reading luv!

Cowok dingin bernama lengkap Liam Sakya Bhalendra, berjalan memasuki mansion besar dan mewah milik keluarga Bhalendra.

"Anda sudah pulang tuan muda?" Arsen, asisten pribadi kepercayaan kepala keluarga Bhalendra itu menundukkan kepala hormat.

"Hm. Papa dimana?"

"Ada di ruang kerja tuan," jawab Arsen.

Liam membawa langkah memasuki ruang kerja sang Papa dilantai dua. Tanpa mengetuk pintu, ia langsung menyelonong masuk kemudian mendudukkan dirinya didepan Papanya yang sedang sibuk berkutat dengan laptop.

"Ada apa boy? Tumben kau berkunjung ke ruangan Papa," ucap pria paruh baya itu.

Elard Bhalendra. Pimpinan besar mafia Dark evil yang sudah menyebar di seluruh dunia. Kejam, keras dan berwajah datar. Tidak ada yang berani membantah perkataannya barang sedikitpun. Jika itu terjadi, maka bersiaplah untuk meninggalkan dunia.

"Biru Aldaren. Aku mau anak itu menjadi adikku," pinta Liam.

Elard manaikkan sebelah alisnya. "Siapa dia? Mengapa tiba-tiba?"

"Seorang anak kecil yang dengan beraninya mencoba menolongku tadi." Liam tersenyum kecil saat mengingat sikap tengil anak itu.

Elard terdiam saat melihat senyum anak bungsunya. Senyum yang baru kali ini muncul kembali setelah beberapa tahun hilang ditelan kejamnya masa lalu.

Anak bungsunya yang sama datar dengannya ini belum pernah meminta hal apapun padanya. Ini pertama kalinya. Ia jadi ikut penasaran bagaimana rupa anak yang Liam katakan.

"Arsen," panggil Elard.

Arsen yang berdiri disamping pintu ruang kerja Elard langsung berjalan mendekat. "Iya tuan?"

"Cari tau sedetail mungkin tentang Biru Aldaren," perintah Elard.

"Baik tuan." Arsen berlalu dari hadapan kedua Tuannya.

"Kita akan menjemputnya nanti son," Elard tersenyum tipis.

Liam membalas senyum Papanya. Ia tak sabar untuk segera menjemput anak itu dan akan membuatnya menurut pada mereka.

'Tunggu abang, Biru.'

-🦍-

"Cepat berikan uangmu anak kurang ajar!" bentak seorang pria paruh baya.

Biru menggelengkan kepala. Bukan pertanda tak mau, tapi ia memang tak punya uang sepeser pun. "Biru gak punya uang Yah."

Andi menatap Biru tajam. Anak yang ia besarkan tanpa kasih sayang dan juga kebahagiaan. Hanya ada kekerasan, bentakan dan perlakuan tak sepantasnya yang ia berikan.

"Tidak berguna! Ayah membesarkanmu agar bisa menghasilkan uang, bodoh!"

Biru menatap mata Andi ragu. Ini yang ia takutkan saat pulang ke rumah. Saat Ayahnya melihat dirinya, yang dilakukan oleh pak tua itu hanya meminta uang, uang dan uang.

"Biru masih sekolah Yah. Lagian udah sepatutnya Ayah yang cari nafkah, bukan Biru!" balas Biru mencoba melawan.

Biru sudah tak tahan lagi dengan sikap kasar dan semena mena Andi. Jika ia boleh memilih, ia lebih baik mati daripada harus selalu diperlakukan kasar oleh Ayahnya sendiri.

"Berani melawan? Tidak tau diri!"

Plak

Tangan besar Andi menampar pipi sebelah kiri Biru. Biru sampai terjatuh duduk saking kuatnya tamparan itu.

Biru Aldaren [TERBIT]Where stories live. Discover now