Memang terdengar pesimis, sebagai manusia yang diterpa begitu banyak masalah dan pikiran. Bahkan ancaman kehilangan nyawa tak terhindari, tak mungkin manusia tersebut mampu terus-terusan berpikir positif, bukan? Namun, tetap saja, keadaan tidak memungkinkan apalagi memberikan pilihan untuk berhenti apalagi mundur. Terus didesak untuk bergerak maju tidak peduli sesulit dan sekejam apa jalanan di depan sana.

Oleh karenanya, Kwan Mei yang sedari tadi paling diam. Pada akhirnya mendesah berat, sepasang netra lembap dikeringkan sudah sembari langkahan mendaki yang dibantu sang suami, Tang Yuan, terus dilajukan. "Mencapai tujuan, mencapai keberhasilan. Jadikan dua hal itu sebagai bentuk penebusan, ucapan terima kasih dan maaf kita pada mereka yang tanpa ragu berkorban."

Senyuman menghiasi setiap wajah dari mereka yang mendengar, meskipun benar pasang netra berkaca-kaca, tapi perkataan itu cukup menenangkan hati yang jelas ketakutan. Takut akan kehilangan, takut akan perpisahan, takut akan hal yang menanti di depan. Namun, dari beberapa rasa takut, jelas takut akan kegagalan yang mendominasi. Karena kegagalan dalam kasus saat ini bukanlah suatu keberhasilan yang tertunda, melainkan berarti telah mengecewakan kepercayaan dari mereka yang telah meregangkan nyawa.

Pun karena sudah sampai tahap sejauh ini, dan telah memutuskan pula untuk memercayai Pak Tua. Maka tak ada salahnya jika menanyakan sesuatu yang lebih serius, bukan? Kala Hui Yan menjadi orang pertama yang berinisiatif, tak lagi ingin menebak-nebak lewat pikirannya. Yang mana ia segera memanggil 'Pak Tua', memandangi punggung pria tua yang beberapa langkah di depannya. "Apa benar kita masih berada di sekitar Desa Weiji?" tanyanya, terus mendaki tanpa melepaskan tangan Ji Yu yang membantu. Menanti pula akan suatu respons, tak mungkin Pak Tua memilih untuk tak menjawab, bukan?

"Itu benar, seberapa besar sebenarnya area Desa Weiji ini?" tambah Xia Chia, napas memburu di setiap langkahnya yang berbarengan dengan Yue Ming. Dan alangkah terkejutkan ketika mendengar jawaban Pak Tua. Tak mengherankan pula sedari tadi pria tua ini terdiam, tak ingin menjawab. "Barusan ... apa maksudmu, Pak Tua?" tanya Yue Ming lebih lagi.

"Sejak kalian memasuki pintu rahasia dari gudang penyimpanan." Menghentikan langkah, Pak Tua bahkan berbalik. Mendapati masing-masing dari anak muda yang mengekorinya ini sebenarnya bukanlah tak mendengar, melainkan mereka menolak percaya akan apa yang tertangkap pendengaran. "Sebenarnya kalian bukanlah menjauh dari desa apalagi kabur, melainkan kalian memasuki dunia ilusi." Kembali Pak Tua melanjutkan pendakian, menunda jelas tidak ada untungnya bagi mereka. "Dunia ini terlihat luas dan besar, penuh perangkap yang akan mengambil nyawa kalian. Namun nyatanya, setelah berjalan-jalan berhari-hari, berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun lamanya, kalian hanya akan kembali ke titik awal."

"Lalu untuk apa tempat ilusi ini dibuat?" tanya Tang Yuan.

"Tempat ini sebenarnya penjara bagi para pemberontak desa seperti kalian. Dengan begitu, tidak akan ada pemberontak yang membesarkan kelompoknya."

"Itu berarti bukan kau satu-satunya yang ada dalam dunia ilusi ini, bukankah begitu, Pak Tua?" Kali ini Ji Yu yang menanyakan, kian membangkitkan keingintahuan yang lainnya, apalagi kala Pak Tua mengangguk, membenarkan pertanyaan Ji Yu ini. "Lalu, di puncak bukit sana ... apa di sana orang-orang berkumpul?"

"Semakin lama, semakin jarang aku melihat ada orang masuk kemari. Tampaknya semua warga lebih memilih hidup dalam kepura-puraan, mematikan rasa keberanian mereka sendiri untuk memberontak. Lagian, setelah masuk kemari tidak akan bisa keluar hidup-hidup ... ada yang gila, ada yang tewas karena masuk perangkap, dan ...." Menggantungkan ucapan, punggung tertera jelas jikalau ada suatu keraguan terlebih keengganan untuk melanjutkan. "Sebagiannya lagi memohon padaku untuk dijadikan mangsa."

DEG!

Apa pula ini? Dijadikan mangsa? Lantas, benarkah Pak Tua memangsa mereka? Tapi kenapa? Kenapa harus sampai menggunakan bahkan menerima permohonan tak masuk akal seperti itu? Dan masih ada banyak lagi pertanyaan di dalam benak ini, tapi tak satu pun di antara mereka berenam yang berani menanyakan. Kala lihatlah bagaimana Pak Tua mendaki dalam percepatan yang dilipatkan, keringat meluruh pun wajah memucat tak lagi terhindarkan. Tak jarang pula mereka akan berhenti sejenak, mengisi rongga dada dengan asupan dari segarnya udara di dunia ilusi ini.

Pria tua ini pasti memiliki alasan kenapa harus melakukan hal tak berperikemanusiaan itu, bukan? Jika tidak, dari mana asal rasa bersalah tersebut datangnya. Ingatlah pula bagaimana Pak Tua berusaha keras melindungi bahkan bertarung habis-habisan dengan A'Gui sebelumnya. Juga, tak perlu repot-repot membawa kabur mereka untuk kemudian mendaki bukit seperti ini, bukan? Bukit yang akhirnya berhasil ditaklukkan, mendapati pemandangan luas dari ketinggian luar biasa ini. Pun angin barulah terasa sungguhlah angin, mengeringkan seketika peluh. Bahkan mentari yang ada sekalipun terasa layaknya bulan di tengah malam, tak menyengat sama sekali.

Lihatlah pula bagaimana puncak perbukitan ini memiliki dataran berilalang bunga putih, sejenis dengan hamparan ilalang di bawah sana. Selain itu, tak jauh dari posisi mereka tertangkap sudah akan keberadaan dari sebuah rumah bambu yang cukuplah besar, memiliki teras lengkap dengan meja berpapan berbentuk persegi empat di halaman depannya. Bahkan terdapat pendar cahaya kebiruan yang melingkupi keseluruhan dari area rumah bambu tersebut, rumah yang kini menjadi bahan tontonan mereka semua.

"Kenapa? Takut aku akan memangsa kalian?"

"Tentu bukan," jawab cepat Tang Yuan, tersenyum. "Tidak ada orang yang akan melindungi dan menjaga mangsanya dengan menguras habis energinya sendiri, bukan? Kami tidak akan berpikiran sempit, Pak Tua."

"Benarkah ...? Tapi kurasa diriku tidak pantas disebut sebagai orang, karena aku bukanlah manusia seperti kalian," ucap Pak Tua, membalas sembari senyuman ditampilkan, sedangkan sepasang tungkai diarahkan mendekati rumah bambu. Pun tidak ada yang memasang wajah terkejut akan perkataan barusan. Melainkan tersenyum, mengikuti langkah Pak Tua kemudian tanpa ragu. "Bisa dikatakan aku adalah roh jahat, dan butuh energi manusia untuk mempertahankan wujud fisik. Sementara dunia ilusi ini ... sebenarnya salah satu bentuk energi lainku ....

"... Sejak aku berhenti menjadi penjaga desa, diriku kehilangan kekuatan dalam jumlah yang sangat besar, tubuh abadiku seketika menua dengan cepat. Karena itu, aku masuk ke dalam dunia ilusi ini untuk memperlambat penuaan yang akan membawaku berakhir dalam kebinasaan," jelas Pak Tua.

"Jadi kau yang menciptakan dunia ilusi ini?" tanya Ji Yu.

Mengangguk, Pak Tua tak segan pula membenarkan. "Aku berusaha untuk tidak binasa sebelum memastikan ada orang yang bersedia menyelesaikan misiku ... memusnahkan makhluk dalam Hutan Malam Abadi itu, menghancurkan Desa Weiji. Namun, tak pernah kutemukan orang-orang yang terkurung di sini bersedia. Sebagai gantinya, mereka malahan menawarkan kehidupan mereka padaku, agar aku bisa terus hidup untuk kemudian mampu bertemu dengan orang-orang yang benar akan serius membantuku."

"Bukankah itu berarti, Pak Tua ... kau, kau akan binasa jika meninggalkan dunia ilusi ini?" tanya Yue Ming, mendekat lebih dekat lagi pada Pak Tua, meninggalkan Xia Chia seorang di belakang yang sedari awal berjalan di sampingnya. Terlihat Yue Ming begitu antusias ingin mendengar jawaban. Selain itu, terlihat pula banyak hal yang ingin dirinya ketahui. Maklumi saja, sudah menjadi sifatnya begitu dari sejak di desa, bukan?

"Aku sudah hidup lebih dari 200 tahun, bukankah sudah cukup bagiku? Aku pun sudah lelah, sudah waktunya istirahat tenang ... tapi setelah semua masalah yang kuperbuat ini selesai, berakhir selamanya." Menarik dan mengembuskan napas panjang, Pak Tua, entah kisah apa yang ada pada dirinya ini. Jikalau menanyakan dan meminta ia menceritakan sekarang, bukankah tidak tepat rasanya? Kala Pak Tua sebelumnya sempat mengatakan jikalau ia butuh melakukan meditasi untuk menormalkan kembali tubuh terlukanya.

Beri waktu, karena memang bukan hanya Pak Tua saja yang butuh istirahat, melainkan mereka yang merupakan manusia jauh lebih membutuhkan. Kala bukan hanya tubuh fisik yang mengalami kelelahan, melainkan batin jauh lebih kelelahan dari apa yang terlihat. Akan tetapi, kenapa Pak Tua menghentikan langkahnya? Sepasang netra kembali menajam, mengintimidasi. "Dia datang."

Dia? Mungkinkah ...? A'GUI!

DEG!

The Village : Secrets Of Past Life (END)Where stories live. Discover now