VI. Awal Baru Di Negeri Perdamaian

Start from the beginning
                                    

"'... Bahkan pasir yang membentang di sana menyimpan keindahan tak terhingga di dalamnya.'" Pemilik rambut sepanjang mata kaki itu bergumam mengutip salah satu kalimat yang paling disukainya. Demikian ia kembali menoleh kepada Ravn, meneruskan, "Terima kasih. Berkat Anda, saya mendapatkan kesempatan untuk melihat semuanya."

Pemandangan berhias pasir dari ujung mata hingga sudutnya yang lain saja sudah seperti penglihatan anugerah besar baginya. Konon cukuplah menjadi bukti kuat menurut Ravn, kalau sekali pun tidak pernah ia menginjakkan kaki ke dunia luar bersama alam sadarnya.

Bagaimana mungkin mereka begitu tega dengan sosok ringkih seperti ini? Sungguh, Ravn sama sekali tidak habis pikir.

"Tidak perlu bertutur formal." Ketimbang melempar marah akibat isi pikiran, Ravn membalas perkataan Rin dengan seulas senyum. "Kau bisa memanggilku Fu Xun."

"Fu Shun?" sahut si gadis ragu-ragu.

"Hampir benar."

"Fu ... Shen?"

Si pria muda malah gemas. Sekadar ia terkekeh; entah kepada ironis terhadap dirinya yang salah sangka bahwa Rin merupakan kewarganegaraan Heyuan dalam sekali pandang, atau cara mengeja gadis bermata emas tersebut memang manis lagi menghibur.

"Ravn saja. Kupikir pengejaannya lebih mudah bagimu?"

"Baiklah. Ravn." Rin mengangguk. "Sungguh, aku benar-benar berterima kasih. Kupikir hari ini tidak akan pernah terjadi."

Pun, dia akan selama-lamanya terkurung di dalam gelap.

"Seharusnya akulah yang harus berterima kasih padamu," balas Ravn. "Karena jika bukan karena kau, kita tidak akan selamat dari pengepungan ketika kita menghampiri Ruan."

"Aku?"

Sepasang manik karamel mengerjap, lantas netra emas di hadapannya ikut menyambung dengan kerjap yang serupa pula. Keduanya jelas tertegun cukup lama; sama-sama tak paham akan keadaan dan percakapan yang sempat dicetuskan.

Hingga tidak terasa warna biru mulai mendominasi langit, saat itulah cahaya mentari menyinari wajah keduanya lebih jelas. Pun, tampak lebih menyakinkan raut wajah Rin yang kembali penuh tanya, lantas tak sadar menggumam, "Bagaimana mungkin?"

Seribu sayang, berpikir terlalu keras pun, tidak kunjung mengundang jawaban.

Alih-alih demikian, ia malah mendapati suara gemuruh dari perutnya yang sukses menambah rona di wajahnya yang bulat hingga ke cuping telinga.

Sialnya, Ravn lupa kalau sepatutnya ia mempersiapkan pembekalan. Lagi-lagi kekehnya melantun, menertawakan diri yang tidak berpikir panjang.

"Maaf, aku tidak mempersiapkan apapun untuk perjalanan," ujarnya. "Kau bisa beristirahat lagi, sebab barangkali kita akan tiba di malam hari."

Pun, semoga saja ia tak membuat seorang gadis menderita penyakit lambung karena itu.

Setidaknya si gadis menurut. Teramat percuma turun ke gurun dan mereka tidak memperoleh apa pun selain rasa panas yang menusuk. Sementara dalam beberapa jam, barangkali mereka baru sampai di wilayah laut, di mana tidak ada setetes di antara kejernihan yang laut punya untuk bisa mereka minum.

Sudah saatnya menyimpan pertanyaan maupun jawaban, lantas masing-masing mengumpulkan tenaga untuk persiapan menempuh tujuan pertama kelak.

Sudah saatnya menyimpan pertanyaan maupun jawaban, lantas masing-masing mengumpulkan tenaga untuk persiapan menempuh tujuan pertama kelak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
SeeressWhere stories live. Discover now