satu

3.4K 489 27
                                    

"Aca gantian dong, Kakak juga mau main." Seorang gadis kecil yang rambutnya dikepang dua mengulurkan tangannya pada seorang gadis yang lahir dua tahun di bawahnya.

Aca, sang adik yang rambutnya dibiarkan tergerai menjauhkan ponsel sang bunda dari jangkauan Zora. Aca masih ingin memainkan ponsel bundanya tetapi Zora tidak bisa diam dan tidak mau berhenti bicara, maka dari itu Aca tidak ingin menyerahkan ponsel yang ada dalam genggamannya pada zora.

"Aca kok gitu? Bunda bilang, kan, harus gantian." Zora kembali merengek sambil menarik-narik kaus sang adik.

"Ih Kak Lya, kan aku bilang sebentar." Aca tanpa sadar menepis tangan Zora, ia lanjut memainkan ponsel tanpa mempedulikan perasaan terluka kakak perempuannya. Sedikit informasi, berhubung panggilan Zora sangat sulit untuk Aca yang cadel r kala itu, sang bunda akhirnya membuatkan panggilan lain untuk Aca. Lya, yang berasal dari Calya karena Zora memiliki nama lengkap Orzora Calya Nisrina.

Zora yang terlanjur kesal menarik paksa ponsel dari genggaman Aca, setelah mendapatkan ponsel yang ia damba-dambakan. Zora berlari ketika sadar Aca mulai mengejarnya sambil berteriak. Terjadilah aksi kejar-mengejar antara dua gadis berusia enam dan delapan tahun tersebut.

Rasa kesal Zora luruh begitu saja, ia mendadak merasa senang saat melihat Aca berlari mengejarnya dengan raut wajah kesal. Adiknya terlihat sangat menggemaskan dengan ekspresi wajah tersebut.

"Kak Zora udah, aku capek. Balikin handphonenya dong," pinta Aca dengan napas terengah, ia memilih berhenti sejenak untuk mengatur napasnya.

Zora yang ikut menghentikan larinya menggeleng, ia menjulurkan lidahnya pada Aca. "Tangkep aku dulu baru aku balikin handphonenya."

Aca kembali berlari setelah mendengar penuturan Zora, kali ini keduanya berlari menuju halaman belakang. Tempat dimana papah dan bunda keduanya sedang menghabiskan waktu bersama.

Melihat putrinya saling mengejar satu sama lain membuat Hara –bunda sulung dan bungsu- terkekeh. Berbeda dengan reaksi Sena –papah keduanya yang terlihat cemas.

"Aca, Kak Zora, udah," pinta Sena dengan suara lembutnya.

Dianggap angin lewat, Zora dan Aca tidak mendengarkan ucapan papah mereka. Keduanya tetap asik saling mengejar dengan kondisi rambut yang sudah tidak berbentuk. Zora sekali lagi menjulurkan lidahnya untuk menggoda Aca yang terlihat kewalahan, naasnya, ketika hendak lanjut berlari, Zora tersandung salah satu batu yang ada di halaman belakang hingga menyebabkan tubuhnya mendarat sempurna di atas rumput. Aca yang tidak sempat menghentikan laju tubuhnya menubruk tubuh Zora, ia bahkan berteriak dengan kencang.

"Aca!" seru Sena sambil berlari ke arah salah satu putrinya. Benar, salah satu. Nyatanya Sena hanya membantu Aca untuk bangkit, sedangkan Zora yang masih tergeletak di rumput, ia abaikan.

Zora mengurungkan niatnya untuk menangis, ia malah menatap Aca yang terisak dalam dekapan papahnya lekat-lekat. Gadis delapan tahun tersebut dilanda rasa bingung, bukan seharusnya ia yang menangis? Bukan seharusnya ia yang didekap? Dan bukan seharusnya ia yang ditenangkan, kan? Tetapi mengapa malah Aca yang menangis? Memangnya Aca terluka dibagian mana? Tadi Aca jatuh di atas tubuhnya, kan? Begitu kira-kira isi pikiran Zora kecil saat ini.

Kepala Zora kontan menunduk ketika Sena melayangkan tatapan tajam ke arahnya, sedangkan sang bunda yang hendak membantu Zora terhenti ketika Sena menyerahkan Aca yang masih terisak. Saat Sena bangkit, Zora menunduk semakin dalam, satu tangannya gemetar, rasa sakit di lututnya kini tidak sebanding dengan perasaan takut yang menyelimuti diri Zora.

Prak.

Ponsel yang menjadi objek rebutan kedua gadis berbeda usia tersebut dibanting dengan kencang oleh Sena hingga hancur berkeping. Zora yang melihat hal tersebut terperanjat, sedangkan Aca semakin menyelusupkan dirinya dalam dekapan sang bunda. Tidak sanggup melihat kemarahan Sena yang menyeramkan.

LintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang