7

1.5K 236 27
                                    

Seonghwa kira ia bisa tidur nyenyak malam ini. Nyatanya tidak sama sekali.

Ia hanya diam sambil memandang dua malaikat kecilnya yang sudah tidur terlebih dahulu. Sudah tidur sejak tadi lebih tepatnya.

"Aku seperti melihat diriku pada Leo"

Kalimat itu kembali terngiang di telinganya.

"Kenapa kau mengatakannya? Seharusnya kau diam saja dan memendamnya sendiri" gumamnya sangat pelan. Tak ingin membangunkan dua malaikat kecilnya.

Menyentuh kening terbuka sosok yang berada tepat di sebelahnya. Sosok bayi laki-laki yang-

"Kenapa wajah Leo lama-lama jadi mirip dengannya?"

Merutuki fakta yang sunguh, Seonghwa sendiri juga heran. Seiring bertambahnya usia, wajah bayi laki-laki itu semakin mirip seseorang. Orang itu tentunya.

"Padahal Papa sama sekali tak pernah bertemu atau bahkan memikirkannya saat Leo masih belum lahir"

Seonghwa yakin jika wajah Leo sekarang akan sama dengan wajah orang itu saat masih bayi. Ia pernah melihatnya, tapi tak terlalu ingat. 

"Mamih pasti akan langsung sadar kalau melihat Leo"

Teringat kembali akan Ibu mertuanya. Tidak. Maksudnya Ibu dari orang itu. 

"Luna..."

Tangannya berpindah ke sosok yang lebih besar di sebelah si bayi.

"Jangan terlalu dekat dengannya, ya. Nanti Papa harus bagaimana kalau Luna sudah sayang padanya?"

Seonghwa memang membiarkan gadis kecilnya bermain bersama orang itu. Dengan sifat Luna yang terbuka, membuat Seonghwa sedikit takut.

Kekanakan memang. Nyatanya Seonghwa masih belum bisa menerimanya. Meskipun fakta mengatakan jika dirinyalah yang bersalah disini. Bahwa dirinyalah yang egois dan hanya mementingkan dirinya sendiri. Mengatasnamakan kebahagiaan anak-anak.

"Papa masih belum bisa melupakan rasa sakit saat itu. Rasanya masih teringat saat hanya ada Papa dan Luna saja, belum ada Paman Yeosang atau Paman Jongho. Luna yang saat itu masih sangat kecil, setiap hari ikut Papa bekerja. Dan Leo yang sangat pintar, tidak pernah menyusahkan Papa saat masih belum lahir"

Menjadi salah satu fase terberat dalam hidup Seonghwa. Mencari uang untuk hidup sambil membawa anak kecil, juga dalam keadaan mengandung. Juga dalam keadaan mental yang buruk setelah mengetahui fakta bahwa orang yang selama ini sangat ia percayai menghianatinya. Seonghwa tak ingin merasakannya lagi. Ia tak yakin jika ia mengalaminya lagi, apakah ia masih bisa bertahan seperti saat ini.

"Maafkan Papa"

~.a.b.c.~

Seonghwa tak bisa berkata-kata lagi. Hanya bisa melihat tiga orang yang tengah duduk melingkar di rumahnya. Satu orang dewasa dan dua anak kecil.

"Coci! Yuna coci, Yayah!"

"Luna suka stroberi? Besok ayah belikan lagi yang banyak"

Gadis kecil itu mengangkat satu stroberi cukup besar tinggi-tinggi. Menunjukkannya pada sosok dewasa di dekatnya.

"Kenapa pagi-pagi sudah datang sih?!"

Sementara Seonghwa mendengus dan beranjak ke dapur. Menyiapkan makanan untuk anak-anaknya. Ia tak punya waktu untuk protes dan mengomel. Ia harus cepat.

Ya, pagi ini orang itu sudah ada di depan pintu rumahnya. Saat Seonghwa akan menutup pintu rumahnya, berniat mengusir sosok itu, Luna muncul dari belakang dan memeluk kaki si tamu dan mengajaknya masuk seenak hatinya.

Still Married | JoongHwaWhere stories live. Discover now