Talia...

36 2 4
                                    

Keringat menetes di kening dan pelipis ku mengalir deras bagai hujan, itu tanpa aku melebih-lebihkan. Paman eobard tampak melangkah keluar dari gubuk, seperti sebelum nya tak terjadi apa-apa

"Stamina mu lemah banget bocah, ngangkat segitu aja udah kaya orang sekarat hahahah. Sering-sering lari kalau kau ingin jadi prajurit" Sindir paman eobard sambil tertawa

Aku hanya bisa menghembus nafas dingin tak bisa membantah fakta, melihat tak satupun keringat yang di keluarkan paman eobard. Lelah, merasa kalah, dan seperti pecundang, aku menghempaskan badan ke tanah dengan punggung ku menghantam tanah dengan lembut

bukk...

"Sialan paman... kalo gini mana kuat aku mau latian lagi huuu"

Gubuk ini berada ujung penjuru tanah panti yang memang luas. Perbatasan antara hutan dan tanah lapang. Paman eobard berjalan ke arah pohon besar di depan gubuk, melangkah di atas kepalaku tepat di tas tangan ku menuju ayunan yang tergantung di pohon

"Bagus, anggap ini latian fisik sebelum kau megang pedang asli. Menghayunkan pedang berat bukan ringan..." Ucap paman eobard malas

Paman eobard duduk di atas ayunan lalu mengayun tanpa peduli aku yang berbaring di depan nya. Serpihan-serpihan tanah dari sandal melayang ke arah ku bersamaan dengan paman berayun. Aku hanya berbaring diam tanpa peduli, menikmati angin dan matahari sore setelah lelah bekerja

"Sebelum nya satu hal yang ingin ku tau. apa mimpi mu ? tujuan ? Sebelum memegang pedang kau harus bisa memegang prinsip. Maksud ku pedang adalah alat, penggunaan nya tergantung si pemegang sendiri. Orang lemah bisa melukai menggunakan pedang, jangan salah. Namun bagaimana alat itu bisa effisien tergantung dari pengguna. Untuk itu kau harus bisa menjadi pedang itu sendiri, pedang tanpa pedang mereka bilang. Untuk dapat memegang pedang kau harus bisa memegang diri mu sendiri. Mimpi, tujuan, serta dedikasi mu harus kau temukan. Jadi apa mimpi dan tujuan mu dalam hidup" Paman melakukan monolog panjang, aku mendengarkan nya dengan fokus

Mimpi... tujuan ku... aku tidak tau dan tak pernah memikirkan hal seperti itu sepanjang enam belas tahun masa hidup ku. Kurasa itu tak pernah menjadi prioritas ku sebelum nya, tapi apa aku punya prioritas ? mungkin untuk bertahan hidup ? yaaa... dulu prioritas ku adalah untuk bertahan hidup tanpa tau kenapa aku harus

Monolog paman membuat ku berpikir panjang, tak terasa sudah beberapa saat aku terbenam dalam pikiran ini. Pertanyaan-pertanyaan untuk diri ku sendiri yang tak pernah kutanyakan maupun terjawab sampai sekarang. Aku berpikir dalam diam, aku merasa mendapat sebuah pencerahan walau pun masih dengan tangan kosong

"Aku...aku masih belum tau, tak satu pun hal yang masuk akal menjadi mimpi dan tujuan ku saat ini. Menurut mu bagaimana paman apa tujuan ku ?" Tanya ku balik

Mendengar pertanyaan tak masuk akal ku paman tertawa lalu membalas

"Hahahahaha... bocah, yang tau apa tujuan mu hanya kau dan pencipta mu. Kecuali kau atau pencipta mu memberi tahu ku, bagaimana aku bisa tau ?"

Mendengar itu aku hanya bisa menggaruk kepala ku yang tidak gatal lebih banyak. Semua terasa sulit untuk di mengerti, rasa nya tak ada yang masuk akal di otak ku. Melihat ku kebingungan paman tersenyum lalu turun dari ayunan nya lalu berjalan ke dalam gubuk. Setelah beberapa saat paman keluar dengan membawa tiga pedang bersarung

"sudah puas berpikir sekarang masuk ke praktik, ayo tangkap" Ucap paman eobard yang lalu melempar satu pedang ke arah ku, meletak kan satu, dan membawa satu

Aku tersenyum puas, kini aku mendapat momen 'akhirnya' tanpa tau apa yang akan terjadi pada ku nanti. Paman eobard maju sedikit mendekat kearah ku lalu meletak kan kaki kiri nya di depan sementara kaki kanan nya di belakang, ada jarak antara kedua kaki nya. Dengan badan miring sementara pandangan lurus kepada ku. Mengeluarkan pedang kayu itu dari sarung nya, Pedang nya berada di bawah dengan mata pedang mengarah ke tanah belakang kaki kanan nya. Aku ikut mengeluarkan pedang kayu ku dari dalam sarung, pedang ku berada di depan dada membentuk sudut terhadap langit 

Noble Soul: The Cycle Of Rain IWhere stories live. Discover now