31. Hari Kelulusan

Start from the beginning
                                    

"Gue cuma mau ketemu mama sama papa, El. Gue mau liat wajah mereka secara langsung. Makan makanan yang dimasak mama, kumpul dan cerita bareng mereka, dan ngerayain hari kelulusan nanti sama-sama. Sesederhana itu apa Tuhan masih nggak mau ngabulin?" balas Canva mengeluarkan semua isi hatinya.

Areksa dan Samuel tertegun mendengar itu. Mereka tidak pernah tahu seberapa terlukanya seorang Canva yang mereka kenal sebagai pribadi yang ceria.

"Va...." Areksa kehilangan kata-kata.

"Gue capek sama kebohongan ini. Hidup gue bener-bener gelap. Nggak ada cahaya yang mau nerangin sedikit pun. Apa orang kayak gue emang nggak pantes buat bahagia?" Tanpa sadar, setitik air mata turun dari sudut mata Canva. Cowok itu menangis untuk pertama kalinya di hadapan sahabatnya.

"Mama bilang, dia pergi cuma sebentar. Tapi kenyataannya apa? Dia pergi sampai lupa untuk kembali. Kadang gue mikir, apa gue ini bukan anaknya sampai dia nggak mau ketemu sama gue?"
Canva berhenti sejenak untuk mengusap air matanya. Bagaimanapun dia tak mau terlihat lemah.

"Papa gue kerja di luar negeri. Dan mama niatnya mau nyusul ke sana biar papa cepet pulang. Gue ditinggal sama nenek sampai akhirnya nenek pulang duluan ke pangkuan Tuhan. Tapi itu tetep nggak bikin mama sama papa pulang ke rumah."

Canva kembali menjeda ceritanya. Cowok itu lagi-lagi mengusap sudut matanya yang basah. Rasa sesak di dadanya kian membuatnya tersiksa. Canva terluka dan ingin cepat-cepat keluar dari jeratan takdir yang menyiksanya.

"Bayangin aja bocah umur lima tahun ditinggal pergi sama orang tua dan nggak diurusin sampai bocah itu akhirnya dewasa. Kalau disuruh milih, lebih baik gue nggak usah dilahirkan ke dunia."

"Va ...," panggil Areksa pelan. "Kita nggak tau kalau hidup lo ternyata menderita kayak gini."

Canva tersenyum hampa. "Gue emang nggak mau kalian tau masalah gue. Cukup gue aja yang tau semuanya."

"Kenapa? Kenapa lo nggak pernah nunjukin kesedihan lo di depan kita?" tanya Samuel. Sorot matanya terlihat begitu khawatir. Ia tidak suka dengan sikap Canva yang selalu saja berpura-pura bahagia.

"Gue nggak mau bikin orang-orang yang gue sayang jadi ikutan sedih gara-gara gue. Makanya, kalian semua harus bahagia biar gue juga ikutan bahagia." Pandangan Canva menerawang jauh ke depan. "Nanti kalau seandainya gue pergi, tolong jagain adek-adek gue dengan baik, ya? Gue mau liat mereka terus bahagia. Jangan sampai bikin mereka berdua ngeluarin air mata gara-gara kalian."

"Nggak, Va. Lo nggak akan pergi secepat itu." Areksa menggelengkan kepalanya kuat.

"Mungkin entah itu masih lama atau sebentar lagi, kalian semua bakalan kecewa sama gue." Canva menundukkan kepalanya dalam.

Areksa dan Samuel kompak merangkul Canva dari samping. Mencoba untuk memberikan kekuatan lewat pelukan yang mereka lakukan.

"Va, jangan pernah merasa sendiri. Lo punya kita, Va. Diamond itu keluarga kita semua. Gue yakin, mimpi lo itu pasti bakalan terwujud," ucap Samuel memberikan dukungan kepada Canva. Berharap sahabatnya itu kembali bertekad membuat mimpinya menjadi nyata.

*****

Setelah lama menunggu, akhirnya hari kelulusan yang dinanti-nanti oleh seluruh murid kelas 12 SMA Taruna Bakti pun tiba. Semua murid berbondong-bondong untuk melihat nama mereka di papan pengumuman kelulusan yang tertempel pada dinding. Mereka rela berdesakan dengan yang lain, hingga tidak sedikit dari mereka yang terjepit bahkan terinjak. Namun, itu tidak membuat semangat mereka pudar. Beberapa di antaranya berteriak senang saat melihat label lulus di sebelah nama mereka. Perjuangan yang tidak sia-sia selama menempuh pendidikan di jenjang SMA.

SAMUELWhere stories live. Discover now