"Mau nyerah atau enggak, itu urusan gue. Yang penting, jangan pernah ngusik hubungan gue sama Azura," pungkas Samuel penuh ketegasan. Tidak ingin berlama-lama di sana, ia pun segera menghampiri motornya untuk meninggalkan danau yang dulunya sering mereka kunjungi.

******

Samuel mengendarai motornya secepat yang ia bisa. Jalanan Jakarta sore itu terlihat dipadati oleh banyak kendaraan seperti biasa. Hal itu membuatnya tidak bisa leluasa bergerak. Namun, Samuel tidak mempermasalahkan itu. Toh dirinya juga ingin mencari kesibukan untuk mengalihkan pikirannya yang terus memikirkan Azura.

Saat Samuel melewati lampu lalu lintas yang sudah berwarna hijau, saat itulah ia melihat Canva yang tengah duduk di duduk d pinggir jalan bersama dua orang anak kecil. Karena penasaran dengan apa yang dilakukan cowok itu, Samuel pun memilih untuk memarkirkan motornya di sebuah toko. Setelah melepas helm nya, ia berjalan menghampiri cowok itu dengan cara berlari karena jarak mereka lumayan jauh.

Canva terkejut melihat kehadiran Samuel yang datang dengan napas ngos-ngosan. Cowok itu membungkuk dengan kedua tangan yang bertumpu pada lutut.

"Bos? Lo ngapain?" tanya Canva kebingungan. Dua orang anak kecil yang bersamanya pun turut kebingungan melihat kehadiran Samuel yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

Setelah mengatur napasnya, Samuel pun menjawab, "Lo sendiri ngapain?"

Canva menampilkan cengirannya ke arah Samuel. "Main sama mereka." Ia menunjuk dua anak kecil yang berumur sekitar sembilan tahunan.

Samuel mengikuti arah tunjuk cowok itu. Matanya menatap penampilan dua anak kecil laki-laki itu dari atas sampai bawah. Bajunya terlihat sudah tidak layak pakai. Kedua tangan anak-anak itu memegang paper bag yang berisi beberapa potong kaus. Samuel bisa melihatnya karena paper bag nya terbuka.

"Lo sering kayak gini?" tanya Samuel yang langsung menangkap kalau Canva lah yang memberikan itu.

"Gue suka anak kecil. Jadi, kalau ada waktu yang senggang, gue sering nyari anak-anak di jalanan dan ngajak main mereka," terang Canva menjelaskan.

Samuel sedikit terkejut mendengar itu. Ternyata, Canva memiliki rasa simpati lebih tinggi dari yang ia bayangkan.

"Hai, Kak. Aku Reno," ucap seorang anak laki-laki yang memilki lesung di kedua pipinya.

"Aku Leon, Kak," ujar anak laki-laki yang satunya lagi.

Samuel membalasnya dengan senyuman. "Gue Samuel."

"Kakak temennya Abang Canva, ya? Dia sering cerita kalau punya temen yang matanya sipit tapi wajahnya sering dibuat galak," seloroh Reno mengingat cerita Canva yang masih tercetak jelas di pikirannya.

Canva meringis pelan mendengar itu. Ia mengusap bagian belakang lehernya canggung. "Ampun, Bos. Gue ngomong kenyataan."

Samuel melirik cowok itu sinis. Ya ... meskipun Samuel mengakui kalau kedua matanya memang terlihat sipit dibanding sahabat-sahabatnya yang lain.

"Gue boleh ikut main?" tanya Samuel mengalihkan pembicaraan mereka.

Reno dan Leon kompak mengangguk. "Kami mau pergi mancing kayak biasanya. Kakak mau ikut?"

"Mancing?" tanya Samuel. Seumur hidupnya, ia tidak pernah yang melakukan kegiatan yang satu itu. Yang ia tahu hanyalah ilmu bela diri sejak kecil.

"Iya, mancing. Bang Canva selalu ngajak kita mancing ikan kalau ketemu di waktu sore kayak sekarang. Habis itu, biasanya dia beliin kita banyak makanan sama ngasih buku-buku pelajaran. Katanya, kalau Bang Canva udah sukses nanti, dia mau bangun sekolah gratis buat kita-kita yang nggak mampu," jelas Leon membuat Samuel terhenyak.

SAMUELWhere stories live. Discover now