3 || Di Tengah Pencarian

3.7K 508 34
                                    

| 3 |

DI TENGAH PENCARIAN



Dua bulan kemudian....



TIGA PULUH DUA orang sudah dia tanyai. Tak ada yang menjawab sesuai yang dia harapkan.

Edreya duduk di kursi panjang depan warung kopi. Desa yang dia datangi ini sudah sunyi dari jam delapan malam, berbeda dengan kota yang biasa dia singgahi. Hanya satu warkop yang masih terbuka, itu pun akan tutup pukul sebelas nanti. Tak ada warung atau toko 24 jam. Tak ada pula gedung dengan tinggi lewat lima lantai. Dia bisa melihat beberapa gunung dari kejauhan. Ratusan bintang pun menunjukkan diri di langit bebas polusi cahaya.

"Itu orang yang dicari udah lama ya pindah dari sini?" tanya seorang pria yang duduk di sampingnya. Namanya Andreas, kalau Edreya tidak salah ingat. "Udah tanya Pak Kades tadi?"

"Kades lagi nggak ada," jawab Edreya. "Udah nanya wakil kades juga, dia nggak tahu orangnya."

"Itu orangnya pernah tinggal lama? Atau cuma sebentar?"

"Saya nggak tahu. Makanya saya ke sini buat cari tahu."

"Susah juga, ya." Andreas mengelus jenggotnya. "Nyarinya lanjut besok pagi aja, Mbak. Kalau udah malam gini, susah nyari orang buat ditanya-tanyain."

Edreya menarik napas. Memang itulah rencananya sekarang. Setelah satu jam berkeliling dan bertanya ke warga yang masih terbangun, makin sedikit orang yang bisa ditanyai karena malam kian larut. Sejauh ini pun tak ada yang mengaku pernah bertemu pria dalam foto yang dia tunjukkan.

"Ehh, si Johan dateng kemari," ujar orang yang duduk di sebelah Andreas. Edreya lupa namanya. "Baru pulang, Han?"

"Iya nih, Bang. Baru aja kelar beresin mesin sekalian isi bensin." Pria bernama Johan itu membeli rokok, lalu melirik sosok Edreya dengan kaus putih dan jaket kulit hitam. Dia termenung melihat wajah Edreya, tapi jadi merasa segan saat melihat bekas luka bakar di dahi perempuan itu. Senyumnya berubah kikuk. "Eh, maaf, ini siapa? Temen lo, Bang?"

"Bukan. Ini Mbak Edreya, mau cari orang yang pernah datengin desa ini. Eh, Mbak, tunjukin aja fotonya. Kali aja si Johan kenal."

Edreya merogoh saku jaketnya, lalu menunjukkan foto seorang pria dengan seorang perempuan berseragam SMA kepada Johan. "Ini foto sepuluh tahun lalu, tapi muka laki-laki ini pasti nggak jauh beda sama yang sekarang."

Johan menunduk menatapi foto yang ditunjukkan Edreya. "Eh, lho, ini bukannya kenalan si Bahar dulu?"

"Oh, lo kenal, Han?" celetuk Andreas. "Pernah lihat orangnya?"

"Pernah, Bang. Gue ingat soalnya gue pernah dikasih iPod sama dia, padahal baru banget ketemu, cuma ngobrol dikit! Namanya Arfian. Dia temennya Bahar. Cuma datang sehari kayaknya, besoknya udah pergi."

Edreya membeliak. Dia ingat bahwa Arfian memang memiliki iPod berwarna perak. "Kamu masih punya iPod-nya?"

"Masih, Mbak. Tapi udah rusak gitu layarnya. Mau lihat?"

Ini kabar baik. Secercah harapan di tengah pencariannya. "Iya."

Johan pun mengajak Edreya ke rumah pemuda itu. Edreya menunggu di kursi teras beberapa menit, lalu Johan muncul membawa iPod putih dengan kabel yang sudah menguning. "Baterainya habis, Mbak. Harus di-charge dulu kalau mau lihat isinya."

Sarhad (Bisai #2)  | ✓Where stories live. Discover now